Dunia untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #10

Bab Sembilan - Gadis Peganggu

Ada sebuah kalimat yang mengatakan jika ada 7 orang di luar sana yang wajahnya mirip dengan kita. Dari seluruh alam semesta ini, 7 orang itu tersebar. Jadi memang ada kemungkinan wajah yang dilihat Arland tadi adalah salah satu wajah yang serupa dengan Naya. Namun, harus ditegaskan jika itu hanya mirip. Bukan Naya. Kecuali jika memang Naya ternyata memiliki kembaran.

Untuk beberapa saat Arland diam di pelukan Aya. Di detik berikutnya barulah ia sadar dan mendorong Aya sampai gadis itu terjungkai ke belakang.

"Elo ngapain di sini?" tanyanya sarkas.

Aya mengaduh sambil mengelus bokongnya. "Dari tadi kali gue di sini. Telat kalo elo baru nanyanya sekarang."

Arland membuang wajahnya ke sisi lain. Sedangkan Aya berpindah duduk di sebelah Arland.

"Tadi itu elo nangis. Gue juga enggak tau tuh, elo kenapa. Gue tanya enggak dijawab," ujar Aya.

Arland meraba pipinya yang ternyata memang basah. Lalu ia menghapusnya dengan kasar.

"Saya enggak nangis," celetuk Arland.

"Air keluar dari mata kalo bukan nangis apa namanya, coba? Kelilipan?"

Hening. Mereka sama-sama bungkam karena bingung apa yang harus dibahas dalam keadaan ini. Hanya saja Aya terus memperhatikan wajah Arland dari samping. Sementara pandangan cowok itu entah melayang ke mana.

"Elo enggak mau cerita ke gue?" Aya memutuskan untuk memecah kehingan.

"Enggak ada yang perlu diceritain," jawab Arland ketus.

"Pasti ada. Enggak mungkin elo nangis tanpa sebab. Dulu ... gue juga pernah kayak elo."

Kalimat terakhir Aya berhasil membuat Arland menoleh ke arah gadis itu dengan kening berkerut.

"Tiba-tiba nangis. Awalnya gue juga enggak tau penyebabnya. Tapi setelah gue agak tenang, gue mikir lagi dan bertanya-tanya. Apa yang bikin gue nangis? Dan ... gue bisa tau penyebabnya."

"Apa?"

"Banyak. Kadang karena gue keinget nyokap gue, kakek gue, dan banyak hal yang bikin gue sedih. Tapi selama beberapa bulan belakangan ini gue udah jarang nangis sih," ungkap Aya yang secara tidak sadar sudah membongkar rahasia besarnya perlahan-lahan.

"Mereka ke mana?" Arland mulai penasaran dengan kisah Aya. Dia juga menatap wajah Aya dari samping, tanpa diketahui gadis itu.

"Mereka udah tidur bahagia di Surga," jawab Aya dengan senyum merekah. Dan entah kenapa malah membuat perasaan Arland berdesir halus yang tidak bisa dimengerti olehnya.

Cowok itu berdiri dan melangkah pergi meninggalkan Aya.

"Eh, elo mau ke mana lagi, sih?" Aya juga berdiri hendak mengikuti langkah Arland.

Cowok itu berbalik. "Jangan ikutin saya. Kamu pergi ke arah sana. Saya ke sini," perintahnya sambil menunjuk arah ke belakang Aya dan ke depan sana. Lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda. Kali ini terus berjalan meninggalkan Aya tanpa menoleh lagi.

Aya mendesis. "Dingin banget sih, jadi cowok!" serunya yang sama sekali tidak dipedulikan manusia di depannya sana.

Kemudian Aya berjalan dengan arah yang berbeda dari tujuan Arland. Sepanjang kakinya melangkah, gadis itu mengerucutkan bibirnya ke depan sambil berpikir.

"Kira-kira kenapa, ya, Arland sampai nangis tadi? Gue bener-bener penasaran, deh."

Tanpa memperhatikan jalan, sudah ada Kenji di depannya.

"Udah?" tanya pria itu.

Aya mengernyit. "Udah apa?"

"Udah peluk-pelukannya?" goda Kenji.

"Ih, Kenji! Kamu sejak kapan liatin aku sama Arland? Terus kamu kenapa enggak nyusulin aku?"

"Sengaja. Biar enggak ganggu kalian berdua," jawab Kenji dengan wajah pias.

"Ganggu gimana? Orang kita juga enggak ngapa-ngapain, kok."

"Iya-iya yaudah. Kita pulang sekarang?"

Aya mengangguk lalu mendekat ke lengan Kenji dan menggelayut di sana, dengan manja.

_____

Dari rumah sakit tadi, Arland menuju suatu tempat. Sekarang mobilnya terparkir di depan seberang rumah Naya. Masih sama keadaan tempat itu. Sederhana tetapi bisa membuat nyaman. Sebagaimana pribadi Naya yang sampai sekarang melekat di benak Arland.

Kurang lebih setahun sejak kepergian Naya, Arland tidak berani mendatangi rumahnya. Padahal niatnya selalu ada untuk silaturahmi pada keluarga Naya. Namun, niat itu selalu saja buyar ketika Arland baru sampai di depannya. Seperti sekarang. Apakah Arland hanya akan sampai di sini? Atau memberanikan diri untuk melangkah lebih jauh ke dalam sana?

Lihat selengkapnya