Dunia Baru Arabella

LILI.SAA
Chapter #1

Hari Kematian

Sepasang kaki menapaki lantai kotor yang usang, setiap langkahnya begitu tergesa-gesa. netra coklatnya menatap ke segala arah dengan waspada, ia menarik ujung gaunnya menaiki tangga namun ia lupa melepas heelsnya yang membuat ia hampir terjatuh karena ketidak seimbangannya mengenakan heels. Suara pecahan sesuatu terdengar begitu nyaring membuat degupan jantungnya semakin terdengar lebih cepat dari sebelumnya. Ia bangkit menarik heelsnya dari kaki-kakinya yang penuh memar, melemparkannya begitu saja ke bawa tangga. ia kembali berlari dengan penuh rasa gelisah dan dihantui ketakutan.

Ia tiba di lantai delapan gedung itu, tepat pada lantai tertinggi di sana lalu menghalangi pintu dengan barang-barang berat di ruangan itu dengan mata yang sudah memanas dan air yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Ia terduduk di lantai dengan mata yang mendongak ke luar pintu kaca yang besar. kembang api bersuara nyaring menghiasi langit malam yang penuh bintang, begitu indah bukan malam ini? tidak bagi dirinya.

Setetes kristal bening mulai menetes jatuh dari pelupuk matanya yang sudah memerah dan sembab, Isak tangis tak bisa teredam oleh ruangan hening. ia bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar pada balkon ruangan itu, ia menghampiri pembatas balkon yang terbuat dari kayu ukir, menatap ke bawah dengan perasaan yang hancur, ia sudah kehilangan segalanya. Menatap semua sahabatnya yang dulu di sisinya kini tertawa bahagia dengan orang yang paling ia benci seumur hidupnya, seorang yang merebut semua hal di hidupnya, dan setengah jiwanya. Ia menatap tajam pada seorang pengantin yang terlihat bahagia bersanding dengan seorang pria yang begitu tampan dengan setelan tuxido putih yang benar-benar mempesona, "harusnya gue yang ada di sana."

Suara dobrakan dari pintu yang sudah di tahan olehnya tadi sepertinya sudah di terobos oleh sesorang. Ia menengadah ke langit dengan senyum tulus yang tidak pernah ia tunjukkan sebelumnya kepada semua orang, "daripada gue tersiksa karena psikopat itu, lebih baik gue mati secara mandiri,"

Ia mengusap cincin berlian yang begitu indah di jari manisnya, "Mamah, jangan marah kalau Rora menyusul. Disini sakit Mah" ucapnya

Ia melangkahkan kakinya menaiki pembatas balkon, "setidaknya... gak ada yang sedih kalau gue pergi, gue bisa pergi dengan tenang dan gak akan ganggu Zera lagi"

Ia melangkahkan kakinya ke udara membuat tubuhnya terjun bebas ke bawah dengan keras. ia menghembuskan nafas terakhirnya tanpa sesorang di sisinya dan Aurora tidak akan mungkin mengganggu kehidupan Zera dan Alvin lagi.

SELESAI

Suara buku di tutup dengan keras terdengar oleh seorang gadis berambut hitam lurus dengan poni di jidatnya, ia merengut kesal menatap sampul buku yang baru saja ia baca, "gak adil banget" cetunya, "gue tahu dia Antagonis tapikan setidaknya beri dia kesempatan. dia cuma anak yang perlu kasih sayang keluarganya dan arah buat berubah, dia anak yang gak punya penunjuk arah" celotehnya.

Ia baru saja menamatkan sebuah Novel keluaran terbaru dan penjualan terbaik di pasaran, ia tertarik dengan ucapan orang-orang yang menyatakan jika Novel ini sangat seru dan Recommend, namun setelah ia baca tuntas bukan kesenangan yang ia dapat melainkan kekesalan dan frustasi. Novel Kisah Cinta Di Sma, Menceritakan tentang Zera Gadis polos, baik, dan pintar di sekolah yang merupakan kekasih Dari Protagonis pria yang di sukai banyak wanita, seperti tokoh Novel pasaran biasanya. Zera juga adalah saudari tiri sang Antagonis wanita, ibu Zera menikah dengan Ayah Antagonis wanita, membuat ia merasakan kasih sayang seorang ayah sekaligus kakak laki-laki, hidupnya terlihat sempurna? Ya, itulah mengapa sang Antagonis wanita iri hati dan berusaha merebut apa yang di miliki oleh Zera. Bahkan ia rela Merendahkan harga dirinya hanya untuk menarik perhatian kekasih Dari Zera, Sang Antagonis juga sering menggertak murid-murid yang menghalanginya termasuk Zera, Banyak lika-liku yang di lalui kedua Protagonis, terutama Protagonis wanita agar mendapatkan cinta sejatinya, bahkan nyawanya menjadi ancaman dari teror Antagonis wanita.

