"Sepertinya tidak ada yang di bahas lagi, kalau begitu rapat kali ini saya cukupkan silahkan kembali bekerja."
Dengan cepat aku bangkit dari kursiku, beberapa orang di ruang rapat membungkukkan tubuhnya menghormatiku yang terus berjalan ke luar dari ruang rapat tanpa mengacuhkan mereka. Aku memasuki lift, bersama dengan Dean yang sedari tadi mengekoriku.
" Presdir, 2 jam lagi ada rapat dengan divisi perencanaan mengenai proyek yang sedang berjalan saat ini, lalu anda akan menghadiri pesta perjamuan bersama presdir perusahaan lain dan para investor"
Aku mengangguk, membenarkan blazzerku yang ku sampirkan di pundak agar tidak merosot turun, lalu ku ambil hpku yang sedari tadi bergetar dalam kantong blazzerku.
Aku berdecak kesal saat membaca pesan dari Ezra yang mengingatkanku bahwa ia akan menjemputku untuk pergi bersamanya. Aku melihat jam yang tertera di layar hpku, sudah jam 3 sore, itu berarti 1 jam lagi Ezra akan menjemputku. Ah sial!
"Batalkan semua scheduleku sore ini"
"Ya?"
Dean menatapku bingung, memintaku mengulangi perkataanku tadi
"Batalkan semua agendaku setelah ini, aku akan pergi dengan Ezra"
"Apa anda baik - baik saja?"
Dean menatapku cemas,membuatku menarik nafas panjang. Aku rasa dia khawatir karna setiap aku pergi dengan Ezra,selalu ada masalah yang terjadi padaku.
"Ya, dia memintaku menemaninya pada acara pernikahan bodoh mantannya. Dia bersikeras menjemputku setelah ini, kau tau aku tidak bisa menolaknya jika dia sudah begitu"
Dean mengangguk, lalu berjalan keluar dari ruanganku meninggalkanku terduduk lesu di atas kursi.
Aku menghela nafas panjang, mengetuk - ngetukan jariku di atas meja kerja marbelku. Mencoba merelaksasikan semua otot tubuhku yang kaku.
Perlahan ku pejamkan mataku, memutuskan untuk menghemat energiku sebaik mungkin sebelum Ezra datang. Kurasakan kesadaranku mulai menurun, alam sadarku perlahan membawaku ke dunia mimpi.
Aku berdiri di sebuah ruangan kecil tanpa jendela, ruangan yang gelap dan kotor sampai ada beberapa tikus yang dengan santainya berlalu lalang di dekatku. Terdengar suara isakan seorang gadis di dekatku, membuatku menengok ke arahnya.rambut pirangnya terlihat sangat kusut dengan banyak debu dan kotoran yang menempel padanya, wajahnya penuh dengan luka yang membiru,tubuhnya yang kering kerontang dan pakaianya yang sangat lusuh dengan beberapa robekan dan bekas terbakar di beberapa sisi.
Aku tersenyum miris, apa aku terlihat semenjijikan ini? Tanyaku dalam hati. Suara bantingan pintu terdengar kencang, membuatku membalikkan badanku malas.
Itu ibuku, tidak, iblis yang membuatku terlahir di dunia sampah ini-Ella Brown-, berjalan gontai kearahku yang masih menangis sambil kembali ia minum sebotol miras yang ada di tanganya.
"Ahh, masih hidup ternyata"
Ella menarik baju lusuhku, hingga tubuhku terangkat, menatap mata hitam segelap malam milik Ella yang terlihat kosong.
Aku terlihat gemetaran, dan mulai menangis kembali. Hah, kenapa aku setakut itu dulu? Tanyaku kembali dalam hati, sambil terus memperhatikan kejadian lampau yang ada di depan mataku.
"I-Ibu..."
PLAKK.. tamparan keras Ella layangkan pipiku yang sedari awal sudah membiru, aku meringis melihatnya sekarang aku ingat kenapa aku bisa setakut itu kataku dalam hati.
"DIAM! BERANINYA KAU MEMANGGILKU IBU DASAR ANAK TIDAK BERGUNA!"
Ella kembali menyeret tubuh kecilku, dan melemparnya ke dekat pintu masuk, kulihat tubuhnya kembali bergetar hebat, dia memberanikan diri menatap Ella yang berdiri menjulang tinggi di depannya, kembali meminum sebotol miras di tanganya.
