Dunia Kecil; panggung & omongkosong

Syauqi Sumbawi
Chapter #13

Fragmen 13

Fragmen

TIGABELAS

“Selamat datang, Tuan Yangrana,” sambut laki-laki itu kemudian menjabat tangan Yangrana. Sementara suara orang membaca puisi secara bergiliran itu terdengar mereda.

Dalam remang cahaya obor di dinding-dinding lorong, Yangrana mengamati sikap laki-laki itu. Ia teringat laki-laki yang pernah ditemuinya dalam perjalanan menyusuri lorong beberapa waktu yang lalu. Berdiri membelakangi dinding batu yang kelam, mengakhiri panjang lorong. Berpakaian seperti dirinya, tangannya disatukan di depan perutnya serta wajahnya yang senantiasa menggambar senyum.

“Bagaimana kabar anda? Baik-baik saja, bukan?!” Laki-laki itu diam sejenak, menatap Yangrana mengangguk pelan dengan sedikit mengembangkan senyum.

“Sudah beberapa waktu yang lalu saya mendengar kabar bahwa anda akan datang. Dan sebagai seorang tuan rumah yang baik, saya segera mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan anda,” lanjutnya.

Yangrana diam sembari mengembangkan senyum sesekali. Ia mencoba tak terganggu untuk menanyakan sesuatu kepada laki-laki itu.

Ehm, mari silakan masuk!”

Laki-laki itu memutar tubuhnya. Sebentar sebagian dinding batu yang kelam itu bergeser ke kiri, memperlihatkan sebuah ruangan. Laki-laki itu kemudian masuk dengan kelincahan seorang tuan rumah yang gembira dengan kedatangan seorang tamu. Dan Yangrana pun mengikutinya dengan kesopanan yang selayaknya. Kesopanan seorang tamu.

Yangrana mengarahkan matanya mengawasi ruangan itu. Ia teringat pada ruangan yang pernah dikunjunginya beberapa waktu yang lalu. Ruangan berbentuk kubus. Bangunan kubus berdinding kaca seperti aquarium besar tanpa air dengan patung-patung yang melayang-layang di dalamnya. Hanya ukuran yang membedakan kedua ruangan itu. Ruangan ini lebih besar ukurannya. Panjang sisi tiap dinding batunya berkisar 20 meter. Sementara sisi-sisi aquarium itu berukuran lebih-kurang 10 meter. Ratusan patung anak kecil dengan segala macam aktifitas hidup dari kehidupannya melayang-layang di dalamnya. Beberapa patung terlihat tengah bermain; sepak bola, perang-perangan, layang-layang, dan segala macam permainan lainnya. Beberapa patung tengah belajar mengaji pada seorang ustadz. Beberapa patung tengah berenang. Sekolah. Menyabit rumput di lapangan. Mengembalakan kambing. Dan sebagainya.

Sementara laki-laki itu, dalam cahaya terang terlihat mirip dengan laki-laki yang pernah ditemui Yangrana beberapa waktu yang lalu. Hanya jenggot setengah hitam setengah putih yang tumbuh seperti stalaktit pada dinding goa dan kumis setengah hitam setengah putih yang tidak ada pada laki-laki itu, yang memberi perbedaan di antara keduanya.

“Silahkan duduk,” kata laki-laki itu dengan isyarat tangan menunjuk pada meja kursi di sebelah kanan mereka berdua. Yangrana tersenyum, kemudian menarik kursi bambu dari kolong meja. Sebentar terdengar derit kecil keluar dari gerakan tubuhnya yang duduk.

“Anda tahu, Tuan? Berapa lama anda berjalan menyusuri lorong hingga sampai di sini?” kata laki-laki itu. Yangrana menggeleng.

“Sepuluh tahun,” tambahnya.

“Sepuluh tahun?! Selama itukah?”

Laki-laki itu mengangguk pelan dan tersenyum. Kemudian melangkah mendekati meja di sudut ruangan sebelah kiri-belakang aquarium, meninggalkan Yangrana yang diam berpikir. 

“Apa anda tahu tentang dunia kecil?” kata Yangrana.

“Dunia kecil?! O, ya. Bagaimana pendapat anda sendiri setelah beberapa tahun tinggal di sini?” kata laki-laki itu tengah mengambil sebuah poci dan gelas kecil dari tembikar. Yangrana diam. Pandangan matanya menerawang, menembus tubuh laki-laki itu yang berjalan mendekat.

Lihat selengkapnya