Yumi baru saja pulang dari supermarket untuk berbelanja sambil mencari udara segar karena suasana hatinya sedang buruk sejak semalam. Dia tidak habis pikir, mengapa Max tidak mengizinkannya untuk bekerja? Memang jabatan apa sih yang ingin dia coba? Yumi hanyalah lulusan SMA yang punya pengalaman kerja serabutan, belum pernah sekalipun dia bekerja di kantoran. Posisi yang memenuhi kualifikasi itu paling hanya menjadi admin biasa, yang pekerjaannya hanya sekedar menginput data atau menyusun laporan sederhana. Memang dia akan sesibuk apa sih?
Suara klakson mobil menggema di jalan. Awalnya Yumi tidak menghiraukan suara itu, tapi sepertinya klakson itu belum mau berhenti mengeluarkan suara bising. Yumi akhirnya menoleh. Sebuah sedan berwarna putih berjalan pelan di sebelahnya sambil beberapa kali mengeluarkan bunyi klakson. Yumi minggir, dirinya yang sebelumnya berjalan di bawah trotoar meski masih didalam garis putih batas jalan dengan trotoar, kini bergeser naik ke atas trotoar. Yumi kembali larut dalam pikirannya, tidak mempedulikan mobil itu. Tapi mobil itu lagi-lagi mengeluarkan bunyi, bukan hanya sekali. Yumi jadi terusik.
"Yumi?" panggil seorang perempuan setelah kaca belakang mobil terbuka.
Yumi memperhatikan sosok itu, seorang perempuan mengenakan kacamata hitam besar yang sampai menutupi sebagian besar pipinya.
Perempuan itu tersenyum, seakan memahami kebingungan Yumi, dia melepaskan kacamatanya. "Betul kan, itu Yumi!" serunya sambil berbicara ke arah kursi depan mobil.
"Mama?" tubuh Yumi membeku. "Mama!"
Perempuan itu turun dari mobil, mendekati Yumi kemudian memeluknya. "Anakku!! Mama kangen sekali sama kamu!"
***
Perempuan itu menyuruh Yumi masuk ke dalam rumah dan duduk di sofa yang ukurannya tak kalah besar dengan sofa Max di ruang tamu. Perempuan itu sendiri duduk di sampingnya sambil terus menggenggam kedua tangan Yumi.
"Apa kabar, Nak? Mama kangen sekali padamu."
"Yumi juga kangen sama mama." balas Yumi. Wajahnya yang tadinya muram kini ceria.
"Sudah hampir setahun ya mama tidak pulang ke Jakarta. Astaga, mama hampir tidak mengenalimu tadi! Kamu kok agak kurusan ya?" Mama membelai rambut Yumi.
Yumi hanya mengangguk sambil tersenyum tipis.
"Mau mama peluk lagi?" Mama membuka kedua tangannya. Tanpa basa-basi lagi Yumi langsung menyambut pelukan itu.
"Ada apa, Nak? Kamu mau cerita sama mama?" tanya mama sambil terus membelai kepala Yumi dengan lembut.
Mama sebenarnya adalah mertua Yumi. Tapi sejak pertama kali bertemu dengan Yumi dulu, mama sudah jatuh cinta padanya. Bahkan meskipun saat itu status Yumi masih berpacaran dengan Max, mama sudah memintanya untuk memanggilnya 'mama'.
Mama adalah seorang perempuan yang lembut, ceria, dan bisa dibilang punya bakat untuk mempermainkan kata-kata serta perasaan seseorang. Kata-kata yang dia gunakan selalu lembut, sikapnya juga begitu baik, sampai bisa membuat seakan orang-orang terhipnotis dan terbuai dengan tutur katanya; dan yang terutama dia sangat menyayangi Yumi. Mama menganggap Yumi adalah anak kandung keduanya—anak perempuan satu-satunya, karena selama ini mama sangat menginginkan anak perempuan. Itulah mengapa dia sangat-sangat menyayangi Yumi. Bahkan ketika mengetahui bahwa Yumi tidak pernah lagi bertemu kedua orangtuanya sejak berumur 6 tahun, lebih-lebih setelah neneknya meninggal, mama adalah manusia kedua setelah Max yang selalu melimpahi Yumi dengan kasih sayang dan cinta. Bedanya, mama tidak pernah memaksakan kehendaknya terang-terangan seperti Max.
Tapi mama lebih sering berada di Hong Kong maupun Singapura dibandingkan Jakarta.
"Jadi kamu ingin coba bekerja, tapi Maxi tidak mengizinkanmu?" mama menyimpulkan.
Yumi mengangguk.
"Memang kenapa kamu ingin bekerja nak? Apakah Maxi tidak memberikan cukup uang untukmu?" tanya mama lagi.
"Tidak ma, Max malah terlalu baik padaku. Hanya saja aku ingin mencoba pengalaman baru, bosan kan tinggal di dalam apartemen sendirian setiap hari." ucap Yumi.
"Hmm.. kamu mau menginap disini malam ini? Biarin aja si Maxi tidur sendirian disana, kamu temani mama disini. Bagaimana?"
"Mama yakin? Max mana mungkin setuju. Dia pasti marah kalau aku tidak ada di rumah saat dia pulang. Mama tau kan bagaimana temperamennya." suara Yumi terdengar gelisah.
"Tenang saja, Maxi urusan mama. Dia gak akan berani sama mama."
***
Max baru saja selesai meeting di kantor saat ponselnya berbunyi. Tertulis 'Nyonya Rumah'.
Max mengangkat telepon itu tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
"Max? Max!" seru suara di ujung telepon. "Cepat beritahu berapa kode verifikasinya!" perintah suara itu.
"1A4B6CD" jawab Max singkat.
"Bentar... Oke, sip. Login berhasil!" seru suara itu lagi.
Max hendak menekan tombol end ketika suara di ujung telepon kembali memanggilnya. "Kamu tidak kangen sama mama?"
"Apa? Kangen?" Max tertawa. "Masih ada kalimat itu di kamus mama?"
"Apa maksudmu? Apakah anak pertamaku tidak kangen sama mamamu ini?" goda suara itu.
"Sudahlah, ma. Aku sedang malas meladenimu. Kepalaku sedang banyak pikiran." jari Max mendekati tombol end.
"Hei.." suara itu mencegah Max lagi. "Sepertinya mama tau apa yang membuat kepalamu pusing. Ummm.. saham perusahaanmu jatuh? Atau, kamu hampir bangkrut? Hihihi.." suara mama seperti orang yang sedang meledek.
"Hentikan, ma. Aku tidak berniat untuk meladeni candaanmu sekarang. Sudah ya, kumatikan teleponnya." ucap Max berpura-pura sabar.
"Kalau begitu mama bawa Yumi pergi ke Sérang hari ini ya, mau ketemu teman lama, sekalian arisan." goda mama.