Tidak jauh dari Darma beberapa pendekar berbisik satu sama lain sambil mendengarkan penjelasan sang penemu gua. Kebanyakan bermuka masam dan kesal, "Siapa sebenarnya pria itu? orang macam apa yang mampu membuat dua pendekar di tingkat Madya menjadi pengawalnya? setahuku kerajaan sungai permata saja hanya memiliki satu pendekar di tingkat madya, ini ada dua dan mereka tampak sangat patuh dengannya." Ucap salah seorang pendekar.
"Ku dengar dia seorang pangeran dari kerajaan yang sangat berpengaruh." Sahut pendekar lain.
"Benar kah?"
"Kau lihat kesana." Pendekar lain menunjuk ke arah seorang pemuda perbaju putih di barisan paling depan, "itu adalah pangeran dari kerajaan sungai permata, bahkan pewaris tempat ini saja hanya diam berdiri tanpa bisa melawan, menurutmu bagaimana?"
"Stt... kalian terlalu berisik, aku tidak bisa mendengarkan dengan jelas" protes yang lain.
Berkat elemen anginnya Darma tentu saja dapat dengan jelas setiap percakapan yang terjadi di dalam gua itu, jangankan dekat, bahkan dalam jarak ratusan meter selama ada angin yang berhembus maka ia akan dapat mendengarkan dan merasakan apa yang sedang terjadi. Darma spontan melirik pemuda berbaju putih yang pendekar itu bicarakan, pakaiannya memang sangat berkelas dan terbuat dari bahan yang mahal, begitu pula riasan berwarna emas di bagian tangan dan kerah bajunya. "Pangeran kerajaan Sungai Permata?" gumamnya sendiri.
Laksmi yang sadar dengan raut wajah teman perjalannya tidak bisa tidak bertanya, "Kenapa Mata? apa ada sesuatu?" Ia menyadari kalau pemuda di sebelahnya memiliki indra yang lebih sensitif, mungkin saja kalau ia menyadari keganjilan atau sesuatu yang tidak ia rasakan.
Darma menggeleng pelan sambil tersenyum, "Tidak ada, hanya apa mungkin kalau kita sebaiknya tidak mengikuti pencarian ini dan kembali ke perjalanan kita, mungkin . . . ah mungkinkah gurumu menunggu kan?"
Laksmi mengerutkan kening dan mendekatkan wajahnya, "Kau bertingkah cukup aneh, apa ada sesuatu yang kau sembunyikan? atau ada yang aneh dari tempat ini?"
"Eh, tidak, tidak ada."
"Wajahmu mengatakan sebaliknya."
Kebohongan sepertinya memang bukan salah satu keahlian Darma, ia tidak mampu bersilat lidah dan mengarang kata-kata, kehabisan ide akhirnya ia menyerah untuk membuat cerita. "Tidak ada yang aneh dengan tempat ini, justru aneh bukan kalau tempat seperti ini tidak menyimpan keanehan? hanya saja ada seseorang di depan sana yang tidak ingin aku temui."
Lakmi menatap wajah Pendekar Matahari sejenak dan menganggukan wajahnya. "Baik kau tidak berbohong sekarang, itu alasan yang masuk akal, aku juga pernah merasakan hal yang sama saat bertemu dengan adik seperguruanku yang menyebalkan. Ngomong-ngomong orangnya yang mana?"
"Eh, bukan hal yang penting, kalau aku menunjuk ke arahnya mungkin ia akan sadar dan mungkin ia tidak mengenaliku. Sudah cukup lama kita tidak bertemu."
"Kenapa? apa kau punya masalah dengannya?" Laksmi menjadi penasaran.
"Bukan masalah, tidak apa-apa, eh lihatlah! mereka sudah mulai masuk, apa kita juga akan ikut?" Darma mulai melangkah tanpa menghiraukan Laksmi yang masih menatapnya dengan penasaran.
Perlahan barisan di depan mulai menghilang ditelan kegelapan di balik pintu masuk yang ada di ujung gua, Darma memperhatikan bahwa sang pangeran kerajaan Sungai Permata berhenti sebentar di depan pintu berbisik sesuatu pada Loekman lalu ikut masuk kedalamnya. Saat sang pangeran menoleh sejenak Darma dapat melihat wajah sang pangeran, wajahnya tidak banyak berubah dari yang ia ingat, hanya lebih kurus dan putih terawat.
"Mata, barisan depan sudah maju." Bisik Laksmi.
Tersadar dari lamunannya Darma berbegas maju merapat dengan barisan di depannya hingga tiba di mulut gua, ia sekilas menatap Loekman dan kedua pengawalnya sebelum akhirya juga di telan oleh kegelapan gua disusul oleh Laksmi dan Ilzabu yang saat itu telah berada tepat di belakang mereka.
Seorang pengawal Loekman berkedip dan melirik sekilas ketika Darma dan Ilzabu melewatinya, Pengawal di sebelahnya menyadari pergerakan kawannya dan bertanya "Ada apa?"