Dunia Kecil; panggung & omongkosong

Syauqi Sumbawi
Chapter #19

Fragmen 19

Fragmen

SEMBILANBELAS

      

Di ujung lorong, di bawah remang cahaya obor, Yangrana melihat seorang laki-laki berdiri di sana. Menyambut kedatangannya. Ia tersenyum menatap Yangrana yang bertambah dekat jaraknya seiring langkah kakinya setapak demi setapak. Perlahan suara orang mbalang kitab kuning mereda. 

“Syukurlah. Anda datang juga. Mari kita berjabat tangan,” kata laki-laki itu tersenyum seraya mengulurkan tangan. Yangrana menyambutnya.

O, tangan anda terasa dingin,” kata laki-laki itu tersenyum. “Bagaimana kabar anda, Tuan Yangrana?”

“Lelah.”

“Anda lelah?! Ya, maklumlah. Anda telah berjalan selama lima tahun. Ehm, … kalau begitu, mari kita beristirahat di dalam,” katanya.

Laki-laki itu berbalik, menempelkan telapak tangannya ke dinding. Seketika sebagian dinding bergeser menciptakan liang sebagai pintu masuk.

“Kenapa saya di sini?” kata Yangrana. Laki-laki itu membalikkan tubuhnya menghadap Yangrana seraya tetap tersenyum.

“Itu sebuah pertanyaan yang harus anda jawab sendiri, Tuan Yangrana. 

“Sudah tiga kali ini,…”

Ehm, Tuan Yangrana,” potong laki-laki itu. “Bukankah akan lebih baik kita beristirahat sembari bercakap-cakap di dalam saja?! Saya tahu anda lelah dengan perjalanan anda. Di samping itu, di sini dingin sekali. Mari!” Laki-laki itu kemudian memasuki ruangan itu.

Sebentar hanya kebisuan yang merayap di sekitar. Dinding sepanjang lorong bungkam dari gema. Dan lembab. Seperti tak kuasa menahan hawa dingin yang menempeli di sekujurnya. Yangrana masih berdiri di tempat. Pandangan matanya menerawang jauh menembus bagian ruangan itu lewat liang pintu. Di sana, di bawah curahan cahaya yang terang, laki-laki itu terlihat mengambil sebuah poci dan gelas kecil dari tembikar. Kemudian tak terlihat lagi. Hilang oleh langkahnya menjauhi pandangan. Sementara Yangrana terus berpikir tentang apa yang dialaminya. Mencoba mengorek-orek sesuatu dalam hidupnya untuk menyusun jawaban dari semua pertanyaan yang bertengger di kepalanya. 

“Masuklah, Tuan Yangrana!” panggil laki-laki itu dari dalam membongkar kebisuan. Seperti tersadar, Yangrana menengokkan kepalanya ke kanan-kiri. Kemudian ke belakang. Ke ujung lorong yang berjarak lima tahun perjalanan. Ujung lorong yang beku terserang dingin. 

“Tuan Yangrana?! Atau barangkali anda ingin tetap di luar saja?! Tidak apa-apa.”

Yangrana membalikkan tubuhnya sembari mendekapkan kedua tangannya menahan hawa dingin. Sebentar ia menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya, sembari meniup-niupnya. Perlahan kehangatan tercipta, merayapi kulit di sekujur tubuhnya. Kemudian ia berjalan memasuki ruangan itu. 

Dinding bergeser menutup seketika, setelah Yangrana berada di dalam. Ruangan itu seperti ruangan yang pernah dikunjunginya. Berbentuk kubus dengan panjang tiap sisinya lebih-kurang 10 meter. Juga aquarium besar berbentuk kubus yang tegak di tengah-tengah ruangan. Panjang tiap sisinya berukuran 5 meter. Di dalamnya, ratusan patung anak muda dengan segala aktifitas hidupnya melayang-layang. Berangkat mengaji. Bermain gitar. Membikin kerajinan tangan. Dan sebagainya.

Lihat selengkapnya