Setelah adegan Aya nyaris melakukan tindak bunuh diri, Kenji harus terus berada di sisi Aya selama beberapa jam. Dokter Kai juga mengharuskan ada seseorang yang berada di sisi Aya dalam kondisi buruk yang seperti itu. Kenji baru bisa pergi dari apartemen Aya setelah dua orang perawat datang menemani Aya. Tidak lupa juga Kenji meminta beberapa orangnya untuk menjaga apartemen Aya. Termasuk dua bodyguard yang berjaga di depan pintu masuk.
Bisa dibilang keadaan apartemen Aya sudah seperti suasana rumah sakit ruang vvip. Bahkan, Kenji meminta Dokter Kai untuk membawa beberapa pekerja yang datang langsung dari rumah sakit. Semuanya demi Aya agar tidak perlu lagi gadis itu dirawat di rumah sakit jiwa.
Sekarang Kenji sudah sampai di kantor polisi sekitar pukul 9 malam. Sebelum ia berangkat dari apartemen Aya tadi, gadis itu sudah bisa tertidur pulas berkat bantuan beberapa obat yang dikonsumsinya.
Di depan kantor polisi, sudah ada Panca. Pria berusia 32 tahun yang berpakaian rapi dan formal. Sepertinya Panca memang sudah menunggu kedatangan Kenji.
"Bagaimana, Pak?" tanya Kenji menghampiri pengacara yang diutusnya itu.
"Semuanya sudah saya urus, Mas Kenji. Saya pastikan pelaku akan mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya pada Mbak Cahaya," jelas Panca menggiring Kenji masuk ke dalam kantor polisi.
"Saya ingin menemui pelakunya. Apa masih bisa?"
"Seharusnya sudah tidak bisa, Mas. Tapi saya akan coba meminta ke polisi yang bertugas. Kebetulan para polisi di sini sudah cukup mengenal saya."
Ketika Kenji dan Panca sedang menuju sebuah meja seorang polisi di ujung, Kenji melihat Arland yang tengah duduk di ruang tunggu. Cowok itu tampak memejamkan matanya.
"Sebentar, Pak," sergah Kenji menghentikan langkahnya. Keningnya mengerut lantaran memperhatikan Arland di sana.
"Pak Panca sudah bertemu saksi?" tanya Kenji.
"Sudah, Mas. Kalau tidak salah namanya Arland. Tadi sih, dia masih di sini," jawab Panca lalu mengedarkan pandagannya ke sekitar. Dan berhenti di posisi Arland.
"Itu dia bukan orangnya?" Panca hendak memastikan.
"Iya, itu dia. Tapi kenapa dia masih di sini?" Kenji terlihat sedikit bingung.
"Saya juga kurang mengerti, Mas. Padahal setelah saya memberikan beberapa pertanyaan kepada dia, saya memperbolehkannya untuk pulang. Polisi pun juga sudah bilang jika keterangan dari saksi sudah lebih dari cukup," jelas Panca.
Kenji bergumam. "Kalau begitu saya mau bicara dulu dengan dia. Pak Panca tunggu saya di dalam saja, ya."
"Baik, Mas."
Pergilah Panca ke arah dalam menuju meja yang dijaga oleh salah seorang polisi itu. Sementara Kenji melangkah ke arah yang berbeda. Di pertigaan tadi dia menghentikan jalannya, posisi Arland ada di arah kanannya. Sedangkan Panca mengarah ke kiri.
Kenji duduk di sebelah Arland. Mereka tidak terlalu dekat. Berjarak satu bangku kosong di tengah-tengah. Tidak ada sepatah katapun yang diucapkan Kenji. Namun, pergerakan seseorang di sebelahnya membuat Arland tersentak, sehingga membenarkan duduknya yang asal menjadi tegak.
"Kenapa kamu masih berada di sini? Bukannya polisi sudah memperbolehkan kamu pulang?" tanya Arland.
Cowok itu merogoh sesuatu di saku celananya. "Saya mau mengembalikan ini," ucapnya sambil menyodorkan benda pipih nan berat ke arah Kenji.
"Oh, ponsel Cahaya. Terimakasih kalau begitu," balas Kenji seraya mengambil ponsel Aya dari tangan Arland.
Untuk beberapa saat terjadi keheningan di antara keduanya. Namun, terlihat kegusaran di gestur tubuh cowok berkacamata itu. Seperti ada yang ingin diketahui, tetapi ia ragu untuk mempertanyakannya.
"Sebenarnya saya bisa menanyakan hal ini ke pengacara saya. Tapi saya ingin bertanya langsung ke kamu." Kenji membuka obrolan terlebih dahulu.
Hening lagi. Sebelum Kenji menunjukan kalimat pertanyaannya, Arland sudah tahu betul maksud pria itu. Arland adalah cowok yang cerdas. Dia selalu di peringkat kedua setelah Naya saat masa sekolahnya waktu itu.
"Saya melihat mobil Cahaya terparkir di depan rumah Erik." Arland mulai bercerita. Perlahan.
"Erik? Dia pelakunya?"
"Ya."
Diam-diam Kenji mengepalkan tangannya kuat-kuat. Mendengar nama 'Erik' sebagai penyebab kondisi Aya yang seperti ini, membuat seluruh tubuhnya langsung memanas.
"Kamu mengenal Erik ini?" tanya Kenji lagi.
"Iya. Dia teman SMA saya. Tapi saya tidak dekat dengan dia. Kelas kami pun berbeda. Saya hanya tau karena waktu itu dia yang sempat ...." Perkataan Arland terpotong.
"Lupakan soal Erik. Saya tidak mau tau tentang dia. Lanjutkan saja bagaimana kamu bisa tau jika Aya berada di dalam rumah itu," sela Kenji.