Sendirian itu tidak mudah. Dipisahkan dari anak-anak pun lebih berat. Namun, dikejar-kejar mereka yang meminta hartanya kembali lebih menakutkan.
Sudah lebih dari sebulan Anya tinggal di rumah kakaknya. Suami Lya sudah mulai uring-uringan dengan kehadiran Anya di sana. Anya tahu kehadirannya di sana menambah beban untuk keluarga kakaknya, tetapi ia tak tahu lagi di mana harus tinggal. Sempat terpikir untuk mencari satu kamar kontrakan kecil dan tinggal bersama ibunya. Namun, saat ini ia lebih aman berada di dekat kakaknya. Setidaknya bila ada yang tiba-tiba melacaknya, ia masih memiliki malaikat pelindung.
Anya berusaha menghubungi Arga untuk mencari informasi di mana suami dan anak-anaknya berada. Beberapa tetangga dekatnya telah menghubungi Anya dan bercerita bahwa rumah mereka telah dijual. Rei dan anak-anaknya pindah, tidak ada yang tahu ke mana. Anya sangat kesal karena Arga tidak mau memberitahukan alamat rumah baru mereka.
Terkadang Anya berpikir untuk pergi ke sekolah Andra, Aley, atau Arga untuk mencegat mereka dan membawa mereka pergi. Namun, kembali Anya teringat kepada mereka yang mengejarnya. Siapa tahu mereka memiliki ide yang sama dan menunggu Anya di depan sekolah anak-anaknya. Anya pun mengurungkan niat.
Tidak, tidak sekarang. Mungkin nanti setelah semuanya mereda.
Anya ingin tahu bagaimana kelanjutan hidupnya. Namun, ia enggan menghubungi Rei. Kerinduannya kepada anak-anak terkalahkan oleh rasa muak yang mengiringi setiap kali mengingat Rei. Lelaki itu yang telah menghancurkan hidupnya. Api membara dalam dirinya, tetapi ia memilih untuk membiarkan situasi mendingin sebelum mulai melangkah lagi.
Mamanya tak henti menangis. Sebenarnya, Anya sangat letih menemani mamanya yang terus saja meratapi nasib. Namun, ia terjebak di sana. Jalan keluar untuk melarikan diri masih sangat berbahaya. Setelah semuanya reda, ia akan mencari jalan keluar untuk pergi dari rumah itu dan menjauh dari siapa pun. Ini adalah sebuah awal yang baru.
***
Rei tahu ia tak selamanya bisa menyembunyikan alamat rumahnya kepada Anya. Namun, Rei yakin Anya sedang dalam ketakutan dan tidak berani ke mana-mana. Anya pasti ketakutan dikejar mereka yang menagih. Rei selalu mengatakan kepada orang-orang yang telah dibayarnya, jangan berkata apa pun kepada Anya tentang utang yang telah ditutupnya. Awalnya, Rei hanya ingin menutup sebagaian dan membiarkan Anya mengurus sisanya, tetapi Rei berubah pikiran. Dibereskannya semua tagihan dan utang Anya yang menumpuk. Orang-orang itu tak akan lagi mengejar Anya. Tagihan selanjutnya juga akan langsung diarahkan kepadanya.
Yang paling penting, Rei membiarkan Anya hidup dalam ketakutan. Rei sengaja membiarkan Anya selalu merasa akan didatangi oleh orang-orang itu. Anya tidak akan berani pergi ke mana-mana dan akan memilih berdiam di sana. Termasuk datang ke rumah Rei yang baru, pasti akan dilakukan Anya suatu hari nanti, tetapi tidak sekarang.