"Buka bajunya. Telanjangi dia. Aku sudah tidak sabar ingin mencicipi tubuhnya yang indah itu," perintah Herman kepada tiga anak buahnya.
"Mmm ...." Dunya berusaha untuk berteriak, tapi karena mulutnya dibungkam, teriakan itu hanya menggema di kepalanya.
"Terlalu sempurna," kata Herman dengan senyum menjijikkan. Tangannya mengusap kulit Dunya yang sudah tidak tertutup oleh sehelai benang pun. "Sshhh ...." Tubuh Herman bergetar menahan nafsu yang sudah di ubun-ubun. Matanya terpejam menikmati setiap jengkal kulit Dunya yang mulus.
Sementara itu, Dunya terus memberontak agar bisa lepas dari cengkeraman ketiga anak buah Herman. Namun, tenaganya kalah kuat. Hingga akhirnya ia hanya bisa menangis ketika Herman merenggut mahkota yang ia jaga selama ini. Mahkota yang ia janjikan hanya untuk suaminya di masa depan.
Malam itu, di tengah sunyi dan gelapnya Gunung Gede Pangrango, Dunya kehilangan kesuciannya yang direnggut paksa oleh Herman.
"Ouh ... Kamu benar-benar luar biasa." Erangan Herman yang panjang dan tertahan, mengakhiri aktivitasnya. "Andai kamu terima lamaranku waktu itu. Kamu sudah menjadi Ratu di istanaku. Tapi kamu justru memilih cara seperti ini," ujar Herman sambil menaikkan celananya.
Sungguh malang nasib Dunya. Gadis cantik berdarah Arab itu harus menahan rasa sakit yang luar biasa. Terlebih, setelah Herman menyelesaikan nafsunya, ketiga anak buahnya pun turut menikmati madu dari gadis itu.
Dunya tidak bisa bergerak lagi. Seluruh tulang-tulangnya terasa mati. Hanya matanya yang terbuka sambil menatap kosong langit malam yang dihiasi bulan sabit di atasnya.
Ia menyesal telah memutuskan datang ke tempat itu. Niat untuk menikmati sensasi berjalan di atas jembatan gantung terbesar di Asia Tenggara itu, berubah menjadi malapetaka.
"Ayolah, Dun, sesekali ikut aku keluar rumah," kata Kaisa --sepupu Dunya-- sambil terus memohon. "Aku tahu kamu tidak suka keluar rumah, tapi kali ini saja. Demi aku."
Dunya menghela napas panjang. Jujur saja, ia membenci dunia di luar rumah. Orang-orang akan menatapnya dan mulai menghakimi, karena masa lalu ibunya yang selalu diingat dari generasi ke generasi di lingkungannya.
Ia lahir dari hasil zina sang ibu dan majikan lelakinya. Ibunya adalah janda muda yang ditinggalkan suami menikah dengan wanita lain karena dianggap membawa sial. Demi menyembuhkan luka, wanita itu memutuskan untuk menjadi tenaga kerja wanita --pembantu rumah tangga-- ke Arab Saudi.
Setelah bekerja di negara itu, kehidupan keluarganya berubah. Ia bisa membangun rumah untuk kedua orang tuanya, membeli banyak sawah di beberapa wilayah di Sukabumi. Masa depannya sudah terjamin.
Akan tetapi, tiga bulan menjelang kontrak kerjanya selesai, wanita itu melakukan hubungan terlarang dengan sang majikan. Meski selama bekerja di sana ia hampir tidak pernah bertemu dengan majikan lelaki, tapi satu dua kali digoda, ia menerima begitu saja.
Hingga satu bulan kemudian, ia menyadari bahwa dirinya hamil dari hasil hubungan kotor itu.
Tentu saja sang majikan menolak untuk bertanggung jawab. Yang pada akhirnya mengirim wanita itu pulang ke Indonesia.