Akhirnya, pagi yang damai di rumah! Anak-anak kecil yang tak bisa diatur itu akhirnya berangkat juga. Tapi tunggu dulu! Rasanya aku tidak melihat Arga pagi ini.
Kamu berangkat kok gak pamit Mama?
Lama pesanku tak berbalas. Pukul tujuh kurang. Harusnya dia sudah sampai di sekolah dan bisa membalas pesan sebelum kelas dimulai.
Udah bilang Papa tadi.
Akhirnya, Arga membalas. Singkat dan jelas, khas Arga. Tapi yang ditulisnya membuat keningku berkerut. Kalau Arga sudah pamit kepada papanya, mengapa Mas Rei tidak bilang kepadaku? Sepertinya Mas Rei memang sengaja membuat aku tak terlihat. Sikapnya pagi ini pun begitu mengganggu.
Ah, itu bisa dipikir nanti. Yang penting, pagi ini semua sudah beres. Aku harus segera bersiap untuk agendaku hari ini.
Aku tahu, talenan dan sisa-sisa kerusuhan dari menyiapkan sarapan pagi anak-anak masih harus kubereskan. Namun, masih ada hal penting lain yang harus kulakukan. Toh, sebentar lagi Mbak Mar datang. Dia bisa membereskan semua kekacauan ini. Aku memilih menumpuknya di atas tempat cuci piring, lengkap bersama semua residu makanan. Mbak Mar sudah terlatih memilahnya dan membersihkannya sampai kinclong kembali.
Segera aku menyegarkan diri, memilih busana yang akan kukenakan untuk bertemu dengan para klien hari ini. Ada dua janji temu yang harus kuselesaikan. Kemarin aku sudah terjebak dalam urusan rumah dan tak bisa ke mana-mana. Gara-gara Mas Rei, aku harus benar-benar mengatur caraku keluar rumah. Selain aku enggan bersitegang dengannya, aku juga ingin keluar rumah dengan bahagia. Tidak perlu mengerutkan kening untuk memulai pagi.
***
Tak terasa lima rumah sudah kutunjukkan kepada dua klien yang berbeda sepagian ini. Pundakku terasa sedikit berdenyut. Mungkin aku terlalu memaksakan diri untuk menyelesaikan semuanya hari ini. Dengan lelah, aku menyandarkan tubuhku di kursi pengemudi dalam mobil kecilku.
Namun, memikirkan komisi yang akan aku dapatkan bila dua unit ini laku membuatku seakan segar kembali. Penghasilan itu akan sangat membantu keruwetan yang sedang kuhadapi saat ini. Mbak Alisa, atasanku, tahu persis aku membutuhkan tambahan dana untuk berbagai macam urusan. Dia pun menyerahkan penjualan beberapa unit rumah kepadaku minggu lalu.
Bukan salahku kalau aku harus bercerita dengan detail kepada orang-orang baik semacam atasanku itu. Aku harus bilang kepadanya bahwa aku sedang membutuhkan uang tambahan untuk membantu Mama. Kuceritakan kepadanya bahwa telah beberapa tahun ini suamiku mengurangi jatah bulanan untukku dan membuatku kesulitan untuk membantu keluargaku. Setelah aku menceritakan itu semua, Mbak Alisa menjadi lebih perhatian kepadaku. Diberikannya aku proyek-proyek yang menghasilkan uang lebih banyak dari biasanya. Aku bersyukur, Mbak Alisa mengerti maksudku.
Terkadang aku juga bicara kepadanya bahwa aku membutuhkan uang lebih cepat dari yang bisa dikirim kantor kepadaku. Oh tentu saja dengan berbagai alasan yang kusiapkan dan kuatur sedemikian rupa, yang harus kukisahkan dengan wajah penuh kesakitan kepadanya. Mbak Alisa salah satu orang yang bisa kuminta bantuan ketika aku terdesak. Ada tagihan-tagihan yang harus segera dibayar sementara aku sudah kehabisan yang uang bulanan yang diberikan Mas Rei. Aku bisa meminta Mbak Alisa meminjamkan uangnya kepadaku, yang akan segera kuganti ketika komisiku turun.