Usai kematian Wasari diam-diam membuat beberapa pejabat balai desa mulai kasak-kusuk dengan keberadaan tanah di Dusun Muaramerah. Terutama Carik Rusdi yang tahu benar bagaimana sepak terjang Lurah Wasari. Sebab sudah sepuluh tahun lebih dia menemani dan mengurus sebagian besar pekerjaan lurah. Bahkan tak jarang mengurus kerjaan yang sama sekali tak ada hubungannya dengan urusan dinas. Tapi demi menjaga hubungan yang baik, Rusdi tak pernah membantah atau menolak apapun yang diperintahkan Lurah Wasari.
Semasa masih hidup, Wasari memang sangat percaya dengan Rusdi. Apa saja urusan kerjaan lurah hampir selalu Rusdi yang mengerjakan dan menyelesaikan. Oleh karenanya, Wasari sangat sayang pada Rusdi. Namun kematian Wasari yang mendadak membuat Rusdi jadi tak sempat berpikir jauh. Tak sempat berpikir bagaimana seharusnya mengelola aset milik lurah Wasari. Sebab memang selama ini Wasari tidak pernah membicarakan soal aset tanah di Dusun Muaramerah. Tentang tanh di Muaramerah Rusdi hanya tahu kalau itu milik Wasari sebagai tanah warisan orang tuanya.
Tapi Rusdi juga tahu kalau tanah itu adalah tanah timbun yang dulunya adalah rawa-rawa. Tanah itu belum tercatat sebagai tanah desa, juga belum tercatat sebagai milik pribadi orang tua Wasari. Hanya saja orang tua Wasari yang pernah menjabat Kepala Desa bertahun-tahun mengakui tanah Muaramerah sebagai miliknya.
Rusdi dengan beberapa staf desa sudah berupaya melakukan pembicaraan dengan Rumaenah, selaku ahli waris Wasari. Namun pihak ahli waris, terutama Hikam menentang dan menolak keinginan Rusdi. Hikam beranggapan bahwa tanah Muaramerah adalah milik orang-orang Muaramerah. Rusdi merasa bahwa dia dan para pejabat desa, baik atas nama jabatan maupun atas nama desa, juga punya hak atas tanah Muaramerah; entah sebagian, atau bahkan seluruhnya. Perselisihan sepertinya membuat Rusdi berang. Untuk itu, malam ini dia sengaja mengumpulkan beberapa orang untuk membicarakan langkah-langkah yang akan mereka lakukan.
Malam itu di sebuah ruang di balai desa sudah berkumpul para pejabat desa; Rusdi selaku Carik, Harno selaku Kasi Pemerintahan, Kasan selaku Kasi Kesejahteraan, Sueb selaku Kasi Pelayanan, Mukson selaku Kaur Tata Usaha dan Umum, serta Maslikha selaku Kaur Keuangan. Sedangkan Rokimin selaku Perencanaan tidak bisa hadir karena sedang sakit. Rusdi sengaja mengadakan rapat pada malam hari mengingat hal yang akan dibicarakan rawan untuk diketahui umum.
“Pembahasan masalah ini cukup kita saja yang tahu. Tolong untuk tidak disebarluaskan hasil rapat yang akan kita bicarakan malam ini. Paham?”
“Paham, Pak.” jawab semua yang hadir.
Rusdipun menjelaskan semua perihal tanah Muaramerah dan maksud keinginan dia agar semua pejabat desa bisa memiliki tanah di Muaramerah sebagai tanah jabatan, atau semacam bengkok. Kalaupun tanahnya berupa tambak yang sedang digarap orang Muaramerah, ya tinggal orang yang menggarap lahan tambak itu memberikan sewa pada pejabat desa yang memiliki jatah tanah bengkok itu.
“Apa mereka mau?” tanya Maslikha.
“Itulah yang akan kita coba kita bicarakan.”
“Saya kira tidak mudah.”
“Kenapa tidak mudah? Bukankah selama ini mereka juga membayar sewa kepada Lurah Wasari?” jawab Rusdi.
“Itu waktu Pak Wasari masih hidup. Sekarang beliau sudah tidak ada, apakah mereka tetap bersikap sama. Mereka tetap mau membayar sewa lahan. Saya kira belum tentu,” sanggah Maslikha lagi.
“Ya harus mau. Apa mereka dulu mendapatkan tanah itu dengan membeli, atau diberi? Kan tidak. Yang saya tahu, almarhum Wasari tidak pernah menjual tanah di Muaramerah kepada orang. Kalau kolam tambak yang membuat adalah mereka, memang benar. Wasari pernah cerita itu. Tapi status tanah kan milik Wasari. Dan sekarang kita tahu bersama bahwa status tanah itu sebenarnya tanah timbun. Nah karena tanah timbun, ini tidak usah kita beritahukan pada masyarakat umum. Biar kita-kita saja sebagai pejabat desa. Biar kita ada masukan dana dari lahan yang ada di Muaramerah.”
“Apa nanti alasan kita kepada warga bahwa tanah itu sekarang jadi bengkoknya pejabat-pejabat desa?” tanya Kasan.
“Ya jangan. Jangan dengan alasan seperti itu,” jawab Rusdi.
“Lalu apa alasannya?”