"Li, tunggu! Maksud loe apa sampai Bang Somad semalam datang ke rumah dan ngelamar gue?" Lala mencegat saat Lili melangkah hendak ke kantin, matanya memerah menatap sahabat dadakannya itu, helaan napas terlihat naik turun menahan emosi.
Langkah Lili terhenti. “Kalau gue sengaja emang kenapa, La? Biar saingan gue dapetin secret admirer kita berdua jadi berkurang, terus biar peluang gue juga lebih terbuka.”
“Loe tega, ya, sama sobat loe sendiri! Gara-gara perbuatan loe, gue jadi kehilangan Cloe, beo kesayangan gue. Loe tuh enggak ngerti gimana sedihnya gue kehilangan burung peliharaan gue itu. Jahat loe!”
“Bodo amat. Denger, ya, La. Mami loe juga ganjen. Akhir-akhir ini berusaha deketin Papi gue. Dasar tante-tante matre! Gue nggak suka, ya, Mami loe deket-deket Papi gue!”
“Jangan sembarangan nuduh, ya, Li! Gue emang enggak kaya seperti keluarga loe! Tapi Mami gue, tuh, wanita baik-baik. Kami yang berasal dari keluarga sederhana ini juga punya harga diri. Gue enggak rela Mami gue dikata-katain kayak gitu sama elo!”
“Lho, kalau memang Mami loe enggak matre, ngapain dia deketin Papi gue? Denger ya, gue berkata sesuai kenyataan! So terima aja. Emang faktanya gitu!” Lili mengangkat bahu dan hendak berlalu pergi meninggalkan Lala.
“Elo, tuh, ya!” Lala menarik tangan Lili.
Aksi saling jambak pun tak dapat dihindari. Suasana kelas SEPATU alias X IPA 1 menjadi riuh. Banyak siswa yang ingin melerai mereka, akhirnya menyerah. Namun, sekuat apapun berusaha memisahkan, mereka malah ikut-ikutan menjadi korban keganasan duo L. Ada yang terkena tendangan, jambakan, bahkan pukulan yang membabi-buta. Satu-persatu dari mereka pun mundur. Ternyata kalau cewek berantem, aksinya lebih sadis dari cowok ya? Para siswa itu pada akhirnya hanya menonton saja. Ada beberapa juga yang iseng mengabadikan momen ini melalui video ponsel mereka dan mengunggahnya ke sosial media juga ke channel youtube.
Semakin lama, kelas SEPATU makin ramai dan membuat gerah, karena kerumunan siswa-siswi pun semakin banyak.
“Hei, hei, hei, ada apa ini? Minggir minggir!” Terdengar suara Pak Gunadi, guru matematika sekaligus wali kelas SEPATU keluar dari kerumunan itu.