Di mana ada Antagonis wanita di sana juga ada Antagonis pria. Antagonis pria yang tergila-gila dengan Zera dan ingin merebut Zera dari Protagonis pria, tidak banyak yang di ceritakan tentang Antagonis pria. ia terakhir kali muncul saat Zera hendak di bunuh oleh Antagonis wanita di hari pernikahannya dengan Protagonis pria, di sana ia menggagalkan rencana antagonis wanita dan berniat membunuh Antagonis wanita, ia juga sering meneror Antagonis wanita karena sering mengusik Protagonis wanita, membuat sang Antagonis Wanita memilih untuk bunuh diri di malam pernikahan kedua protagonis.

Saat membaca ending yang di harapkan semua pembaca, Ia merasakan sebuah kejanggalan tentang cerita ini, cerita dari sang Atagonis wanita yang di ceritakan tipis-tipis tapi cukup jelas jika memang di baca dengan baik. menurutnya Antagonis wanita tidak salah, ia hanya ingin mengembalikan keluarganya, walaupun caranya salah.

Gadis itu meletakkan bukunya ke dalam tas ransel birunya "Udah deh mending gue balik ke rumah," monolog gadis itu meraih ponselnya dan menggendong ranselnya keluar dari sebuha tempat yang terlihat seperti sebuah rumah pohon yang sudah berumur itu.

Di bawah pohon ada sebuah motor Besar yang sudah menunggunya, Ia menaiki motornya meninggalkan kawasan rumah pohon itu menuju sebuah rumah sederhana yang tak terlalu besar cukup untuk dua orang hidup di dalamnya. Di halaman rumah sudah ada seorang wanita paruh baya sedang menyiram bunga, wajahnya nampak tenang, lembut dan teduh, gadis itu memarkirkan motornya di halaman rumah itu.

Wanita yang sedari tadi sibuk menyiram tanamannya pun mengalihkan atensinya pada gadis yang baru datang "Arabella, kamu ke mana saja? Mamah nunggu kamu dari tadi gak pulang-pulang mamah nelpon temen-temen kamu gak ada yang tahu kamu ke mana," ujar Ailen Diora yang terlihat raut khawatir di wajahnya

"Mama, Ara tadi ganti oli ke bengkel makanya telat mah" akunya dengan senyum manis yang berisi ribuan kebohongan

Ailen hanya menghela nafasnya untuk mempercayai ucapan putrinya "Yaudah masuk, ganti baju mamah udah buatin sup ayam sama ayam goreng kesukaan kamu," kata Ailen lantas memunculkan binar di mata gadis itu

"Iya mah," serunya, ia melangkah masuk ke rumahnya dan mengganti seragam sekolahnya dengan baju yang lebih santai. Saat ia pergi ke dapur Ailen sudah ada di sana menyiapkan alat makan di meja makan, gadis itu duduk berhadapan dengan Ailen menyisakan kursi di samping paling tengah alias kursi utama

Setiap Arabella melihat kursi itu kosong perasaannya selalu sesak dan kerinduan yang menerpanya mulai membuat sesuatu di dadanya berpacu lemah. Matanya mulai memanas dengan pelupuk yang sekuat tenaga menaha tumpukan cairan bening yang akan tumpah. setetes kristal bening terjatuh tanpa aba-aba, ia dengan cepat mengusapnya agar tidak terlihat oleh Ailen

Sebenarnya Ailen sudah peka dan mengetahuinya, dia putrinya jelas ia tahu. Arabella selalu mengingat mendiang ayahnya ketika berhadapan dengan meja makan yang berada di depan mereka. meja yang selalu diduduki oleh ayahnya ketika mereka makan bersama dengan gelak tawa bahagia, kini semua hanya kenangan yang tak dapat di ulang dengan orang yang sama, "Kamu merindukan Papa?" tanya Ailen membuat Arabella yang sedang menelan makanananya menoleh pada sang ibu. "Kamu masih belum merelakan Papa?" tanya Ailen menunggu jawaban dari putrinya

Arabella menghentikan makannya sejenak, ia menundukkan kepalanya dengan berusaha tegar ia berucap "Aku udah coba ikhlas kok Mah, lagipula kalau aku gak ikhlas Papah nanti gak tenang di sana." ucapnya mendongak dengan senyuman tipis di wajahnya yang nampak terluka seolah mencoba berkata jika ia tidak apa-apa.

Ailen meraih lengan anaknya yang ia genggam erat untuk menguatkan putrinya "Mamah harap kamu bisa terbiasa dan maaf keluarga kita gak kayak dulu lagi, masa Remaja kamu harusnya penuh dengan kehangatan malah harus berusaha Untuk mengerti ekonomi" ujar Ailen dengan nada sedih cukup menyesal

Arabella menggeleng "Maaa... bukan salah Mama, aku gak nyalahin Mama, aku beruntung punya Mama yang kuat dan hebat kayak Mamaku" bantahArabella

Ailen tersenyum tipis melepaskan lengan putrinya "lebih baik kita lanjutkan makan, Kalau nasinya gak di habisin nanti nasinya nangis"

Arabella mengangguk semangat untuk menghabiskan makanan yang sudah di masakkan oleh sang ibu.

Lihat selengkapnya