Tidak begitu jauh dari desa Kuwat ada sebuah benteng kecil yang terlihat tua ber cat hitam namun masih sangat kokoh. Tanah di sekitarnya gersang tanpa pepohonan kecuali tanaman rambat di sekitar bangunan. Jika hanya sekilas melewati tempat ini mungkin kau akan mengira kalau ini hanyalah sebuah benteng kecil yang ditinggalkan namun jika melihat baik-baik kau masih akan menyaksikan beberapa penjaga duduk dan berkekeliling di sekitarnya juga ada beberapa 'orang' berpakaian hitam-hitam yang keluar masuk.
Kied adalah seorang penjaga tua yang menjaga ruangan jimat sedang duduk bermalas-malasan seperti biasanya, ia sudah mendapatkan pekerjaan ini selama puluhan tahun, pekerjaan paling membosankan namun paling mudah dan aman. Namun hari itu bukan hari yang seperti biasanya, tubuhnya tiba-tiba bergetar dan panik melihat beberapa jimat terbelah sekaligus dan yang terakhir terbakar api hijau yang artinya salah satu prajuritnya sudah hampir tertangkap dan memutuskan untuk mengakhiri dirinya sendiri.
Kied dengan kaki pincangnya berlari sekuat tenaga hingga sampai di sebuah ruangan yang di jaga oleh dua pengawal berpakaian hitam-hitam. "Aku harus berbicara dengan tuan" ucapnya, "Ini penting!"
Kedua pengawal saling berpandangan mencoba mengambil keputusan. "Tunggu disini."
Salah satu pengawal masuk kemudian, Kied menunggu dengan tidak sabar sambil bertumpu dengan kaki satunya hingga akhirnya pengawal itu kembali. "Masuklah!"
Perlahan pria tua itu membuka pintu, aura panas memancar dan aura kegelapan yang menekan batin terasa, hal ini tentu saja membebani tubuh dan jiwa Kied. Menemui tuannya mungkin adalah hal yang paling ia benci dari pekerjaannya.
"Tuan Ilzabu." Keid bergegas berlutut saat melihat punggung sang tuan dengan pakaian merah kesukaannya.
Ilzabu sedang duduk bersila di tengah ruangan dikelilingi api merah yang menari nari dengan indah disertai aura kegelapan, tenang duduk disana tanpa kawatir api tersebut akan melukainya. Ia lantas membuka mata. "Kieed, sebaiknya kau tidak menggangguku tanpa alasan, kau tahu aku sudah berlatih untuk mencapai tingkat Madya bukan?"
Kied hanya penjaga biasa, ia bahkan merasa tidak mampu untuk mencapai mula, tubuhnya menggigil ketakutan oleh aura mula tingkat akhir tuannya, rahangnya bergetar namun ia lantas memberanikan diri untuk berbicara. "Hamba ti . .tidak berani tu . .tuan."
"Bicara lah!"
"Ba . . baik, tuan ingatkah kelompok Jozeb yang anda perintahkan untuk menangkap seekor naga kecil yang kabur? jimat mereka baru saja rusak, bahkan jimat milik Jozeb sendiri terbakar api hijau."
"Jozeb bunuh diri?"
"Benar tuan, hamba tau sendiri kemampuan kelompok mereka, mereka tidak pernah gagal menjalankan misi sebelumnya namun . ."
"CUKUP, aku mengerti, pasti ada pendekar yang cukup sakti untuk membuatnya mengambil keputusan begitu." Ilzabu lantas berdiri, api dan kegelapan yang mengelilinginya diserap masuk kedalam tubuh. wajah pucat dan tampannya kemudian semakin jelas, ia nampak seperti pemuda berusia dua puluhan namun usia yang sebenarnya tentu saja sudah jauh lebih tua. "Sudah puluhan tahunnya sejak ada sesuatu yang menarik terjadi, aku akan pergi sendiri. Katakan dimana lokasi mereka mati?"
"Tu . ..tuan sendiri? ah . . maafkan hamba, Jika hamba tidak salah mereka terakhir menuju . . ."
Desa Kuwat
Kau tidak akan menemukan aura keceriaan sore itu di desa. Mayat para pendekar yang meninggal telah di kuburkan, kau bisa melihat beberapa orang yang mungkin adalah kerabat mereka di dekat gundukan tanah yang masih basah. Tidak semua pendekar adalah orang yang berasal dari desa memang, bahkan ada yang berasl dari tempat yang sangat jauh. Aparatur desa yang sibuk bolak-balik kembali memeriksa catatannya memastikan para pendekar yang meninggal akan mendapatkan balasan yang layak.
Para penduduk yang entah bersembunyi dimana telah kembali, beberapa berwajah muram menatap puing-puing bekas bangunan miliknya dan beberapa memilih segera masuk kedalam rumah dan mengunci pintu.
"Kau akan pergi pendekar?" Aparatur desa menatap sedih berharap Guntur akan tinggal lebih lama dan melindungi desanya kalau-kalau sang naga kembali.
"Tidak ada alasan untuk tinggal, naga itu mungkin akan menuju desa selanjutnya. Aku akan mengejarnya dan membalas dendam kepada kelompok jubah hitam itu!" Guntur baru sadar ternyata ia masih terus memegangi tombaknya, ia lalu bergegas memasukannya ke gelang penyimpanan.
Laksmi menatap iba namun ia tidak yakin untuk mengatakan hal yang sebenarnya akan membuat semuanya menjadi lebih baik, ia takut kalau guntur akan marah dan melukai sang naga jika tahu kebenarannya. Disisi lain ia ingin memberitahu kalau kelompok jubah hitam itu telah mati. "Sebaiknya berhati-hati." Ucapnya lembut.
Pendekar Angin Timur menggeleng dengan sedih, "Dendam tidak akan menghasilkan apapun, sebaiknya kau melupakannya dan mencari tujuan baru."