"Bobiii," teriak ibu yang ada di sebelah tirai.
Jantungku terasa berhenti. Ternyata dugaanku salah. Bunyi itu bukan berasal dari mesin EKG yang terhubung dengan tubuh anakku. Aku pun luruh ke lantai sembari mengucap syukur.
Beberapa tim medis berhamburan masuk ruangan. Mereka berusaha memberi pertolongan terakhir untuk Bobi. Balita yang usianya tiga tahun. Dia baru masuk tiga hari yang lalu. Sama seperti Alesha, dia juga berjuang melawan penyakit demam berdarah. Sejenak aku merasa beruntung karena Alesha masih diberi kesempatan oleh Tuhan meskipun masih harus bergantung dengan beberapa alat medis serta selang oksigen di hidungnya.
Tak lama berselang, Satria kembali. Tubuhnya mematung melihat bed Bobi didorong keluar dari ruang ICU. Sedangkan tubuhnya sudah ditutup oleh selimut. Semua alat telah dilepas. Di detik berikutnya, ibu Bobi mulai limbung.
Kami hanya berdiri mematung sambil memanjatkan doa masing-masing, semoga anakku bukan pasien selanjutnya yang akan menyusul untuk "pergi".
Selepas itu, kami kembali diberi ujian. Keadaan Alesha memburuk karena dia mulai mengalami diare. Obat penurun demam yang dimasukkan lewat dubur pun ikut keluar bersama feses. Air mataku pun mulai susul menyusul. Pikiran mulai carut-marut.
Salah seorang saudara memberiku saran untuk sering-sering mengajaknya bicara. Bahkan kakak iparku memberikan boneka sapi padaku untuk memancing kesadaran Alesha dengan cara mengajaknya bicara. Meskipun ragu, aku pun memutuskan untuk mencobanya.
Di tiap waktu, aku berbicara sendiri sambil memainkan boneka sapi tersebut di samping Alesha. Sambil sesekali aku berbisik di telinganya.
"Nak, bangun yuk! Sehat yuk! Ayo kita pulang! Buka matanya ya, Sayang. Kita main sama-sama lagi," ulangku tanpa bosan. Segala cara akan aku lakukan demi kesembuhan putriku. Meskipun aku terlihat seperti orang gila yang sering berbicara sendiri dengan boneka.
Alesha mulai diambil sample darah sehari dua kali untuk di tes lab. Ternyata trombosit semakin turun. Dari trombosit normal yang batas minimalnya adalah 150.000, turun drastis sampai di angka 6000 saja.
"Coba kamu telepon temanmu yang dokter itu. Tanyakan padanya barangkali ada cara untuk membantu trombositnya cepat naik kembali," saran Satria pada akhirnya.
Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menghubungi nomor teleponnya. Sesuai yang diperkirakan oleh Satria, dia memberikan saran untuk masalah Alesha setelah aku menceritakan semua kondisinya.
"Coba kamu minta transfusi darah. Siapa tahu bisa membantu," saran temanku tersebut.
Aku pun segera menghubungi perawat, meminta dilakukan transfusi darah untuk putriku.
"Apa tidak ada tindakan lain, Mas? Setahu saya selama ini dia hanya diberi obat penurun demam yang dimasukkan lewat dubur?," tanyaku memastikan.