"AKU SUDAH MEMPERTARUHKAN SEGALANYA, KEHORMATANKU, HIDUPKU, UNTUK MENJADI NYONYA DI RUMAH ITU,AKU SAMPAI HARUS MENGANDUNG ANAK MENJIJIKKAN SEPERTIMU UNTUK MENYINGKIRKAN WANITA BRENGSEK ITU! TAPI APA YANG KUDAPAT? HINAAN, MAKIAN, AKU BAHKAN DI BUANG DARI KELUARGAKU, DAN AKU HARUS TETAP MEMBESARKAN ANAK TIDAK BERGUNA SEPERTIMU? AKAN LEBIH MUDAH BAGIKU JIKA KAU MATI TAPI KAU MASIH SAJA HIDUP SAMPAI SEKARANG! KAU MEMBUATKU MUAK!"
"Ah sial, minumanku habis!"
Ella kembali berjalan melewati aku yang masih terlihat kesakitan.
" ka - kalau begitu kenapa kau tidak membunuhku lebih baik aku mati dari pada terus kau siksa seperti ini!"
Ella berhenti, lalu membalikkan tubuhnya menatap ku yang memandang sengit ke arahnya.
"Aku benci caramu menatapku, matamu itu sangat mirip dengan 'orang itu'. Kau ingin mati,heh? Dengan senang hati akan ku kabulkan"
Ella memukulkan botol mirasnya ke dinding,membuatnya pecah dan menyisakan bagian tajam pada ujungnya, dia lalu mendorong tubuh kecilku,menindihnya, lalu mengangkat botolnya setinggi mungkin, bersiap untuk menusukku.
"Selamat tinggal sampaikan salamku untuk tuhan"
"Hei berhenti!"
Beberapa orang tiba - tiba saja menerobos masuk,sebagian menggunakan pakaian berjas putih sementara yang lain berpakaian seperti polisi, menarik dan mengikat tubuh Ella dengan sebuah tali dan menggendongku keluar dari ruangan itu, aku rasa saat itu ada yang melaporkanya karna mendengar suara teriakan wanita gila itu kataku dalam hati.
Tiba - tiba aku berpindah ke sebuah rumah sakit tua yang dulu pernah ku tinggali, di sebuah kamar kecil,diriku kecil duduk memandang kosong keluar jendela.
Ah aku ingat ini, sebentar lagi dia datang kataku dalam hati, masih memandang diriku dari jauh.
"Hei nak, ada yang ingin bertemu denganmu"
Seorang suster membuka pintu, berjalan perlahan mendekatiku yang menatap penuh tanya kepadanya, di sampingnya berdiri ayah dan ibunya Ezra,
"Apa kau Putrinya Ella Brown?"
Aku mengangguk lemas.
"Aku adalah ayahmu, Thomas Lancaster dan dia adalah istriku Dahlia. Maaf kami baru menemuimu setelah apa yang terjadi"
"Kenapa kau datang disaat aku ingin mati? Kalian benar - benar datang disaat yang tidak tepat ya"
Ketiga orang itu terlihat kaget dengan apa yang ku katakan.
"Kami benar - benar minta maaf nak. Setelah ini kami janji akan memperlakukanmu dengan baik, kau akan hidup dengan layak, kami juga memiliki anak seusiamu aku yakin kalian akan cocok nanti"
Thomas duduk di sampingku, mengusap lembut kepalaku, dulu rasanya sedikit membuatku lega.
"Ehm, ngomong - ngomong nak, siapa namamu?"
"Ibuku memanggilku sampah"
Ketiga orang itu kembali terlihat kaget, Thomas dan Dahlia bertatapan lalu kembali menatapku sambil tersenyum.
"Emm bagaimana jika kami memanggilmu...."
Dahlia menatap ke vas yang ada di ujung ruangan, vas berisi bunga lily yang selalu di ganti oleh para suster.
"Lily? Ah benar, lily saja bagaimana?"
"Lily Jean Lancaster. Aku rasa itu nama yang cocok untukmu"
Aku hanya mengangguk tanpa ekspresi.
" kalau begitu besok kami akan membawamu pulang lily"
"Aku selalu ingin anak perempuan, sekarang aku memilikinya"
Dahlia mengelus pipi ku lembut yang terpampang bercak ungu disana.
Dia benar - benar tulus padaku, lalu mengapa aku tidak menyukainya dulu? Tanyaku dalam hati.
Aku kembali berpindah, saat ini aku berada di depan pintu rumah keluarga Ezra, berdiri di belakangku dan juga Thomas Lancaster.
"Selamat datang di rumah Lily"
Katanya sambil membuka pintu besar tersebut, Thomas mengajakku masuk ke dalam. Di depan kami berdiri Dahlia dengan senyumnya yang mengembang menyapaku yang hanya menatapnya diam tanpa ekspresi.
" kenapa kau tidak menjawab sapaan ibuku?"
Ezra kecil keluar dari belakang tubuh dahlia, wajahnya terlihat imut dengan semburat merah muda di pipinya.
Aku menahan tawaku,pffft lihat wajahnya itu dia terlihat imut dan menyebalkan disaat yang bersamaan kataku dalam hati, sambil menutup mulutku.