"Apa kau yakin Mata? aku tidak bisa melihat atau merasakan apapun yang ada di dalam sana." Laksmi berbicara sambil berusaha mengatur nafasnya.
"Entahlah, tapi sepertinya begitu. Kalau begitu aku akan masuk duluan." Darma bersiap melompat masuk namun tangannya di sambar oleh Laksmi. Ia berbalik dan menoleh ke arah gadis berpakaian ungu di sebelahnya. "Kita pergi bersama" Ucap Laksmi dengan wajah merah.
Ilzabu yang menonton dari belakang jadi tidak sabaran, "Kalau begitu aku yang pergi duluan." Ia menyelinap diantara keduanya, dengan sengaja agar mereka melepaskan tangan lalu melompat masuk kedalam lubang.
"Aku juga akan pergi, sampai jumpa di dalam." Talim memberi salam lalu ia juga melompat masuk.
"Apa kau baik-baik saja kak?"
Menarik nafas dan menghembuskannya perlahan akhirnya irama jantung dan paru-paru Laksmi sudah kembali normal. Ia sudah menduga berbagai macam hal akan terjadi ketika memasuki tempat ini, namun tidak pernah terpikir olehnya kalau tempat ini akan menjadi sangat berbahaya. "Aku baik-baik saja. Ayo kita masuk!"
Mengambil aba-aba Darma memberi komando "Dalam hitungan ke 3 . . . 1 . . . 2 . . . 3 . . ."
Saat memasuki gerbang itu ada perasaan aneh yang tidak biasa. Laksmi dan Darma melompat bersamaan, Darma merasa yakin kalau laksmi tepat melompat di sampingnya. Awalnya ia seperti memasuki ruangan kosong yang gelap, namun seketika langit menjadi sangat cerah memaksanya untuk menutup mata, Seketika suara gemuruh yang sangat kencang memekakan telinga Darma dan ia merasa seolah terjatuh dari ketinggian, jika ia telat sedikit saja membuat perlindungan, maka tubuhnya mungkin sudah tercabik-cabik oleh angin puting beliung yang berputar-putar melewati tubuhnya. Ia memasang mata untuk mencari tempat ber pijak, "disana!" Darma berusaha 'melayang' melesat ke arah sebuah bukit kecil tidak jauh dari tempatnya terjatuh.
Bukit itu cukup aman saat ini tidak tersentuh oleh angin puting beliung, ia mencari pijakan aman dan berusaha mengatur nafas. Saat itulah ia mulai menyadari kalau Laksmi tidak ada di sebelahnya, "apa yang sebenarnya terjadi?" Darma menatap banyak sekali angin puting beliung berputar-putar di sekelilingnya tanpa saling bersentuhan seolah memiliki jalurnya masing. JIka ia tidak menguasai elemen angin mungkin saat ini ia sudah tersedot kedalam pusarannya dan entah apa yang selanjutnya terjadi.
"Apa aku masih ada di dalam gua?" ia menatap awan berwarna hitam pekat diatas langit namun matahari dan langit biru masih terlihat dari kejauhan.
Laksmi merasa matanya mulai berat dan mendadak kehilangan kesadaran begitu melompat kedalam ia dapat merasakan tubuhnya terjatuh ketanah dan akhirnya pingsan. Entah berapa lama akhirnya ia kembali sadar, dengan berat hati ia membuka matanya dan berdiri. "Apa ini . . ." Laksmi takjub sekaligus heran mendapatinya berada di tengah-tengah hamparan ladang bunga yang sangat luas. "Apa ini ilusi lainnya?"
"Ini bukan ilusi." Darma mencoba menembus angin puting beliung tanpa pertahanan dan mendapati dirinya terlempar sangat keras dengan pakaian robek dan luka dibeberapa tempat. Jika ia hanya manusia biasa mungkin kini sudah tercabik-cabik dan mati. "Aku harusnya memulai dengan melempar batu atau ranting pohon." Menatap pakaiannya ia merasa sedikit menyesal.
Kali ini Ia melompat ke dasar dan sekali lagi memasuki putaran angin puting beliung dengan pelindung, ini tidak seperti angin yang biasa, angin sangat cepat dan tidak mematuhi keinginannya dengan mudah terus menerus berusaha mengacaukan perlindungannya. Berbeda dengan Pisau Anginnya yang begitu terkontrol dan terarah angin ini bersikap sebaliknya dan ada hal yang lain di dalamnya. "angin ini terbentuk dengan tidak biasa. . ." Darma merasakan sesuatu yang bergejolak dalam dirinya.