Aku tidak tahu apakah aku harus merasa beruntung atau tidak. Selain sosok yang selalu kutakuti dan selalu mengataiku pecundang itu tidak datang, sudah hampir 30 menit berlalu dan Hayashi-san tidak membuat keributan apa pun!
Meski cuaca diberitakan akan memburuk karena pergerakan angin dingin kencang yang akan melanda sekitar, pagi ini matahari bersinar cerah. Tentu dengan sedikit awan menggantung di beberapa bagian.
Seperti rencana semula, Himawari Roujin mengadakan pesta Natal dengan acara bernyanyi bersama, bertukar kado, menonton pertunjukan drama pendek, dan ditutup dengan makan bersama para pasien dan keluarga yang berkunjung. Pementasan drama pendek akan dilakukan oleh cucu dari para pasien, termasuk Sho. Meski bertanya-tanya siapa keluarga Sho di sini, aku benar-benar tidak sabar untuk melihat hasilnya!
Kami menjadi lebih sibuk ketika adanya acara seperti ini, tetapi rasanya sangat menggembirakan. Lagi pula, dengan segala kesibukan, aku bisa melupakan kejadian kemarin dengan lebih mudah. Kira-kira begitulah mood dan pikiranku. Sayangnya, harapanku lagi-lagi tidak terkabul.
Entah karena Dewa Keberuntungan pilih kasih antara pribumi dan bukan atau karena Dewi Kemalangan yang terlalu menyukaiku, yang pasti, dalam satu jam sejak acara dimulai, Mochizuki terus saja berteriak dengan mengatakan bahwa aku lamban. Terlebih ketika aku merasa sudah secepat yang aku mampu untuk membagikan kado-kado Natal untuk para pasien, rasa muak Mochizuki seolah-olah meradang tak habis-habis.
Mulai dari, “Jangan lamban, Jiji-san!”, “Apa? Kamu bahkan tidak mengerti huruf kanji sederhana ini? Aku tidak tahu anak kelas 5 lebih pintar daripada kamu!”, “Tidak perlu sok mengobrol dengan para pasien! Kamu itu belum punya hak!”, sampai yang terakhir adalah barusan, “Apa yang kamu lakukan! Kado milik X-san tertukar dengan milik X-san, kenapa kamu bisa begitu bodoh, sih!”
Aku tidak bisa lupa bagaimana wajahnya berubah merah, lalu ungu ketika menjerit-jerit seperti tadi. Rasanya seperti seseorang yang mati tercekik. Oke, aku akui memang aku salah membaca nama yang tertera. Namun, aku sudah minta maaf dan tidak ada satu pun para pasien mengeluhkannya. Mereka hanya tertawa sambil berkata tidak masalah. Aku tidak mengerti kenapa Mochizuki membuat segala sesuatu menjadi lebih sulit?
Senior Ana bahkan turun tangan untuk permasalahan ini. Ia menenangkanku dan Mochizuki sambil berkata bahwa seharusnya kita menikmati perayaan Natal ini bersama-sama. Setelahnya, Mochizuki seperti mencibir dengan ucapan cepat yang tidak bisa kutangkap sepenuhnya, lalu kembali ke ruang rekreasi. Wajahnya bahkan berubah 180 derajat hanya dalam beberapa detik. Sesungguhnya, aku kagum dengan kemampuannya itu.
“Tidak usah dimasukkan ke hati ya, Jiji-chan. Kudengar Mochizuki-san memang terkenal tegas, tetapi dia pegawai yang cakap. Kamu harus banyak belajar darinya.” Senior Ana tersenyum lelah seraya menepuk pundakku. Kemudian, ia kembali ke dalam. Sementara, aku hanya memperhatikan mereka serta keramaian yang mulai memadati seisi ruangan.
Aku melirik jam dinding dari arah luar pintu. Masih ada satu jam lagi sampai Sho dan teman-temannya mempertontonkan pentas drama pendek. Aku ingin melihat penampilan Sho dan yang lain. Sayangnya, aku belum melihat sosok Sho dan neneknya di sekitar sini. Karenanya, sebelum pentas dimulai, aku memutuskan untuk membantu persiapan untuk acara makan-makan bersama.