Tok! Tok! Tok!
Pada suatu hari di Senin pagi yang cerah, tampak seorang gadis sedang tertidur pulas, dan terdengar suara ketukan yang lumayan keras menuju pintu kamarnya. Bagi seorang remaja yang masih dalam masa pertumbuhan dan butuh waktu tidur cukup seperti dia, ketukan tersebut bagai suara petir kilat yang tiba-menyambar di langit yang cerah.
Suara ketukan itu benar-benar mengganggu tidur si gadis pemalas. Dia harap ini hanya mimpi, dan kemudian suara tersebut akan hilang dengan sendirinya dalam hitungan detik, lalu dapat melanjutkan tidur sampai siang seperti kemarin-kemarin. Tak disangka, sama sekali diluar harapan, ketukan itu tak juga hilang.
“Alina, ayo bangun! Nanti kesiangan loh, “ seru seorang Ibu paruh baya yang ternyata merupakan Mamaku. Dan gadis pemalas itu adalah aku sendiri, Alina.
Aku sang gadis pemalas, masih berusaha mengabaikan, tapi suara ketukan pintu itu semakin keras saja. Begitupun dengan suara mama. Aku masih berusaha menutup mata, paling tidak untuk 5 menit kedepan. Lagipula aku pun bingung, kenapa mama harus membangunkan di pagi buta begini, padahal sekolah saja masih sedang libur.
Sedang asyiknya berpikir sambil meneruskan mimpi, tiba-tiba terdengar suara peluit persis di samping telingaku, yang tentu saja membuat langsung terbangun.
“Aduh mamaaaa, apa-apaan sih berisik banget! Itu peluit dapet darimana lagi?” Protesku.
“Nitip beli, sama tukang parkir toko sembako langganan mama. Untung mama punya inisiatif buat bikin kunci cadangan kamar kamu, kalo nggak, pasti kamu nggak bangun terus kesiangan.” Kata mama.
“Ngapain kesiangan, orang masih liburan juga.”
“Yang masih liburan itu di kepala kamu. Di dunia nyata, hari ini udah masuk sekolah. Udah sana siap-siap mandi, mama sama papa tungguin di bawah, sarapan bareng.”
Aku berusaha mengoptimalkan fungsi otak yang belum begitu berfungsi dengan baik karena masih mengantuk. Setelah tersadar, aku teringat ternyata benar juga kata mama. “Mati gue, udah jam segini lagi!”
Liburan memang sudah berakhir, dan semester baru akan dimulai. Ini artinya, tinggal sekitar 6 bulan lagi sisa waktuku menjadi seorang siswi SMA. Sekarang aku sudah kelas 3 SMA, dan sudah semester akhir sebelum nantinya akan lulus.
Dengan terpaksa aku memaksa tubuhku bangun dan bersiap-siap ke kamar mandi. Ah, malas sekali rasanya, tapi daripada nanti mama datang dan meniupkan peluit dengan meneriakkan suara melengking yang memekakkan telinga lagi, lebih baik aku mengalah.
***
Untuk siapa saja yang penasaran, tak ada salahnya aku memperkenalkan diri terlebih dahulu. Namaku Alina Anindita, biasa dipanggil Alina atau Ina, dan ini adalah ceritaku.
Saat ini berusia 18 tahun, kelas 3 SMA, aku adalah anak tunggal dari kedua orang tua yang super harmonis dan menyenangkan. Keluargaku mungkin bisa disebut keluarga yang cukup berada, namun bukan berada dalam konteks luar biasa. Papaku mempunyai sebuah perusahaan kecil yang bergerak di bidang… Tunggu, biar kupikir baik-baik dulu. Nampaknya aku memang lupa perusahaan papaku bergerak di bidang apa. Dari dulu yang kupedulikan hanya yang penting aku bisa makan dan hidup dari perusahaan papa, tapi otakku terlalu malas untuk diajak berpikir lebih jauh. Bila kalian mengharapkan cerita tentang pemeran utama wanita yang cantik, pintar, dan anggun, perlu kutegaskan dari awal, kalian pasti akan kecewa.
Untuk masalah cantik, ya mungkin aku memiliki wajah yang tidak mengecewakan, namun untuk masalah pintar, lebih baik tidak usah berharap banyak.
Bukan hanya tak pintar. Meskipun wanita, aku adalah musuh guru-guru di sekolahku. Rasanya ada kepuasan tersendiri bagiku melihat muka mereka yang kesal dan kehabisan kata untuk bicara. Ah sudahlah, nampaknya aku tak punya banyak waktu untuk bertele-tele disini, bila tidak aku akan benar-benar terlambat masuk sekolah.
***
Begitu sampai di sekolah, murid-murid lain terlihat sedang sibuk bergosip, begitu juga dengan sahabat-sahabatku, Dini dan Vina. Mereka begitu bersemangat menyambut kedatanganku, tentu saja untuk mengajak ikut serta dalam sesi bergosip. Benar saja, begitu melihatku, wajah mereka langsung sumringah dan kecerewetan pun mulai terjadi.
“Alina, darimana aja lo? Kita udah nunggu lo dari tadi,” ucap Vina dengan semangat.
“Kenapa sih? Orang gue nggak telat juga,” jawabku
“Tapi lo pasti ketinggalan berita besar. “ Kali ini Dini yang bersemangat.
“Berita besar apa?” Aku mulai penasaran.
Dini dengan antusias menjawab, “Gini, lo udah tau kan Pak Bob pensiun, trus mau ada guru baru yang bakal gantiin mulai hari ini?”
“Iya” jawabku datar.
“Nah, katanya guru baru yang gantiin Pak Bob itu ganteng banget!”
“Oh ya? Emang kalian udah liat sendiri?” Tanyaku tetap datar.
“Ya belum sih, tapi tadi udah ada murid yang liat, dan katanya emang ganteng banget!”
“Ah, gue kira kalian udah pada liat sendiri.” Kataku sembari meninggalkan mereka untuk menuju tempat duduk, karena sedari tadi aku memang masih dalam posisi berdiri.
Aku duduk dan mengeluarkan buku-buku serta alat tulis yang akan digunakan untuk jam pelajaran pertama. Walaupun tak terlalu peduli, sebenarnya lumayan penasaran setampan apa guru baru itu. Apalagi jam pertama hari ini adalah mata pelajaran ekonomi. Mata pelajaran yang akan diajar oleh guru baru tersebut. Tiba-tiba bel berbunyi, dan itu berarti orang yang ditunggu-tunggu akan segera menuju kedalam kelas.