Dunia untuk Arland

Rika Kurnia
Chapter #12

Bab Sebelas - Rasa Penasaran atau Mulai Suka?

Setelah merasa cukup dengan keringat yang sudah membasahi tubuhnya, Arland memutuskan untuk menyudahi kegiatan lari paginya. Ketika dalam perjalanan kembali ke rumah, cowok itu berhenti di depan sebuah rumah yang mana pemiliknya ia kenal. Erik adalah teman satu SMA-nya. Namun, bukan perihal siapa pemilik rumah itu, tetapi sebuah mobil yang sangat femiliar terparkir di depan gerbang rumah itu.

Arland mengernyit seraya menelisik mobil sedan itu secara keseluruhan. Pandangannya juga jatuh ke plat mobil yang semakin membuatnya yakin jika benda beroda empat ini adalah milik gadis peganggu itu.

Kemudian seorang gadis berkaca mata dengan kepangan dua di rambutnya berjalan menghampiri pintu gerbang. Ia menekan bel di pojok sana.

Beberapa kali bunyi bel itu berdering, tidak ada seorang pun yang keluar dari pintu di dalam sana. Lantas gadis itu melihat Arland yang juga tengah memperhatikannya.

Arland ingin melanjutkan langkahnya yang berhenti tadi. Ia berpikir untuk apa dirinya terus berdiam memperhatikan mobil di depannya ini.

Namun, ketika kakinya melangkah, ada teriakan terdengar dari arah dalam rumah Erik. Arland berhenti dan saling membagi pandang dengan gadis yang berdiri di depan gerbang.

"Tolong!"

Arland ingin menghampiri gerbang, tetapi langkahnya tertahan karena merasa jika ini bukanlah urusannya. Lalu cowok itu hendak kembali ke tujuan awalnya.

"Tunggu!" teriak gadis berkepang dua itu.

Arland berbalik memenuhi panggilan tersebut.

"Elo barusan dengar, kan? Ada suara teriakan dari dalam rumah ini?" tanya gadis itu.

"Denger. Tapi bukan urusan gue," jawab Arland sengit.

"Tolong! Siapapun tolong gue!"

Meskipun tidak begitu jelas karena seolah suara itu berada jauh entah di mana, akan tetapi Arland cukup mengenal suara yang berteriak itu.

"Cahaya?"

"Bantuin gue buka pintunya, dong. Kita harus bantuin siapapun itu yang minta bantuan." Gadis berkaca mata mulai terlihat panik.

Lalu Arland mendekat ke gerbang. "Elo sendiri mau ada perlu apa ke rumah Erik? Terus elo kenal sama pemilik mobil ini?" tanya Arland sambil menunjuk mobil di belakangnya.

"Elo kenal Erik?"

"Please, tolongin gue!"

Suara teriakan itu semakin kencang dan tidak berhenti. Sontak saja Arland membuka pintu gerbang yang tidak terkunci. Bersama gadis tadi mengikuti dari belakang. Arland berlari menuju pintu masuk utama dan mengetuk sampai beberapa kali.

"Tolong! Tolong."

Teriakan itu semakin jelas. Dari nada suaranya, Arland bisa menebak jika gadis itu sedang menangis terisak.

Tanpa pikir panjang lagi, Arland mendobrak pintu di depannya dengan tiga kali tendangan. Dia berhasil. Gadis yang mengikutinya tadi semakin panik dan ketakutan.

Lalu Arland menemukan area basah di lantai depan pintu. Ia berjongkok untuk memeriksa percikan es jeruk yang membuatnya semakin curiga.

"Siapapun tolongin gue!"

Pandangan Arland terarah ke anak tangga di depannya sana. Ia berlari memasuki rumah Erik yang tidak ada seorang pun di bawah sini. Mendengar suara teriakan yang semakin jelas dan terlalu jelas, Arland berhasil naik ke lantai dua dan langsung terarah ke sebuah kamar di posisi tengah.

Cowok itu menendang sekali pintu kamar dengan sekuat tenaga. Pintu itu terbuka. Menampilkan Aya di atas kasur hanya dengan pakaian dalam dengan kedua tangan diiikat menggunakan kain panjang yang menggelantung dari atas langit-langit kamar.

Langsung saja Arland masuk ke sana dan menghajar salah satu cowok yang sedang memotret Aya. Sedangkan satu cowok lagi langsung kabur keluar kamar sampai menabrak gadis berkaca mata tadi yang tengah berdiri membelalak di depan pintu.

Tentu saja Erik terkejut bukan main dengan kehadiran Arland yang tiba-tiba dan sama sekali tidak disangkanya. Sementara Arland, tanpa mengucapkan sepatah katapun langsung menendang kamera DSLR di atas tripod, beserta pemiliknya yang detik itu juga wajahnya lebam akibat berbagai tinju dari kepalan tangan Arland.

Erik sudah terkapar lemas di lantai dengan bercak darah di setiap sudut wajahnya. Ia masih setengah sadarkan diri, tetapi sudah tidak sanggup bergerak sedikitpun.

Kemudian Arland beralih ke Aya yang sudah berderai dengan air mata. Cowok itu hanya memperhatikan wajah Aya. Baru beberapa detik berikutnya ia mengarah ke tubuh Aya yang setengah telanjang. Dengan cepat Arland mengalihkan pandangannya menuju gadis berkepang dua yang sejak tadi hanya mematung di ambang pintu.

"Elo!" panggil Arland ke gadis di depan pintu. "Cepetan masuk ke sini!"

Sebut saja dia Aurel. Salah satu teman satu jurusan Cahaya. Termasuk Erik dan Gilang.

Aurel berlari menghampiri posisi Arland. Cowok itu naik ke atas ranjang seraya membalut tubuh Aya dengan selimut tebal yang ada di dekat situ. Baru setelahnya Arland membukakan ikatan di tangan Aya yang tubuhnya tampak gemetar.

Lihat selengkapnya