"Elo pacarnya Arland? Elo serius atau cuma lagi ngehalu?" tanya Cakra untuk memastikan lagi. Pasalnya ekspresi gadis di depannya ini bisa disebut serius. Namun, rasanya masih tidak mungkin jika Arland yang sudah menutup hati begitu lama, tiba-tiba saja menjalin hubungan dengan tipikal gadis seperti Aya.
Kalau dahulu bisa saja hal itu terjadi, tetapi sekarang ini? Rasanya mustahil.
"Gue serius. Gue kenal Arland sejak kita ketemu di Jepang sekitar setahun yang lalu," ujar Aya yang sontak membuat Cakra dan Gary membelalak semakin tak percaya.
"Di Jepang? Setahun yang lalu?" Kali ini Gary yang mengeluarkan rasa penasarannya.
"Iya." Aya mengangguk cepat. "Waktu itu Arland lagi pengobatan tumornya. Ya, kan?" lanjut Aya diakhiri dengan pertanyaan yang praktis membuat Cakra dan Gary mengangguk memberi jawaban.
Lantas Aya berpindah posisi ke salah satu tempat duduk di dekatnya. Begitupun dua cowok di belakangnya yang mengikuti Aya untuk duduk tepat di hadapan gadis berambut pirang itu.
"Berarti hubungan elo sama Arland bener-bener deket dong? Dan harapan gue buat dapetin elo jadi pupus gitu aja?" Gary malah berbicara ngawur. Jelas saja kalau hal tersebut sama sekali tidak digubris oleh sang empunya.
"Mending sekarang kalian kasih tau gue di mana Arland. Kalian temennya Arland, kan?" tanya Aya untuk ke sekian kalinya.
"Kita udah sahabatan sama Arland dari jaman SMA. Tapi sekarang udah jarang bareng-bareng lagi," jawab Gary yang langsung mendapat injakan kaki dari Cakra.
"Untuk itu elo enggak perlu tau. Sekarang gue tanya. Kalo emang elo sedeket itu sama Arland, apa dia pernah cerita ke elo tentang Naya?" Cakra mulai serius.
"Naya? Siapa tuh?"
"Kalo elo enggak tau siapa Naya, berarti hubungan elo sama Arland belum sedekat itu. So, gue enggak bisa kasih tau keberadaan Arland sekarang ke elo," ujar Cakra.
Aya berpikir tentang nama yang disebut Cakra. Ia mengingat-ingat kembali pertemuannya dengan Arland waktu di Jepang dahulu. Siapa tahu memang nama itu pernah disebut oleh Arland.
"Waktu di Jepang, Arland emang pernah bilang kalo ada cewek yang lagi nunggu dia. Arland juga bilang kalo ada cewek yang lebih membutuhkan dia daripada gue. Apa jangan-jangan itu Naya?"
"Naya itu pacarnya Arland," cetus Gary, keceplosan. Yang langsung mendapat serangan ketiak dari Cakra dengan mendekap kepalanya.
"What? Pacarnya Arland?!" pekik Aya seraya melebarkan matanya. "Dia anak mana? Kuliah juga? Atau masih sekolah? Kerja? Penampilannya gimana? Terus orangnya kayak gimana? Jelasin ke gue sekarang juga." Aya seperti kebakaran jenggot.
"Naya udah meninggal," jawab Gary lagi, dengan spontan. Yang otomatis mulutnya langsung dibungkam rapat-rapat oleh Cakra.
Aya membelalak. Ia berpikir dan mengingat kembali tentang kejadian Arland beberapa jam tadi. Mungkinkah meninggalnya Naya yang menyebabkan Arland mendapatkan serangan panik itu?
"Sejak kapan Naya meninggal? Terus dia meninggalnya kenapa?" Aya teramat penasaran. Detak jantungnya saja sampai meningkat ketika pembahasan ini terjadi.
"Udah, ya. Udah cukup ke-kepoan elo sama hidupnya Arland. Dan lagi kalo kita ceritain semuanya ke elo, besok gue sama Gary enggak akan bisa lihat matahari. Elo paham kan, maksud gue?" Kali ini cara bicara Cakra lebih santai dibanding sebelumnya. Tidak se-sinis tadi.
"Oke, kalo kalian enggak mau cerita soal Naya. Tapi tolong, kasih tau gue di mana Arland sekarang. Di rumahnya atau di tempat lain? Gue harus ketemu sama dia." Aya kukuh.
"Udah sih, Cak. Kasih tau aja di mana Arland sama Riani. Kasian cewek cantik begini di buat penasaran dari tadi sama elo," kata Gary memberi pendapat.
Cakra berpikir sembari mengerucutkan bibirnya ke samping. Ia juga terus menatap Aya yang wajahnya memang terlihat sangat cemas.