Duri

Windy Effendy
Chapter #7

Mengapa Engkau Begitu

Aku harus sampai di rumah sebelum Mas Rei datang. Ini sudah pukul lima sore dan aku masih harus membeli roti untuk bekal anak-anak besok pagi.

Bip.

Sebuah pesan masuk di ponselku tepat ketika aku memutar setir mobil masuk ke jalan cluster utama. Kulirik notifikasi yang muncul di layar. Sensei Joe. Ah, iya, aku harus membayar uang bulanan les karate Andra. Paling telat sore ini. Sensei sudah mengingatkanku sejak awal minggu.

Aku memutuskan untuk menepi. Aku harus transfer sekarang, demi nama baik seorang Ibu Anya. Aku sudah menunggak dua bulan. 

Setelah membuka aplikasi bank, aku langsung mencari nomor rekening dojo dan memasukkan angka sesuai tagihan. Setelah itu, aku pencet tombol kirim.


TRANSAKSI ANDA GAGAL.

SALDO TIDAK MENCUKUPI.


Astaga! Apa-apaan?

Oh, aku baru ingat tadi membayar Tantri. Namun, seharusnya masih ada sisa yang cukup untuk membayar les karate. Cepat-cepat kubuka bagian informasi saldo. Jumlah yang tertera membuatku membelalak.

Tinggal satu juta rupiah?!

Bagaimana mungkin?!

Tadi pagi kulihat masih ada lima juta rupiah. Sejuta untuk membayar Tantri. Harusnya satu juta enam ratus untuk membayar les karate Andra dan satu juta setengah untuk membayar les pelajaran Aley. Sisanya harusnya untuk pembayaran Mbak Mar bulan ini dan kekurangan bulan kemarin yang kutahan separuh karena aku kehabisan dana. Setelah membayar Tantri, harusnya masih ada empat juga rupiah yang bisa kugunakan. Mbak Mar bisa kuatur esok pagi, tetapi urusan uang les anak-anak ini tidak bisa bila tidak sekarang. Aku berniat transfer ke dojo Sensei Joe dan guru les Aley nanti ketika sampai di rumah.

Sekarang, bahkan untuk membayar les karate saja tidak cukup! Ini tidak mungkin terjadi!

Aku menggigit bibirku. Ini pasti Mas Rei. Ada sesuatu yang telah dilakukannya sehingga saldo rekeningku berkurang sebegini banyak.

Aku harus menghubunginya segera.


Pa, kenapa saldo di rekeningku tinggal satu juta?


Pesan itu langsung terbaca. Namun, tak segera berbalas.


Pa. Aku butuh buat bayar-bayar keperluan les anak-anak. Uangnya ke mana?


Terbaca lagi. Dan tidak berbalas lagi. Aku meneleponnya. Tidak dijawab pula. Terpaksa aku harus mengirim pesan sekali lagi.


Pa! Ditelepon tidak diangkat! Ini gimana? Aku harus beresin sekarang!


Setelah itu, barulah terlihat dia sedang mengetik.


Nanti kita bicara di rumah.


Sesingkat itu jawaban Mas Rei. Ini tidak masuk akal. Bila harus menunggu nanti di rumah, apa yang harus kulakukan dengan tenggat dari Sensei Joe? Bagaimana nanti pembayaran ke guru les Aley?

Aku terpaksa harus mengabaikan pesan dari Sensei Joe. Aku akan pura-pura tak membukanya. Mungkin nanti setelah aku mendapat jawaban dari Mas Rei, aku bisa membalas pesan Sensei Joe besok pagi.

Ini gara-gara Mas Rei yang mulai berulah lagi. Dulu, dia memberikan dana tak terbatas. Lalu entah tiba-tiba mengapa, rekeningku ini tak lagi bergelimang uang. Saldo awal bulan yang dikirimkannya selalu pas untuk satu bulan.

Sebelum itu, kira-kira tiga tahun yang lalu, dia pernah memintaku untuk menuliskan keperluanku sebulan. Aku menuliskannya dengan hati-hati, agar tak membuatnya marah. Jumlah yang kutulis sudah sesuai dengan semua keperluan sebulan, menurutku. Aku paling tersiksa bila harus berseteru dengannya, maka aku harus menghindari itu.

Lihat selengkapnya