DUNIA PRITA 1
#duniaprita
Tolong aku, Tuhan.
Demi malam apabila telah sunyi...
Tuhanmu tidak meninggalkanmu, tidak pula benci kepadamu ...
❤️❤️❤️
Ah ....!
Kenapa hidup terus menerus mengajakku berkelahi?
Baru saja pikiranku tenang dan akan melayang ke alam mimpi. Ponsel di sebelah ranjang, bergetar keras. Terbaca jelas nama pemanggil di layar benda pipih itu. Pemilik surga. Nama itu aku sengaja pilih, agar aku tidak lupa bahwa aku memiliki surga yang paling dekat, sebelum aku kebingungan menentukan banyak amalan agar ke sana.
Matahari sudah mulai menampakkan wajahnya. Akan tetapi semalaman aku tak bisa memejamkan mata. Meski sudah beragam cara aku coba. Dari mematikan lampu, memutar lagu pengantar tidur, membaca buku paling membosankan, menutup mata dengan kain hitam, salat dua rakaat, olahraga malam supaya banyak berkeringat sampai pura-pura menghitung bulu domba. Namun nihil hasilnya. Aku tetap terjaga.
Hanya minum pil tidur yang belum aku lakukan.
"Ada apa, Bu?" Kebiasaan lupa mengucap salam terus berlanjut. Pasti dapat omelan Ibu lagi.
"Assalamualaikum, Ta." Ah ternyata tidak ada omelan. Mungkin Ibu sudah bosan.
"Waalaikumsalam, Bu. Ada apa?"
Aku lupa mengubah pengaturan menjadi mode hening, hanya sedikit getaran. Namun, aku jelas mendengarkan.
"Ta, Ibu hanya mau bilang fokus dulu dengan kebutuhanmu. Jangan terlalu memikirkan Ayah Ibu. Kami bisa bertahan." Suara wanita paling aku cinta ini penuh dengan penekanan. Aku bisa merasakan ada sesuatu yang menyesakkan.
"Iya, Bu. Tata paham. Ibu jangan khawatir. Jaga kesehatan, ya."
Bagaimana Tata tidak memikirkan kalian, Bu, sedangkan kalianlah harta paling berharga dalam hidupku.
"Oh, iya, Ta. Ibu kalau jongkok terlalu lama lututnya sakit sekali," kata Ibu lagi.
"Mungkin asam urat Ibu sedang kambuh."
"Kamu, kan, tahu sendiri kalau Ibu tidak pernah punya penyakit seperti itu?"
"Sekarang, kan Ibu sudah mulai tua, wajar kalau uratnya mulai masam."
"Tidak mungkin, Ta. Mana mungkin Ibu bisa sakit. Kalau nanti Ibu sakit bagaimana dengan Ayah. Padahal Ayah sangat butuh perhatian Ibu. Kalau Ibu sampai sakit, terus yang mengurus Ayah siapa?"
"Ibu tenang saja. Jangan banyak pikiran, ya?"
"Kamu lagi ngapain, Ta?"
"Mau tidur, Bu. Tata ngantuk banget."
"Lo, bukannya ini sudah jam sembilan siang. Apa kamu tidak kerja?"
"Ini, kan, hari libur, Ibu. Tata tutup, ya teleponnya."
"Tunggu, Ta. Ibu masih mau ngomong."
"Ada apa lagi, Bu? Ada masalah yang serius, ya? Jujur saja!"
"Ini tentang Ayah...."
"Ayah kenapa, Bu?"
"Ayah sekarang makin parah penyakitnya. Seperti biasa, dia belum puas jika tidak berteriak-teriak saat kambuh, bahkan tiga hari yang lalu badannya diguling-gulingkan ke lantai, kepalanya dibentur-benturkan ke dinding."
"Apa obatnya sudah habis?"
"Obat dari Bulik Narti baru diminum sekali. Katanya badan malah tambah sakit semua."
"Lalu?"
"Ibu bilang padanya agar obat yang sudah diberikan itu mau diminumnya."
"Terus?"
"Kata Ayahmu, obat dari Bulik Narti itu racun."
"Jadi?"