Dunia untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #8

Bab Tujuh - Sebatas Ambisi atau Bucin?

"Elo berdua!" Riani menggebrak meja dengan kedua tangannya sambil menatap garang dua cowok di depannya ini.

"Kenapa sih, Ri? Masih pagi udah marah-marah aja," tanya Cakra diikuti menyeruput teh manis hangat miliknya.

"Tau, lo! Bikin napsu makan gue berkurang aja," celetuk Gary ikutan. Dia sedang fokus dengan nasi uduknya.

Riani duduk di hadapan Cakra dan Gary. "Pasti elo berdua, kan, yang kasih tau di mana Arland kemarin ke Cahaya?"

"Cahaya? Siapa, tuh?" tanya Cakra benar-benar tidak tahu.

Gary menghentikan aktivitas makannya, lalu mencari wajah Cakra. "Cak, Cahaya yang dimaksud Riani itu, cewek yang kemarin nanya soal Arland ke kita kali?

Cakra membagi pandang dengan Riani.

"Oh, jadi cewek cantik itu namanya Cahaya? Cocok banget sama mukanya yang selalu bersinar," sambung Gary yang membuat Riani menyeringai malas.

"Cantik? Okelah sedikit. Tapi asal elo berdua tau, ya. Itu cewek bener-bener nyebelin. Gue rasa dia gila, deh. Kemarin dia main duduk aja di tempat gue sama Arland tanpa rasa malu sedikitpun. Parahnya lagi dia sebut-sebut nama Naya yang bikin Arland langsung melotot gitu." jelas Riani detail.

Cakra dan Gary pura-pura tidak tahu. Mereka berpaling ke arah lain untuk menghindari pertanyaan lain dari Riani.

"Kalian! Kalian yang pasti ceritain soal Naya ke dia, kan?" tanya Riani lagi seperti sedang mengintrogasi tahanan.

Cakra mengarahkan telunjuknya ke Gary tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Sementara sang empunya pura-pura menyibukan diri dengan nasi uduk dengan memakannya lahap-lahap.

"Ger! Elo ngomong apa aja ke cewek itu soal Naya? Elo tuh, ya!" Riani gemas bercampur kesal.

"Sorry, gue keceplosan. Gue enggak ada niat buat ember begitu. Bener, deh," kata Gary berusaha membela diri.

"Sengaja ataupun enggak, elo udah ngelakuin hal yang enggak bisa ditolerir lagi. Elo udah bongkar masa lalunya Arland ke cewek yang enggak jelas itu," omel Riani terus-menerus.

"Tapi katanya dia pernah ketemu Arland di Jepang. Emangnya bener?" tanya Cakra penasaran.

"Soal itu emang bener. Tapi mereka cuma sebatas kenalan aja. Enggak lebih," jawab Riani tegas.

Cakra bergumam seperti sedang memikirkan sesuatu. "Elo kenapa sih, keliatan enggak suka banget sama yang namanya Cahaya itu? Bukannya malah bagus kalo Arland bisa membuka hatinya untuk cewek lain. Enggak mungkin kan, Arland jomblo seumur hidup? Lagian bukannya kemarin-kemarin elo getol mau bikin Arland bisa bersosialisasi lagi?"

"Iya tapi bukan sama cewek kayak dia."

"Kalo bukan sama dia sama siapa? Sama elo?" Gary ikut andil. Ia sudah menyingkirkan piring nasi uduknya jauh-jauh.

"Gue?" Riani menunjuk dirinya sendiri, lalu terbahak-bahak. "Enggak lucu, ya. Gue lagi serius nih," lanjutnya kembali garang.

"Ya, terus kenapa Arland enggak boleh deket sama Cahaya?" tanya Cakra sekali lagi.

"Pokoknya enggak boleh. Kalaupun Arland mau buka hatinya, dia harus ketemu cewek baik-baik. Kayak Naya misalnya. Jangan sama cewek model kupu-kupu malam begitu," titah Riani bak ibu-ibu yang sedang mencari jodoh untuk putranya.

"Iya aja gue, Ri. Terserah elo aja dah," gerutu Gary dengan malas.

_____

"Kenapa kita harus nunggu di sini, sih?" tanya Kenji bingung.

"Katanya kamu mau lihat Arland? Yaudah, kita tunggu di sini sampai dia lewat depan gerbang," jawab Aya dengan pandangan terus ke depan. Ia tidak ingin melewatkan Arland yang bisa saja sebentar lagi akan melalui gerbang utama kampus.

"Kamu yakin enggak ada tempat masuk lagi selain gerbang ini? Kalau ternyata dia lewat tempat lain, gimana?"

"Ada, sih. Tapi pasti Arland lewat sini. Biasanya dia lewat gerbang ini, kok." Lebih tepatnya Aya pernah berada di tempat ini saat mencari Arland beberapa waktu lalu. Di pinggir jalan, tepat di depan gerbang. Posisi pas untuk memantau siapa saja yang melintas di sana.

Kenji menghela napas. Dia tidak habis pikir jika Aya bisa begitu berambisi seperti ini.

"Tapi masalanya sekarang aku butuh ke toilet. Kamu mau aku ngompol di sini?"

Aya mencari wajah Kenji dengan kening berkerut. "Yah! Emangnya enggak bisa ditahan sebentar lagi? Nanti kalo Arlandnya lewat gimana?"

Pria itu menggeleng sambil memasang wajah gelisah. Sepertinya keinginan 'itu' tidak bisa ia tahan lagi.

"Yaudah deh, kalo gitu kita parkir di dalam aja."

Kenji menyalakan mesin mobil dan mengendarainya memasuki gedung kampus.

Setelah sudah memarkirkan di salah satu sudut, Kenji hendak membuka pintu mobil. Namun, melihat Aya yang hanya diam, membuat Kenji bingung.

"Kamu kenapa enggak turun?"

"Aku di sini aja. Siapa tahu Arland lewat sini."

"Terus?"

Lihat selengkapnya