“Sudah kubilang, apa yang kukatakan itu benar! Pekerja asing itu hanya memperlambat dan membawa sial!” jerit Mochizuki seraya pura-pura bertelepon tepat di sebelahku.
Setelah Hayashi-san pingsan, keadaan roujin menjadi sedikit panik dan tegang. Senior Ana bersama Ami Sensei melarikan Hayashi-san ke rumah sakit yang berada persis di belakang gedung Himawari Roujin. Ando mengobati diri ke klinik dan beristirahat sejenak. Sementara, aku bersama Mochizuki, Moe, Saki, dan beberapa sif siang sibuk membagikan dan menemani para pasien serta keluarganya untuk makan siang.
Aku mendapat sedikit dispensasi dengan melakukan pekerjaan ringan saja. Oh, ya, Sho dan neneknya juga dibawa oleh Ando ke klinik untuk melihat apakah ada yang luka. Aku belum mendengar kabar mereka lagi setelah itu karena sibuk dengan acara makan siang bersama.
Aku tidak peduli lagi dengan apa yang akan Mochizuki teriakkan pada teman telepon palsunya atau tentang bagaimana kerutan di wajahnya membuatnya semakin terlihat frustrasi. Untuk sekarang, aku hanya peduli dengan nyeri yang semakin berdenyut di punggung. Tentu saja hal itu jauh lebih membutuhkan perhatian. Namun, sepertinya gadis itu tidak puas ketika aku tidak mencoba membela diri. Mochizuki terus saja berteriak dan ucapannya semakin ngawur. Apa memang yang diinginkannya adalah penyangkalan dariku sehingga ia bisa melabrak dengan lebih leluasa?
Saki dan Moe yang ada di mejanya juga tidak berani mengatakan apa pun. Mereka hanya menunduk. Raut lelah mereka terlihat semakin tertekan ketika Mochizuki memulai makian demi makian yang ia tujukan secara tak langsung kepadaku.
Oke, aku tahu aku memang pembuat masalah. Namun, aku tidak bisa memastikan bahwa bukan aku yang bersalah atas peristiwa yang menimpa Hayashi-san. Aku tidak tahu kenapa Mochizuki ingin melimpahkannya kepadaku. Oh, tentu saja ia tidak mungkin melimpahkannya pada Ando. Bagaimana mungkin Ando menjadi seseorang yang bersalah? Tentu saja semua harus aku yang menanggungnya.
Setelah kuingat-ingat lagi, akhirnya aku menemukan jawaban kenapa aku tidak asing dengan wajah Mochizuki. Jawaban itu datang bersamaan dengan foto pohon Natal yang Fera kirimkan beberapa saat lalu. Tidak hanya itu, ia juga bercerita mengenai acara jalan-jalannya bersama dengan teman-temannya sesama caregiver yang berasal dari negara lain. Mereka menikmati malam Natal dengan baik di area sekitar pohon Natal yang merupakan daerah pusat perbelanjaan.
Iri? Tentu saja! Sementara, aku menghabiskan waktu dengan ponsel yang sunyi dan pikiran-pikiran kalut, Fera bisa menghabiskan waktunya dengan sangat baik. Aku benar-benar iri. Dengan Fera, dengan keberaniannya, dengan kepercayaan dirinya. Seolah-olah Fera tidak memiliki beban hidup apa pun. Kenapa aku tidak bisa sedikit saja memiliki kepercayaan diri seperti dirinya?