“Jiji-chan, kelihatannya hari ini kamu lebih cantik daripada biasanya. Apa kamu ada kencan?” goda Sakabe-san melihatku dari atas sampai bawah. Sementara, aku hanya tersenyum malu-malu dan bergaya genit, membuat Mitsuyoshi-san dan Midori-san terkikik geli.
“Astaga, aku tidak tahu cucu kita sudah dewasa rupanya,” ungkap Sakura-san seraya menempelkan telapak tangan ke pipi dengan ekspresi cemas.
“Jiji-chaaan! Janji padaku kamu akan kembali, kan? Kamu enggak akan ninggalin kami di sini, kan?” Tsutomu-san mendekat, lalu membungkus tanganku dengan tangan keriputnya.
“Enggak, enggak, Tsutomu-san. Aku hanya ... ada janji kencan aja,” bisikku malu-malu. Semua memekik girang, kecuali Hayashi-san. Kakek tua itu kembali menjadi ketel tua yang terus mencerocos. Termasuk hari ini, ia adalah orang paling ribut yang menyuruhku untuk menjaga diri dan jangan memercayai lelaki mana pun, tidak membolehkanku pulang malam, dan melarangku berdandan terlalu cantik atau para pria aneh akan mengikutiku di jalan.
Senior Ana datang dan membubarkan kerumunan ini. Ia membujuk para lansia untuk menuju ruang makan karena sudah hampir waktunya makan malam. Namun, para lansia itu tidak menuruti permintaan Senior Ana. Mereka mengantarku yang sudah selesai sif pulang sampai depan pintu.
Bukan tanpa alasan, semua terjadi lantaran informasi soal aku minta menggeser hari libur menjadi esok pada Saki dan Moe bocor sampai ke telinga mereka. Setelahnya, mereka malah mendatangiku dan bukan menuju ruang makan.
“Astaga! Kayaknya kalo kamu jadi idol, penggemarmu kebanyakan kalangan lansia deh, Jiji-chan,” gurau Ando tertawa. Senior Ana melirik sinis kepada Ando dan menyuruhnya untuk berhenti tertawa.
Aku tidak tahu harus berterima kasih seperti apalagi pada Ando. Bahkan setelah aku menolak perasaannya, Andolah orang yang membantuku untuk mendapatkan izin cuti dan pulang ke Indonesia.
Kudengar, Mochizuki memutuskan untuk kembali ke Tokyo setelah Ando menolak perasaannya. Hal itu cukup menggemparkan Moe dan Saki. Senior Ana juga memberi info kalau minggu depan roujin kami akan kedatangan caregiver baru, yakni Fera dan teman-temannya. Tentu saja aku menjadi orang paling girang mendengar informasi itu.
“Sudah, sudah, kamu pergilah, Jiji-chan. Jangan buat kami menjadi lebih repot di sini!” usir Senior Ana seraya lambai-lambaikan tangan. Aku tertawa dan pamit.
Ah, ya, Ibu menepati janjinya setelah kejadian tempo hari. Aku diizinkan kembali ke Jepang untuk menyelesaikan kontrak dan Ibu akan menungguku pulang di Indonesia. Seminggu dua kali, Aryo datang ke rumah bersama Anza untuk menemani Ibu. Entah bagaimana mulanya, kini kami menjadi akrab.
Melalui panggilan video, Ibu bercerita kalau ia baru saja mendapat undangan pernikahan Bebi dan Putra dari ibunya Bebi. Ibu bahkan mengacung-acungkan undangan di tangannya yang terlihat tipis dengan wajah nyinyir khasnya. Kemudian, bercerita kalau gosip tentang Bebi yang hamil di luar nikah itu menjadi santer dan tersebar kompleks.
Aksi ibunya Bebi yang datang meminta pertanggungjawaban Putra ke rumahnya bahkan sempat menjadi tontonan warga. Ditambah dengan drama kalau ibunya Putra sempat tidak sudi bertanggung jawab atas perlakuan anaknya dengan mengusir ibunya Bebi.