Dunia Kecil; panggung & omongkosong

Syauqi Sumbawi
Chapter #10

Fragmen 10

Fragmen

SEPULUH

      

Kacau, kacau?! Lagi-lagi aktor kacangan pemeran Yangrana itu. Ia benar-benar tak bisa mengatur hajat biologisnya. Ah, sama mencret saja kalah. Dasar manusia lemah! Dan kalau saja saya memiliki aktor lain dan mampu memerankan tokoh Yangrana, sudah pasti ia saya suruh untuk menggantikannya. Sungguh sial!

Apa? Anda menyuruh saya untuk tidak menghakimi?! Lho, apa saya seperti menghakimi? Tidak. Saya tidak menghakimi. Tapi, saya marah. Biasa kalau marah, saya bicara tak karuan. Terkadang juga mengejek dan memojokkan. Dan entah, apakah si aktor kacangan itu patut disalahkan atau tidak. Karena ia bingung dengan dirinya sendiri. Aneh. Katanya, setiap kali lampu panggung mati dan ia keluar panggung, tiba-tiba ia merasa perutnya mules. Lantas mencret. Tapi kalau sedang bermain di panggung dan memerankan tokoh Yangrana, mules-nya itu hilang dengan sendirinya.

“Kalau begitu, kamu terus saja menjadi Yangrana,” kata saya di belakang panggung tadi.

Bagaimana aku terus berperan sebagai Yangrana seperti yang sampeyan maksudkan?! Sebab setiap kali lampu panggung mati, aku tak punya kesadaran lain selain bahwa aku adalah seorang aktor yang harus tahu kapan waktunya masuk panggung untuk adegan berikutnya dan berperan sesuai dengan skenario. Perlu sampeyan tahu, di luar panggung saya tidak bisa menjadi Yangrana. Dan kalaupun itu memungkinkan dan dia memang pernah hidup di dunia, saya juga tidak mau menjadi dirinya. Yangrana cukup hidup sekali. Saya tak perlu menjadi Yangrana yang kedua. Itu namanya plagiat. Saya punya jalan hidup sendiri, yang lain daripada yang lain. Begitu juga orang lain, begitu dalihnya.

Wah, tambah rumit, bukan?! Untunglah, ada si stage manager yang cekatan itu. Ia segera menyuruh seorang perempuan cantik untuk mencoba menjembatani suasana antara anda sebagai penonton dan panggung, seperti yang baru saja anda lihat. Perempuan cantik itu segera keluar dan berterus-terang kepada anda, bahwa telah terjadi kesalahan teknis di belakang panggung. Dan perempuan cantik itu meyakinkan anda untuk tidak menjadi gusar, karena sembari menunggu persiapan adegan selanjutnya, sebentar lagi panggung diisi dengan acara pembacaan puisi.

Itulah inisiatif si stage manager yang cekatan itu. Saya benar-benar beruntung punya rekan kerja yang bisa diandalkan.

Dan lihatlah, aktor yang memerankan tokoh Papa itu sudah di atas panggung. Kalau anda ingin tahu tentang kesehariannya, karakternya tidak berbeda jauh dengan tokoh yang diperankannya. Banyak bicara dan gayanya (sok) berwibawa. Maklumlah, selain menyandang predikat aktor yang punya jam terbang tinggi, dia seorang mahasiswa jurusan komunikasi yang bisa menempatkan posisi. Dan perhatikan bagaimana caranya merebut simpati anda. Benar-benar aktor jempolan, bukan?!

Mari, kita nikmati pertunjukan pembacaan puisinya.

*

 

selain kita menciptakan kehidupan

Lihat selengkapnya