Keadaan semakin runyam ketika dua orang staf yang sebelumnya Mochizuki ajak bicara di ruang makan—aku memang tidak melihat Mochizuki bicara pada siapa, tapi aku tahu mereka berdua adalah staf yang diajak Mochizuki bicara—datang sambil mendorong kereta dorong berisi peralatan makan kotor dan satunya lagi membawa celemek serta handuk bekas yang digunakan untuk asistensi makan siang.
Sejujurnya, aku tidak terlalu tahu bagaimana akhir pembicaraan mereka, tetapi ketika mereka melihatku sedang berpelukan dengan trio jompoers, seorang staf yang membawa celemek dan handuk kotor langsung melemparkan semuanya dengan kasar ke meja sebelah wastafel.
Ia kemudian berkata kalau aku terlihat punya banyak waktu luang dan menyuruhku untuk mengerjakan semuanya daripada hanya bermain-main—tentu dengan suara sinis—lalu pergi dengan langkah seperti orang marah.
Tidak berbeda jauh dengan staf satunya. Ia juga mendorong kereta berisi peralatan makan kotor, lalu pergi menyusul staf yang sudah keluar. Aku tidak mengenal baik keduanya seperti mengenal Saki dan Moe, atau Ando dan Senior Ana. Namun, aku tahu keduanya adalah staf yang bertugas bersama ketika aku menggantikan jadwal sif Senior Ana selama menunggui Hayashi-san di rumah sakit. Benar, mereka orangnya.
“Araa! Sepertinya kita harus segera kembali,” ujar Midori-san melepas pelukan pertama kali. Diikuti Sakabe-san dan terakhir Mitsuyoshi-san yang sebelumnya tertutup dengan tubuh Sakabe-san.
“Kamu benar. Kita enggak boleh ngasih Jiji-chan lebih banyak masalah.” Mitsuyoshi-san menimpali.
“Oh, Jiji-chan yang malang. Padahal kamu sudah bekerja sekuat tenaga. Aku tidak pernah melihat mereka dipukuli dengan ganas oleh Hayashi-san seperti memukulimu. Kenapa orang-orang selalu mengatakan hal jahat?” Sakabe-san memeluk kepalaku erat-erat.
“Ah, kalian tidak perlu khawatir. Aku akan baik-baik saja,” ujarku menenangkan mereka. Benar. Bagaimanapun juga, aku hanyalah seorang pekerja yang digaji di sini. Aku bukan keluarga mereka yang sesungguhnya. Aku tidak berhak menerima perlakuan istimewa terus. Mereka juga tidak perlu tahu bagaimana kesulitanku. Aku juga tidak boleh membuat mereka terus-menerus mengkhawatirkanku.
Setelah itu, ketiga jompoers buru-buru meninggalkan ruangan. Mereka sengaja berhenti sebentar di depan pintu dan celingak-celinguk untuk memastikan tidak ada orang yang melihat. Setelah melakukan clear area, mereka bertiga saling memandang dan mengangguk. Mereka pun melambaikan tangan untuk berpamitan kepadaku. Persis seperti yang dilakukan oleh Sho dan Asuka.
Aku hanya menarik napas melihat tumpukan piring dan cucian yang harus kukerjakan. Biasanya, setidaknya ada dua orang yang mengerjakan hal ini, tetapi kini aku hanya seorang diri. Sambil menguatkan diri, aku segera mengerjakan apa yang seharusnya menjadi pekerjaanku.
Beres mencuci, aku segera mempersiapkan teh sore dan camilan. Setelah selesai, aku menuju lantai dua untuk membantu Senior Ana membangunkan dan memindahkan para pasien dari kamarnya untuk berkumpul di ruang rekreasi.
Senior Ana melihatku dengan tatapan bingung. Mungkin ia ingin bertanya kenapa aku ada di sini dan bukannya bersama Ando, tetapi aku hanya tersenyum lebar memperlihatkan gigi tanpa berkata apa-apa. Karena itu, Senior Ana tidak lagi mempermasalahkannya.
Usai menurunkan pasien, aku segera membagi-bagikan handuk hangat—atau celemek untuk pasien yang makannya berlepotan supaya tidak mengotori baju mereka—dan membantu asistensi. Terlihat Saki dan Moe juga melakukan asistensi yang sama.