Aya bingung ketika memasuki apartemennya. Ada sepasang sepatu kets milik seorang laki-laki. Dalam hatinya Aya memiliki prasangka siapa pemakai sepatu berwarna cokelat itu. Dari seleranya Aya yakin.
Semakin Aya melangkah ke dalam, aroma wangi dari dapur menyerbakan seisi ruang apartemennya. Gadis itu bergegas ke dapur. Benar adanya. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan kurus tengah melakukan kegiatan di dapurnya.
"Kenji? Kapan kamu sampai di Indo?" tanya Aya berbinar seraya melempar asal tasnya ke kursi konter.
Laki-laki berusia 28 tahun itu tersenyum simpul. Kedua tangannya masih sibuk memegang beberapa perlatan dapur. Ia tampak lihai memasak seperti seorang ahlinya.
Aya menghampiri posisi Kenji. Sebelum itu ia membuka salah satu laci dapur untuk mengambil celemek yang kemudian dipasangkan di tubuh jangkung Kenji.
"Kalo mau masak harus pake ini dulu. Nanti kalo baju kamu kotor gimana?" celoteh Aya mengikat tali celemek ke belakang leher Kenji. Kakinya perlu menjijit karena tinggi Aya hanya sedagu milik Kenji.
"Aku udah cari-cari tadi. Tapi enggak ketemu. Lagian ini cuma masak yang gampang, kok," balas Kenji sambil mengoseng telur di wajan.
"Berarti kamu enggak bener carinya. Selalu aja alesan deh," gerutu Aya selesai mengikat tali di belakang punggung Kenji. "Dah, beres. Gini kan lebih rapi. Kamu juga keliatan kayak chef handal." Aya memperhatikan Kenji dari atas kepala hingga bawah kaki.
"Arigato, Akari," ucap Kenji sedang mencampurkan sepiring nasi ke dalam wajan.
"Stop panggil aku Akari. Namaku di sini Cahaya. Oke?"
"Oke. Apapun itu selagi kamu senang." Sekarang pria itu mengangkat teflon sambil digoyangkan dan terus mengoseng nasi yang baru saja ia masukan ke dalam sana.
"Pertanyaanku tadi belum dijawab. Kamu sampai dari kapan di Indo?"
"Sekitar 2 jam lalu. Dari bandara aku langsung ke sini," jawab Kenji terus mengaduk nasi gorengnya.
"Kamu enggak mampir ke kantor yang di Jakarta dulu?"
"No. Aku udah terlanjur kangen sama kamu," kata Kenji mematikan kompor. Lalu beralih ke wastafel untuk cuci tangan. Kembali ke Aya, pria itu langsung menarik tubuh ramping Aya mendekat ke dadanya.
"Kalo kangen kenapa baru sekarang nemuin aku. Kenapa enggak dari dulu aja kamu tinggal di sini bareng aku."
Kenji melepas pelukannya pada Aya. "Enggak boleh. Di sini bukan seperti di Jepang. Harus ada tata kramanya. Aku udah sewa apartemen di sebelah apartemen kamu untuk beberapa hari ini."
"Beberapa hari? Maksudnya kamu enggak stay di sini?" Dari pertanyaannya, Aya terlihat kecewa.
"Gomen. Aku harus kembali ke Jepang."
Wajah Aya cemberut. "Terus berapa lama kamu di sini?"
"Dua minggu."
Aya berbalik hendak pergi. Sesungguhnya dia kesal setiap kali Kenji meninggalkannya pergi seperti ini. Sebab hanya pria itu yang ia miliki sekarang.
"Aku siapkan makanannya, ya. Kamu mandi dulu. Oke?" Kenji setengah berteriak lantaran Aya yang sudah menjauh dari dapur. Gadis itu pun juga tidak menjawab sama sekali.
Di kamar, Aya duduk di pinggir ranjang dengan wajah yang tertekuk. "Kalo cuma dua minggu ngapain segala ke sini," gerutunya seorang diri.
Tok ... tok ...
"Aku masuk ya, cantik!" seru Kenji dari balik pintu kamar Aya.
"Enggak boleh! Mending kamu pulang aja sana lagi ke Jepang. Aku enggak butuh kamu di sini!" seru Aya merajuk.