Setelah menghabiskan waktu kurang lebih satu jam untuk membujuk Kenji agar mengijinkannya pergi bersama Arland, akhirnya Aya kembali memasang wajah cerianya. Terimakasih Aya untuk dokter Kai yang membantunya memberi pengertian pada Kenji.
Meski begitu Kenji tetap setengah hati untuk membiarkan Aya pergi bersama Arland. Usahanya untuk menyuruh Aya pergi ditemani dua penjaga tidak berhasil lantaran sikap gadis itu yang terus merengek. Alhasil sekarang Kenji mengantar Aya sampai di depan lobby. Bersama dokter Kai di sebelahnya. Sedangkan Arland sedang mengambil mobilnya yang terparkir di basemant.
"Jam satu nanti obatnya jangan lupa diminum. Tapi kamu harus makan dulu, ya," ujar Kenji entah ke sekian kalinya pria itu memberikan intruksi yang sama.
"Iya, iya, My Kenji," jawab Aya antuasias.
Sementara doker Kai hanya terkekeh memperhatikan kecemasan Kenji yang berlebih.
"Jangan terlalu khawatir. Kita percayakan saja Cahaya bersama Arland. Dia pasti menjaga Cahaya dengan baik," kata dokter Kai yang akhirnya ikut dalam obrolan mereka.
"Tuh, denger kata dokter Kai. Beliau aja santai, kok. Enggak kayak kamu yang udah anggap aku anak kecil," celetuk Aya seraya mencebikan bibirnya ke depan.
Kemudian datanglah Arland bersama mobilnya. Cowok itu turun dari pintu kemudi guna membukakan pintu penumpang untuk Aya.
"Aku pergi dulu, ya. Kenji enggak usah cemas. Kata dokter kan, aku udah baik-baik aja. Aku kan, kuat. Ya, kan?"
Dokter Kai mengangguki ucapan Aya dengan senyuman lebar. Sedangkan Kenji masih menatap Aya penuh kecemasan. Bahkan, ketika gadis itu hendak memasuki mobil, Kenji menarik lengan Aya dan memeluknya.
Melihat pemandangan tersebut otomatis membuat perasaan Arland yang buruk. Dia merasa sebal dengan tindakan Kenji ke Aya.
"Saya dan Aya cuma pergi sebentar. Bukannya mau ke luar kota. Kamu tenang aja. Enggak usah terlalu cemas," ujar Arland sedikit ketus.
Kenji melepas pelukannya pada Aya. Dia membiarkan Aya masuk ke mobil. Tidak lupa meletakan telapak tangannya di atas kepala Aya untuk melindunginya dari atas pintu.
"Dadah, Kenji!" Aya melambaikan lima jarinya ke Kenji. "Dadah, dokter Kai!" Lalu bergantian ke dokter.
Arland memutari kap mobil dan kembali duduk di bangku kemudi. Mereka bersiap pergi dan melajulah kendaraan beroda empat itu dengan hati-hati.
Di posisinya, Kenji masih terus memandangi kepergian mobil Arland.
"Selagi Cahaya tidak pernah ada trauma pada pemakaman, tidak akan ada yang terjadi padanya. Kamu harus belajar untuk membiarkannya melakukan hal yang membuatnya senang." Perkataan dokter Kai berhasil mengalihkan perhatian Kenji dari arah sebelumnya.
"Iya, dok. Untungnya selama proses pemakaman ibunya, Aya sedang menjalani perawatan. Kalau waktu itu dia berada di sana, mungkin Aya tidak akan pernah bisa melihat yang namanya sebuah pemakaman. Karna itu pasti akan membuat ingatan lagi tentang kepergian ibunya."
"Maka dari itu, sekarang kamu tidak perlu terlalu cemas pada Cahaya. Biarkan dia menghabiskan waktu lebih banyak bersama Arland. Dia adalah laki-laki yang tepat untuk Cahaya. Saya yakin Arland bisa menjadi penyembuh untuknya."
Kenji senang dengan angin segar yang dijelaskan oleh dokter Kai ini. Namun, ada satu hal besar yang tidak diketahui oleh siapapun kecuali dirinya. Tentang rahasia yang pasti akan membuat luka baru untuk Cahaya maupun Arland.
_____
Arland dan Aya sampai di sebuah pemakaman besar yang didominasi oleh warna hijau membentang luas ke penjuru mata memandang. Posisi setiap pusara tampak rapi dan sudah memiliki batu nisan berbahan marmer di masing-masing pusaranya.
Arland membukakan pintu untuk Aya. Gadis itu turun dengan kedua mata yang beredar tanpa henti. Pasalnya Aya memang belum tahu ke mana tujuannya bersama Arland. Cowok itu baru menjelaskannya ke Kenji dan dokter Kai selagi Aya sedang bersiap di kamar.
Lantas Arland mengambil sebuket anggrek putih yang dibeli di pinggir jalan sebelum menuju ke pemakaman ini.
"Kok, kita ke sini?" tanya Aya heran.
"Ada yang mau aku kenalin ke kamu," jawab Arland lalu mengambil jemari Aya untuk ia gandeng memasuki area pemakaman lebih dalam.