Aku dan Ezra berjalan bersebelahan menuju gedung mewah tempat acara pernikahan itu di gelar. Aku menatap kesal pada Ezra yang membuatku risih dengan terus - terusan merapikan jas dan rambutnya selama perjalanan. Walau begitu,wajahnya yang terlihat pucat membuatku melepas senyum geliku. Karna mungkin ini adalah pernikahan Mantan terlamanya, aku yakin dia merasa sedih sekaligus gelisah ada di sini.
Kami berhenti tepat di depan pintu masuk, beberapa security mulai mengecek barang bawaan kami dan juga undangan yang di bawa Ezra dengan teliti, setelah memastikan bahwa kami bersih dan merupakan salah satu tamu yang di undang, dengan sopan mereka mempersilahkan kami untuk masuk.
"Ahh, sepertinya aku tidak bisa."
"Kita sudah sampai sini dan kau ingin pulang?! Apa kau gila? Kau sudah membuang watuku yang berharga! Mau ku kirim ke rumah sakit, dokter?"
aku melipat kedua tanganku di depan dada, menatap kesal pada Ezra yang terlihat tidak yakin.
"Hampir setiap hari aku pergi kesana, tidak perlu repot - repot mengirimku. Hei, janji jangan tinggalkan aku sendiri di dalam nanti, mengerti? aku takut akan sedih jika sendiri."
" Ya ya ya, tunggu apa lagi, ayo masuk!"
Ezra mendorong pintu kayu Gedung itu perlahan, sebuah pemandangan ballroom yang begitu mewah langsung memanjakan indra penglihatanku. ballroom dengan nuansa pink terpampang di seluruh penjuru gedung. langit - langit gedung di hiasi ribuan kristal berbentuk bunga yang terlihat cantik, serta bunga - bunga segar yang menghiasi setiap suduh gedung menambah kesan estetika di dalamnya. Aku jelas dengar dari Ezra di jalan,bahwa mempelai prianya adalah orang dari kalangan menengah. tapi apa ini?
"Apanya yang pegawai kantor biasa? Aku rasa dia orang yang luarbiasa kaya. Ahahaha, aku mengerti mengapa dia memilih suaminya sekarang. Kali kau benar - benar sudah kalah dokter!"
Aku tertawa mengejek Ezra yang kurasa berdiri di sampingku, sambil sedikit menyikut bahunya.
"Hei ngomong - ngomong -"
aku terkejut saat mendapati yang berdiri di sampingku bukan Ezra, melainkan pria lain yang menatapku aneh, membuatku sontak meminta maaf padanya dan berjalan menjauh menuju kerumunan tamu undangan untuk mencari keberadaan Ezra, tapi malah nihil yang ku dapat. aku benar - benar tidak bisa menemukanya dimanapun.
●••••••●
Suara alunan musik klasik kembali mengisi seluruh penjuru ballroom. Beberapa orang mulai kembali menari di lantai dansa, termasuk para mempelai, kerumunan tamu undangan sudah mulai berkurang, tapi aku masih tidak menemukan tanda - tanda keberadaan Ezra, membuatku memutuskan untuk duduk menunggunya muncul dengan sendirinya.
Sudah hampir setengah jam aku duduk di pojok ruangan, sambil menengok ke sana ke mari kalau - kalau bajingan itu terlihat, aku akan langsung menyeretnya pulang.
"Janji tidak akan meninggalkanku sendiri nanti? Hah, Tapi dia yang malah meninggalkanku sendiri, dasar si bodoh itu! Aku heran bagaimana bisa dia menjadi dokter dengan otak udangnya!"
Aku menggenggam erat gelas wine yang tadi ku ambil sebelum duduk, aku semakin bosan ada disini,- secara tidak ada orang yang ku kenal yang bisa ku ajak mengobrol -.
"Ahh apa aku tidak salah lihat? Lily Lancaster?"
Aku menengok, menatap datar dua orang yang terlihat familiar di hadapanku.
"Dan kau?"
"Ini aku, Jenny dan ini Rachel. Kami teman sekelasmu saat SMA ingat?"
Aku mengangkat separuh alisku, mencoba mengenali kedua orang ini.
Ah, ya aku mengingatnya. Dua orang gadis manja dari geng pembuat onar sekolah yang selalu mencari perhatian dengan membully anak lain, termasuk Natha yang pernah menjadi target bulan - bulanan mereka.