“Jiji-chan, ini ranselmu.” Senior Ana meletakkan ransel yang sebelumnya kutinggal di restoran masakan Korea ke meja kerjaku.
“Ah, enaknya jadi pegawai asing. Diistimewakan dengan dalih baru belajar. Kemarin Hayashi-san, sekarang Sakura-san. Wah, bisa-bisa semua pasien masuk rumah sakit kalau begini caranya!” cecar Mochizuki dengan suara lantang dan tawa sumbang yang menghina. Sementara, aku hanya bisa diam.
Setelah kejadian malam itu, Sakura-san dilarikan ke rumah sakit yang berada di belakang roujin. Syukurnya tidak ada masalah serius pada Sakura-san. Ia memang hanya mengalami lecet di tangan dan lutut, tetapi dokter memperingatkan untuk tetap memperhatikannya karena kondisi Sakura-san yang sudah berumur, sehingga dokter menyarankan supaya Sakura-san selalu berada di bawah pengawasan.
Menurut kesaksian dari pihak keluarga, malam itu mereka memang berencana akan mengantar Sakura-san ke roujin karena esok paginya mereka harus pergi untuk perjalanan dinas, sehingga tidak ada orang di rumah yang bisa menjaga Sakura-san. Namun, ketika tuan rumah sedang mengeluarkan mobil dan nyonya rumah mengambil tas perlengkapan di dalam, Sakura-san tiba-tiba menghilang. Mereka pun mencarinya dengan panik.
“Sudahlah, Mochizuki. Ini bukan kesalahan Jiji-chan. Ia hanya kebetulan berada di sana dan kebetulan mereka bertemu.” Senior Ana menengahi.
Ando yang baru muncul dari ruang istirahat menambahkan, “Lagi pula, kalau Jiji-chan enggak ada, bisa jadi Sakura-san mengalami kecelakaan yang lebih menyakitkan dari ini. Menurutku, seharusnya kita berterima kasih pada Jiji-chan. Toh, pihak keluarga Sakura juga mengakui kalau ini adalah kelalaian mereka, kan?”
Aku yang sejak tadi menunduk, mulai sedikit mendongak. Melirik kecil ke arah Mochizuki yang sudah melihatku dengan tatapan supersinis, seolah-olah aku adalah penjahat cabul yang menjijikkan. Mochizuki sempat diam beberapa saat sebelum akhirnya ia menggebrak meja dan keluar ruangan.
Suasana berubah canggung sekaligus tegang. Tidak ada satu pun dari kami yang bicara. Senior Ana sibuk dengan berkas-berkas di tangan, sedangkan Ando sedang merenggangkan badan. Setelah malam yang panjang, kami berempat memang masuk di sif pagi. Sementara, Saki dan Moe mendapat sif siang—sama seperti kemarin.
“Jiji-san, kamu lupa menuliskan catatan untuk Tsutomu-san pada malam tahun baru, ya?” Suara Senior Ana memecah keheningan. Ketegasannya sebagai robot Ana telah kembali.
“Ah, benar. Maafkan saya. Akan saya perbaiki sekarang.”