"Yumi, tolong kamu selesaikan ini." Pak Fredy, supervisor marketing divisi 3, menyerahkan setumpuk surat jalan kepada Yumi. "Harus selesai sore ini ya. Setelah itu kamu sortir invoice penjualan dari pameran di Surabaya kemarin. Hari ini harus kelar ya supaya saya bisa bikin laporan untuk besok pagi. "pesannya.
"Iya Pak."
Sudah empat jam pandangan Yumi tidak lepas dari monitor di depannya. Jujur, memang tumpukan kertas yang harus dia kerjakan lumayan tinggi, tapi selain itu memang kecepatan Yumi dalam mengoperasikan komputer yang tidak secepat dua rekannya. Karena itu ketika Hani dan Trian yang masuk kedalam mode serius bisa menyelesaikan pekerjaan yang sama hanya dalam setengah hari, Yumi butuh waktu yang lebih lama. Sebenarnya ini yang sudah sering diungkapkan oleh Pak Fredy ketika rapat evaluasi karyawan mingguan kepada HRD, tapi tidak pernah ada respon. Akhirnya Pak Fredy hanya bisa terus mempush Yumi supaya bisa bekerja lebih cepat.
Manajer HRD, yang tau dengan jelas siapa yang menitipkan Yumi, terus membungkam mulut para staf divisinya setiap kali sedang mempresentasikan hasil laporan evaluasi para atasan seluruh divisi kepadanya.
"Mi, udah jam setengah satu nih.." panggil Hani. "Elo gak mau makan?"
"Kalian makan duluan deh, gue belom selesai." ucap Yumi sambil terus mengetik.
Hani dan Trian saling bertukar pandang. "Ya udah deh, ntar gue bilangin catering ya supaya sisain makanan buat elo. Sori ya kita duluan. Habis ini gue harus ngerjain report hasil penjualan di pameran Malang."
"Iya sori Mi, habis ini gue harus bikin rekapan hasil penjualan di Bali. Kalau gak makan bisa mati gue." Trian menimpali.
Yumi menengok sebentar ke arah mereka berdua. "Santai aja."
Selagi pandangan Yumi fokus ke arah monitor, tanpa dia sadari Max sedang berdiri memperhatikannya. Dalam hati Max kesal, sudah lewat jam makan siang tapi istrinya malah tersandera dengan pekerjaan. Sebenarnya ini bukan yang pertama kali dia memperhatikan istrinya seperti itu. Sudah dua bulan sejak Yumi bergabung di kantornya, waktu dan tenaga Yumi tersita habis untuk pekerjaan. Hal ini pun sebenarnya sudah pernah dikeluhkan langsung oleh Max kepada manajer HRD. Karena itu pernah suatu kali pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh Yumi jadi dilimpahkan ke admin yang lain. Bukannya ucapan terima kasih yang Max dapatkan, Yumi malah menyerbunya dengan protes tanpa henti ketika mereka berdua ada di rumah. Intinya Yumi tidak ingin diistemawakan, dia ingin diberikan beban pekerjaan yang sama dengan admin lainnya. Karena aksi Yumi ini didukung penuh oleh mama, Max akhirnya tidak bisa berbuat banyak selain mematuhinya.
Max memperhatikan jam tangannya, sudah jam satu kurang lima. Raut wajahnya semakin khawatir dan tidak tenang.
"Ngapain disini koh?" tanya Avi memecah lamunannya.
"Pekerjaan Yumi masih belum selesai, dan dia juga belum makan siang."
Avi memandang ke arah Yumi yang duduk di paling ujung. "Oh, baru jam satu kok. Gue sering tuh makan siang jam lima sore."
Max melemparkan pandangan sinis kepada adiknya.
"Kenapa sih? Kokoh gak pernah khawatir tuh gue udah makan apa belom. Ceceh yang baru telat makan sejam aja udah heboh banget." protes Avi.
"Jangan samakan dia sama elo ya." ujar Max.
