Dukkha dan Renjana

Diana Tri Hartati
Chapter #5

Berangkat ke Jakarta

Tanggal 7 Mei 1998, selepas jam delapan malam Renjana mengundang beberapa teman-temannya. Ada Glenn dan Tirta serta beberapa aktivitis kampus lainnya. Mereka melakukan meeting rahasia di cafe langganan mereka. Pembahasan adalah tentang undangan dari rekan mereka untuk bergabung pada acara unjuk rasa besar-besaran yang dipusatkan di Jakarta pada 12 Mei 1998.

Sebenarnya seluruh mahasiswa dan beberapa organisasi kemasyarakatan juga akan menyuarakan aspirasi di setiap kota, namun Jakarta membutuhkan dukungan mereka untuk berhubungan secara langsung dengan pemerintah pusat. 

Situasi politik memang sedang tidak menentu. Dan dalam setiap persoalan yang menyangkut kenegaraan, para mahasiswa memang merupakan kelompok terbesar yang dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah. Ingatlah peristiwa Tritura saat ORLA, mahasiswa jugalah yang melakukan aksi dan menyampaikan tuntutan. 

Renjana merencanakan bahwa mereka akan berangkat ke Jakarta pada tanggal 9 Mei, sehingga mereka masih memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan keberangkatan dan persiapan acara di Jakarta. Besok pagi ia akan melakukan koordinasi dengan mahasiswa-mahasiswa dari kampus lain di Jogja setelah itu ia akan menelpon rekannya di Jakarta tentang kesiapan mereka. 

Setelah menentukan keputusan, Renjana dan teman-temannya segera kembali ke tempat kos masing-masing, dan selanjutnya segera melakukan berbagai persiapan menjelang keberangkatan mereka ke Jakarta. 

Renjana mengendarai motornya sedikit tergesa. Sebelum pulang ke tempat kos ia perlu mampir ke telpon umum dekat kosnya karena harus memberi kabar pada Dukkha tentang rencana keberangkatannya ke Jakarta 2 hari lagi.

Ia melajukan motornya lebih cepat agar lekas sampai karena khawatir makin malam antriannya akan makin ramai. Umumnya pelanggan telpon umum di sana adalah para mahasiswa perantau. Mereka rela antri berjam-jam untuk menelpon pacar atau keluarga di luar kota. 

Sepuluh menit kemudian Renjana telah sampai di telpon umum langganannya. Ah, mumpung sepi, ia pun segera memarkirkan motornya di tepi jalan lalu beranjak masuk ke tempat telpon umum seukuran 2x2 meter itu. Dimasukkan beberapa koin uang logam secukupnya lalu mulailah ia menelpon Dukkha. 

Yang pertama menerima telponnya adalah ibu kos, lalu ibu kos memanggil Dukkha yamg sedang berada di kamarnya. Dengan tergesa-gesa Dukkha menuju ke ruang keluarga. Ia sedikit panik karena tak biasanya Renjana menelpon. Biasanya pemuda itu selalu datang ke tempat kos. 

"Halo, Honey. Ini aku ...," Dukkha menyapa Renjana. 

"Ya Baby, maaf aku lewat telpon. Aku tidak bisa datang malam ini ke tempat kos. Aku hanya ingin mengabarkan bahwa aku harus berangkat ke Jakarta dua hari lagi," kata Renjana. 

"Apa? ke Jakarta? ada keperluan apa? mengapa begitu tergesa-gesa?" Dukkha memberondong Renjana dengan beberapa pertanyaan. 

Lalu Renjana memberikan penjelasan secara singkat pada Dukkha. Dukkha tidak mengizinkan Renjana pergi ke Jakarta tanpa dirinya. Renjana bingung, bagaimana ia harus pergi bersama Dukkha dalam situasi demonstrasi. Ia tentu saja khawatir dengan keselamatan Dukkha. Apalagi saat itu Melanie mendengar pembicaraan mereka dan gadis itu pun menyatakan keinginannya untuk ikut pergi. 

Orang-orang mulai antri di luar. Renjana menyaksikan beberapa orang tampak menggerutu memandang ke arahnya yang masih belum selesai menelpon. Seorang bapak yang mengenakan kacamata menghampiri ruang telpon umum. Ia mulai mengetuk pintu kaca, tok ... tok ... tok. 

Renjana segera menutup pembicaraannya yang belum tuntas. Dengan wajah gusar, ia keluar dari ruang telpon umum. Tak lupa ia memberi tanda dengan ibu jarinya, memberi isyarat pada bapak berkacamata untuk masuk. Beberapa orang berbisik-bisik sambil menatap ke arah Renjana. 

Renjana tak menghiraukan mereka lagi. Ia menuju ke sepeda motornya lalu segera dipacunya dengan cepat menuju ke tempat kos. Pikirannya kacau dan bingung. Ia tidak ingin membawa Dukkha dan Melanie bersamanya tapi kedua gadis itu memaksa ikut.

Setibanya di tempat kos ia pun membicarakannya bersama Glenn. Berbeda dengan Renjana, Glenn berpendapat bahwa tak masalah jika Dukkha dan Melanie ingin bergabung namun dengan catatan mereka berdua tidak boleh manja. 

Siapa pun yang menyatakan diri bergabung ke Jakarta harus siap secara mental dan fisik, artinya siap capek, siap mandiri dan siap diajak berpikir sama-sama. Okelah, Renjana menyampaikan syarat tersebut pada Dukkha dan Melanie, dan kedua gadis itu pun menyatakan kesanggupan mereka. 

Lihat selengkapnya