Aku melenguh sambil merenggangkan tubuh dengan mengangkat tangan ke atas dan menariknya. Kegiatan ini dipercaya mampu membuat otot-otot yang kaku kembali rileks. Setelah membantu sif siang melaksanakan asistensi makan malam dan mengembalikan peralatan milik unit ke tempat cuci piring, aku kembali ke ruangan staf untuk melanjutkan lipatan origami burung bangau yang sudah kukumpulkan sebanyak 23 buah.
Setelah menawarkan ide dan diterima oleh Sho, aku meminta izin pada Nagase-san agar mereka menunda kepindahannya sampai Hayashi-san kembali dari rumah sakit. Semula, Nagase-san sepertinya merasa keberatan. Terlihat dari raut wajahnya yang muram. Namun, ia tidak langsung menolak dan memilih untuk menceritakan semuanya.
Dari Nagase-san aku tahu bahwa hubungannya dengan Hayashi-san adalah kakak-adik dan Sho adalah cucu dari Hayashi-san—bukan seorang istri seperti dugaan trio jompoers. Nagase-san bilang, dulu Hayashi-san adalah pengusaha yang cukup sukses dan dinilai sangat beruntung. Selain memiliki istri yang cantik, ia juga memiliki putra yang diyakini akan memiliki masa depan cerah.
Namun, segalanya berubah saat sang putra dikirim ke Vietnam sebagai perwakilannya untuk ekspansi bisnis ke sana. Putranya jatuh cinta dan membuat hamil gadis Vietnam. Keduanya ke Jepang untuk meminta restu Hayashi-san. Hayashi-san yang bersikukuh menentang pernikahan keduanya pun membuat segalanya kacau.
Sang anak kabur bersama gadis Vietnam tersebut. Sampai-sampai mereka membawa lari uang dari perusahaan cabang yang berada di Vietnam dan menipu para investor. Sejak itu, Hayashi-san mengalami kerugian besar, istrinya jatuh sakit sampai meninggal. Rumah dan semua hartanya disita. Sisa tabungan yang dimilikinya pun ia gunakan untuk membayar perjalanan ke Vietnam dalam pencarian sang anak.
Semula, ia akhirnya ingin memaafkan sang anak dan memintanya supaya mereka bisa tinggal bersama. Namun, yang terjadi selanjutnya lebih menyedihkan. Ia berhasil menemukan putranya bersama Sho yang hidup menyedihkan. Menantunya membawa kabur semua harta sang anak.
Hayashi-san sudah pernah mencoba untuk melapor, tetapi ia tidak memiliki bukti yang cukup. Hayashi-san meminta sang anak untuk membantunya mencari bukti-bukti perbuatan sang menantu. Namun, apa yang didapat hanyalah berita mengejutkan lainnya mengenai putranya yang mengambang dalam keadaan tidak bernyawa di sungai.
“Dulu, kakakku sangat menyayangi Sho. Dia bahkan membawanya ke Jepang dan menitipkannya kepadaku untuk dirawat. Dia bilang, dia ingin membereskan semuanya dan meminta keadilan. Namun, sepertinya hal itu tidak berjalan dengan baik. Dia tidak pernah kembali. Ketika suamiku meninggal, aku mengalami kesulitan biaya dan mencoba mencarinya untuk mengembalikan Sho. Aku segera menyusul lantaran mendengar dia berada di Osaka,” kata Nagase-san panjang lebar. Wajahnya sendu, terlihat di sudut matanya bulir bening yang siap jatuh.
Aku ingat, malam itu aku tidak lagi sanggup mengatakan apa pun. Termasuk pertanyaan lain mengenai siapa orang yang selalu mengantar si pria ketel tua sebelum ia akhirnya “terdampar” di Himawari Roujin selamanya. Bibirku terkunci rapat, ikut merasakan sesak yang mereka alami.
Sambil sesekali meminta maaf kepadaku, Nagase-san mengatakan hal yang sama seperti Sho. Hayashi-san sebenarnya adalah orang baik, hanya saja, luka batinnya terlalu dalam dan mungkin ia mengalami trauma pada orang asing. Setelah kupikir ulang, memang hanya aku orang asing di sana. Mungkin itu sebabnya Hayashi-san selalu marah hanya kepadaku.
Nagase-san juga berkata bahwa kepindahannya ke Hokkaido adalah karena masalah biaya. Tinggal di kota besar seperti Tokyo ataupun Osaka cukup membuatnya sulit. Toko bunga di bawah adalah peninggalan suaminya. Ia hanya meneruskannya saja untuk menyambung hidup.