Fragmen
DUAPULUHTUJUH
“Lantas apa yang terjadi selanjutnya?” kata Yangrana setelah cukup lama mereka berada dalam diamnya masing-masing.
“Apa yang terjadi selanjutnya?!” Laki-laki itu tersenyum. Diam sejenak. “Tuan Yangrana, jika anda pada posisi saya, apa yang akan anda lakukan?”
“Saya akan terus berusaha untuk keluar dari keadaan itu,” katanya.
“Begitukah?”
“Ya. Sudah semestinya seseorang terus berjuang untuk hidup.”
“Benar. Terus berjuang untuk hidup. Dan itulah yang harus anda lakukan sekarang ini?”
“Saya?!” seru Yangrana.
“Tentu saja anda. Bukan saya. Karena memang di sini tempat saya. Sementara anda,… tidak semestinya tetap di sini. Karena ini bukan tempat anda untuk hidup.”
Yangrana diam berpikir.
“Anda tahu maksud saya?” kata laki-laki itu.
“Ya. Saya harus pergi dari sini,” kata Yangrana diam sejenak. “Akan tetapi, bagaimana saya bisa pergi dari sini?”
“Itu masalah anda, Tuan Yangrana. Saya tidak tahu tentang hal itu. Sebab keberadaan saya di sini hanya untuk mengingatkan anda. Menjadi pelajaran. Bukan pemberi atau solusi itu sendiri.”
Yangrana diam. Tatapan matanya menerawang jauh menembus aquarium besar di tengah-tengah ruangan itu. Kemudian ia menggumam.
“Ada apa, Tuan Yangrana? Anda menggumam sendiri,” kata laki-laki itu membangunkan dari lamunan.