"Ih.. selalu begitu. Istri numero uno, adik mah dibuang aja ke laut.." Avi berjalan menjauh.
"Kalau kali ini elo masih belum berhasil membereskan urusan pajak di Solo, siap-siap aja ke laut beneran." ancam Max.
"Lalalala.." Avi bersenandung, mengindahkan omelan kakaknya.
Max melemparkan tatapan kesal kepada adiknya, tapi kini dia kembali menatap istrinya dari kejauhan.
Pukul setengah tiga sore, Yumi baru berhasil menaklukan setumpuk kertas yang kini terjejer rapi di sisi kirinya. Dia menghempaskan tubuhnya ke kursi, menyender tanpa tenaga. "Selesai juga."
Trian menoleh sebentar ke arahnya. "Buruan sana makan, tuh masih ada dua tumpukan lagi yang harus diinput."
Yumi masih menyender malas di kursi, tubuhnya kini diselimuti rasa pegal-pegal, terutama di sekitar pundak. Ternyata bekerja itu memang semelelahkan ini ya. "Bentar, istirahat dulu."
Tiba-tiba sepotong roti dan segelas susu cokelat dari sebuah merek franchise minuman mendarat di meja Yumi. Avi meletakkan itu dari balik monitor, mengedip ke arah Yumi sambil tersenyum ceria, kemudian berlalu.
Hani, Yumi, dan Trian serentak menengok ke arah Avi yang berjalan menjauh dari tempat mereka.
"Ih enak banget!" protes Hani.
Yumi tidak mempedulikannya, dia tersenyum kemudian mengambil roti dan meneguk susu pemberian Avi. Sambil memegang roti di tangan kiri, tangan kanannya kembali mengambil kertas di tumpukan paling atas, meletakkannya di samping, kemudian mulai mengetik lagi.
Hari ini laporan yang harus dikejarkan Yumi tidak sebanyak biasanya. Karena itu dia setuju ketika Avi meneleponnya pagi ini dan mengajaknya makan siang di luar. Max mengetahui rencana mereka, dia juga sebenarnya diajak oleh Avi. Tapi karena dia ingin menepati janjinya supaya status Yumi tidak terbongkar, Max menolak rencana itu.
"Vi, tolong lo jaga Yumi baik-baik ya di kantor." pinta Max kepada Avi suatu sore, ketika Avi mendatangi ruangannya untuk meminta tandatangan.
"Siap, tenang aja." Avi tangan Avi seperti sedang hormat.
"Kalau gue yang deketin dia, pasti heboh di kantor. Nanti Yumi marah-marah lagi di rumah." ujar Max.
"Haha.. iya tenang. Mama dan ceceh udah cerita syarat diantara kalian kok. Tenang aja, ceceh aman." ucap Avi kemudian berlalu dari ruangan.
Yumi sedang pergi ke toilet ketika interphone nya berbunyi. Karena masih terus berbunyi, akhirnya Trian memutuskan mengangkat gagang teleponnya. "Halo, Yuminya sedang ke kamar mandi." ucapnya.
"Oh begitu?" kata Avi. "Lama gak ya?"
Trian yang menyadari itu suara Avi jadi agak panik. "Ma.. maaf Pak saya kurang tau. Biasanya sih tidak terlalu lama." katanya sopan.
"Hmmm.. Oke lah. Saya titip pesan aja sama kamu boleh?"
"Boleh Pak.. nanti saya sampaikan."
"Bilang aja sama Yumi, jam dua belas saya tunggu di lobi depan ya." kata Avi.
"Oke Pak, itu saja?" tanya Trian.
"Iya itu saja. Oh tolong bilang juga jangan lupa bawa ponsel."
"Baik Pak, akan saya sampaikan."
"Terima kasih ya." Avi menutup telepon.
"Mi, tadi ada telepon dari Pak Avi buat elo." Trian menengok ke arah Yumi setelah Yumi kembali ke kursinya.
"Oh ya?"
"Iya, terus dia bilang elo ditunggu di lobi jam dua belas siang Jangan lupa bawa ponsel juga."