Muaramerah adalah tirani terselubung yang sebegitu rupa dibuat orang tua Lurah Wasari. Sekilas memang tak nampak, sebab tirani itu dibungkus dengan penggarapan lahan tambak, bagi hasil usaha perahu penagkap ikan, dan sewa tanah yang seakan-akan murah. Namun sebenarnya semua itu hanya menjadi pengikat agar seolah-olah Lurah Wasari telah berjasa dalam kehidupan orang-orang Muaramerah. Semua orang Muaramerah menyadari penindasan itu, namun mereka tak berdaya. Tidak saja karena mereka punya ketergantungan dengan Lurah Wasari, namun mereka juga dihantui oleh bayang-bayang ketakutan yang membelenggu kehidupan mereka. Hantu masa silam saat jutaan manusia di negeri ini dilenyapkan kodrat kemanusiaannya.
Semua yang ada di Muaramerah kini dalam genggaman Juragan Kasim, meskipun dia hanya seorang juru tagih Lurah Wasari. Tapi segala sesuatu yang menyangkut urusan sewa, tagihan, usaha, dan sebagainya yang ada di Muaramerah, Kasimlah yang mengendalikan dan mengatur sehingga dia dapat dengan leluasa melakukan tugas dan tentu keuntungan buat mengganjal perut dan birahinya.
***
“Ruuunn.....! Lagi apa kamu, Run!” Teriak Kasim di depan rumah Sirun. Belum juga terdengar sahutan dari Sirun. Kasim mendekat ke arah pintu. Dia terlihat kepanasan, meskipun rindang pohon waru sudah membuatnya dihembus angin. Topi lakennya terus digibas-gibaskan sembari menatap sekeliling lahan tambak di rumah Sirun.
“Gan...!” Terdengar suara Sirun dari kejauhan setengah berlari menuju ke arah Kasim.
Kasim memandang Sirun yang berlari tergopoh-gopoh di tengah pematang tambak menuju ke arahnya.
“Dari mana?”
“Ngantar udang, Gan.”
“Mana uangnya?”
“Nanti dulu, Gan. Mau buat beli pakan bandeng dulu.”
“Minggu kemarin bilangnya minggu depan. Sekarang bilangya mau buat beli pakan. Terus kapan mau nyicil hutangmu? Hah!”
Sirun diam tertunduk.
“Kalau saja kamu selama ini tidak sering membantu aku, sudah aku usir kamu kalau caranya begini!”
“Iya, Gan.”
“Kapan bandengmu panen?”
“Sebulan lagi, Gan.”
“Kalau nanti panen aku minta lunasi semua hutangmu dulu! Baru sisanya dibagi. Paham?”
“Iya, Gan. Paham.”
“Sekarang ikut aku!”
“Iya, Gan.”
Kasim beranjak pergi. Berjalan menyusuri pematang tambak. Sirun mengikuti langkah Kasim. Selama ini Kasim memang sengaja memberi kelonggaran tagihan hutang pada Sirun sebab Sirun memang dimanfaatkan Kasim untuk mendapatkan informasi apa saja yang terjadi di Muaramerah. Memata-matai siapa saja yang dianggap perlu diawasi. Dengan begitu, Kasim tahu bagaimana harus bertindak menghadapi orang-orang Muaramerah. Pada Sirun Kasim memang menekan, tapi pada akhirnya dia akan bersikap longgar dengan kompensasi Sirun harus memberi laporan pada Kasim tentang apa saja yang terjadi di Muaramerah.
Sirun pun tahu dirinya dimanfaatkan oleh Kasim. Namun Sirun juga tak mau bodoh, dia harus mendapatkan sesuatu juga dari Kasim. Sebagai imbalan atas informasi yang dia sampaikan pada Kasim.
“Ada kabar apa, Run?’
“Belum ada yang perlu diwaspadai, Gan.”
“Benar?”
“Benar, Gan. Paling cek cok suami istri.”
“Siapa yang habis cek cok?”
“Rakim sama isterinya.”
Kasim tiba-tiba menghentikan langkahnya, menoleh ke belakang.
“Ribut apa mereka?”
“Ah, juragan pasti taulah.”
Kasim mengerutkan kening, “Aku tidak tahu. Makanya aku tanya kamu.”
“Masa, Gan?”
“Iya. Mana aku tahu. Yang diributkan apa?”
“Yang diributkan ya sampeyan, Gan.”
Kasim teridam sesaat. Pandangannya dilemparkan jauh.
“Memang benar sampeyan sering membawa pergi istrinya Rakim, Gan?”