Pagi itu Warjo dikejutkan dengan seorang gadis yang melambaikan tangannya dari seberang sungai. Ia minta diseberangkan. Warjo yang masih tertegun di pos jaga, bergegas menuju ke perahu dan segera membawa perahu menuju ke gadis di seberang sungai. Arus sungai yang terasa kencang membuat Warjo terasa berat mendorong perahu. Namun ia masih kuat mendorong perahu menuju ke tepi sungai.
Warjo makin penasaran saat gadis yang memanggilnya itu makin nampak jelas terlihat. Dari penampilannya gadis yang kini ada di ujung anjungan, bukanlah orang kampung di sekitar sini. Apalagi orang Muaramerah. Ia pasti orang kota. Ia cantik. Kulitnya putih bersih dengan dandanan yang parlente. Tak seperti perempuan Muaramerah yang kebanyakan berkulit gelap dan dekil.
Perahu kini sudah merapat ke anjungan. Warjo menahan perahu agar tak terbawa arus.
"Ayo, Mbak. Melangkah pelan-pelan!" ujar Warjo sembari tangannya menahan perahu agar tak terbawa arus.
"Iya, Pak." Ia melangkah dengan perasaan agak cemas. Lalu ia segera duduk di perahu. Takut kalau saja ia berdiri akan jatuh saat perahu mulai laju.
Warjopun mulai membawa perahunya kembali menyeberang Sungai Ketiwon membawa gadis dengan baju dan topi warna putih bersih itu.
"Mbak pasti dari kota, yah?" tanya Warjo sembari mendorong perahu perlahan.
"Iya, Pak. Dari Kota J."
"Oh, jauh sekali. Ada apa mau ke Muaramerah?"
"Mau ketemu Mas Hikam."
"Hikam? Memang dulu teman kuliah?"
"Bukan. Teman saja. Ketemu setelah Mas Hikam jadi wartawan di Kota J."
Warjo jadi ingat gadis yang diceritakan Hikam tempo hari saat Hikam baru sadar. Ia jadi terlihat makin tak tenang. Pikirannya tertuju pada keselamatan Hikam. Sepertinya kekhawatiran Hikam benar. Bisa jadi preman-preman suruhan orang tua gadis yang sedang naik perahunya itu memang sudah lebih datang ketimbang gadis cantik ini. Warjo sendiri bingung harus bagaimana menghadapi gadis ini.
"Pak, nanti bisa antar aku ke rumah Mas Hikam ya, Pak?"
"Oh, bisa, Mbak."
"Terimakasih, Pak."
"Bagaimana kabar Mas Hikam di sini, Pak?"
"Baik-baik saja. Cuma saat ini dia sedang sakit."
"Sakit? Sakit apa?"
"Kurang tahu."
"Sudah dibawa ke dokter?"
"Ah, orang Muaramerah kalau sakit jarang sekali dibawa ke dokter."
"Terus?"
"Ya paling-paling jamu atau ramuan daun-daunan yang ada di sini. Ke dokter bayarnya mahal."
"Ya tapi kalau sakitnya serius ya harus ke dokter kan, Pak."
"Iya, tapi biayanya juga bawa penyakit juga."
"Hehehe...." Gadis itu tersenyum renyah.
Warjo terus mendorong kuat perahu dengan batang bambu panjang. Kini perahu makin mendekat ke dermaga. Perahu dipepetkan dermaga, lalu ditahannya kuat-kuat. Gadis itu dengan hati-hati melangkah ke dermaga. Warjo segera menambatkan tali perhau pada dermaga.
"Ayo kita jalan ke rumah Hikam."