Dunia Kecil Jiji

Nuha Azizah
Chapter #39

Bab 39 Dukungan

“Jiji-san?”

Aku menoleh dan mendapati Sakura-san dengan kursi rodanya melambai dari arah lorong. Cepat-cepat, aku menghampirinya.

“Sakura-san? Apa ada yang bisa saya bantu?” tanyaku mendekat. Ia lalu berbisik, memintaku untuk membawanya ke taman. Aku pun menuruti keinginannya dan mendorong kursi roda Sakura-san ke sebelah bangku yang sebelumnya kududuki. Setelah mengunci rodanya, aku duduk di bangku yang bersebelahan tepat dengan Sakura-san.

“Apakah lukamu sudah membaik, Sakura-san?” tanyaku memperhatikan lengan dan lututnya. Sakura-san tersenyum mengangguk. Setelah kejadian malam itu, aku baru tahu setelahnya kalau Sakura-san mengidap demensia.

Malam itu, Sakura-san yang sedang menunggu menantu adiknya mengambil tas, memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar rumah. Namun, di tengah jalan tiba-tiba penyakitnya kambuh, sehingga ia lupa dan merasa ketakutan karena berada dan bertemu dengan orang yang dianggapnya asing.

“Ah, ini hari yang cerah. Sayang sekali kalau aku harus menghabiskan waktuku untuk tidur. Benar bukan, Jiji-san?”

“Ah, itu tidak salah, tapi menurutku tidur juga baik untuk kesehatan, Sakura-san. Kata orang, dengan tidur tubuh kita bisa meregenerasi sel-selnya dengan lebih baik.”

“Benarkah begitu?”

Aku tidak menjawab. Sakura-san sendiri kembali menikmati cuaca yang hangat. Setelah kami berselimut hening selama beberapa saat, Sakura-san yang sebelumnya memejamkan mata ketika angin lembut membelai wajahnya, kembali membuka matanya. Masih sambil menatap ke arah langit, ia bertanya, “Jiji-san, jika kamu bisa kembali ke masa lalu, apa yang ingin kamu perbaiki?"

Aku terdiam. Biasanya, kami—para caregiver—tidak disarankan untuk mengucapkan hal-hal sulit yang ditakutkan bisa melelahkan pada para pasien. Namun, sekarang justru aku yang harus berpikir keras menjawab pertanyaan seorang pasien. Meski aku tidak suka, aku tahu jawaban yang cocok untuk pertanyaan Sakura-san.

“Aku ... kalau aku bisa memutar balik waktu, aku akan lebih berani menyuarakan pendapatku, lebih berani menolak pada hal-hal yang tidak bisa kutangani, dan lebih menyayangi diriku dengan tidak memikirkan perasaan orang lain terus-menerus. Oh, aku juga tidak akan membuat ibuku cemas dan marah,” jawabku tersenyum. Sejujurnya, aku terkejut mendengar kalimat terakhirnya, tetapi hatiku menghangat ketika mengucapkannya.

Aku tidak tahu apakah jawaban ini bijaksana, tetapi Sakura-san tersenyum mendengarnya. “Kamu pantas untuk menjadi sedikit lebih egois demi membela dirimu sendiri, Jiji-san,” ungkap Sakura-san tertawa kecil. Sakura-san kembali memandang langit yang cerah. Kemudian, ia melanjutkan ucapannya, “Kalau aku, jika diberi kesempatan untuk kembali, aku akan meminta maaf dan memeluk putriku dengan lebih erat.”

Penasaran. Aku sangat penasaran. Namun, aku menahan diri untuk tidak bertanya, sedangkan pemilik cerita masih sibuk menatap langit. Matanya berkaca-kaca, sampai tiba-tiba air mata menetes. Aku menjadi sedikit panik, lalu memberikan saputangan kepadanya.

Lihat selengkapnya