Fragmen
DUAPULUHLIMA
Sampailah Yangrana melihat seseorang berdiri di depan sana. Bersama jarak yang semakin dekat, dengan curahan remang cahaya obor, laki-laki itu tampak seperti tiga orang laki-laki yang pernah ditemuinya. Berpakaian seperti dirinya dan kedua tangannya saling terkait di depan perutnya. Tersenyum menyambut kedatangan Yangrana.
“Salam sejahtera, Tuan Yangrana. Selamat datang,” kata laki-laki menjabat tangan dan memeluk Yangrana, seperti dua orang sahabat yang lama tak berjumpa.
“Anda tahu, sepanjang menunggu kedatangan anda, saya tak henti-hentinya mengusir resah. Saya berpikir, jangan-jangan anda tidak akan pernah datang. Akan tetapi, terdampar di sebuah tempat yang tidak semestinya untuk anda selamanya. Rupanya, tidak. Anda telah di depan mata saya sekarang,” kata laki-laki itu tersenyum. “Tuan Yangrana, anda baik-baik saja, bukan?”
“Seperti yang anda lihat.”
“Syukurlah, …. dan Puji Tuhan yang telah mempertemukan kita di sini. Di dunia kecil ini.” Laki-laki itu sejenak diam dan tersenyum.
“Yah, mari silahkan masuk. Anda pastinya lelah,” lanjut laki-laki kemudian membalikkan tubuhnya.
Perlahan sebagian dinding itu terbuka. Menjadi liang pintu. Memperlihatkan sebagian dari keadaan ruangan itu. Laki-laki itu melangkah masuk. Sementara Yangrana hanya diam dengan mata jauh menerawang. Ia teringat tiga peristiwa yang pernah dialaminya.
“Tuan Yangrana?!” terdengar suara laki-laki itu memanggil. Yangrana beranjak menyusulnya.
Seperti juga ruangan-ruangan sebelumnya, ruangan itu berbentuk kubus dengan panjang antar sisinya 10 meter. Aquarium kubus dengan panjang sisinya 5 meter. Meja dan kursi tamu. Meja beserta poci dan gelas kecil dari tembikar di salah satu sudut ruangan.
“Silahkan duduk, Tuan Yangrana,” kata laki-laki itu dengan sikap seorang tuan rumah yang tahu sopan santun. Segera Yangrana mendudukkan tubuhnya di kursi.