Dust of the Dusk

Elsy Anna
Chapter #6

Chapter #5

Hari ini hari Jumat, semua karyawan datang ke kantor dengan langkah gontai, berharap jika hari ini cepat selesai sehingga mereka bisa segera memasuki mode weekend. Disaat yang sama karena hari ini adalah hari terakhir di minggu ini, rata-rata dari mereka harus rela tinggal di kantor sampai malam menyelesaikan seluruh pekerjaan. Berbeda dengan hari lainnya yang menurut mereka pekerjaan itu bisa ditunda ke besok pagi, khusus di hari Jumat semua aturan tak kasat mata itu tidak berlaku. Selesaikan pekerjaan dan bersenang-senanglah di akhir pekan, atau tinggalkan pekerjaan itu untuk Senin depan dan bersiaplah ditegur atasan dan langsung mendapat penilaian buruk saat evaluasi mingguan oleh team HRD.

Waktu istirahat makan siang sudah selesai, satu per satu karyawan kembali ke meja kerja dan mulai sibuk dengan pekerjaan mereka. Para resepsionis di lobi pun sibuk menerima telepon sambil melayani para tamu yang datang, kebanyakan dari mereka ingin menikmati layanan customer service di lantai dasar. Perusahaan ini berada di gedung 20 lantai yang terletak di perbatasan antara Utara dan Pusat Jakarta. Max menemukan gedung ini sesaat sebelum dia meminang Yumi menjadi istrinya. Saat itu Max hanya bermaksud menyewa beberapa lantai, namun karena kepiawaiannya, dia berhasil membeli satu gedung ini dan menjadikannya kantor pusat. Di lantai dasar selain tersedia gerai customer service juga terdapat satu bakery dan penjual kopi terkenal. Di luar, terdapat barisan pedagang kaki lima yang berlomba-lomba menjajakan makanan mereka kepada para karyawan—bukan hanya karyawan Max saja tetapi juga karyawan lain yang bekerja di gedung-gedung sekitar.

 

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?" sapa salah satu resepsionis dengan ramah.

"Saya mau ketemu Maxi, suruh dia turun ke bawah." ucap mama sambil membetulkan kacamata. Gaya mama itu benar-benar meniru gaya ibu-ibu pejabat yang sedang berkunjung ke kantor suaminya. Dia memakai A line dress berwarna biru gelap dengan potongan V di area leher rancangan desainer kenamaan yang dilengkapi clutch bertali berwarna silver yang menggantung di lengan kirinya. Pak Slamet, sang driver mama, sedang bolak-balik ke mobil untuk menurunkan beberapa tumpuk dus besar.

Sang resepsionis pun bingung, siapa perempuan ini? Lalu, siapa Maxi yang dia maksud?

"Maxi.. pemilik perusahaan ini, masa kalian tidak tau?" ucap mama lagi.

"Maaf Bu, kalau yang Ibu maksud adalah Bapak Maxim maka apakah sebelumnya sudah ada janji? Tidak bisa sembarang orang bisa bertemu beliau, Bu." resepsionis itu menjelaskan.

Mama membuka kacamata silver yang dikenakan. Raut wajahnya seperti tidak senang. "Telepon dia sekarang dan suruh turun ke bawah!"

 

Saat mama masih berdebat dengan resepsionis, Avi bersama beberapa pria berjas turun dari mobil dan masuk ke dalam lobi. Avi berpapasan dengan Pak Slamet yang masih sibuk mondar-mandir menurunkan dus dari dalam mobil Vellfire-nya, kemudian menemukan sosok mama sedang berdiri di depan resepsionis.

"Ngapain disini?" tanya Avi setelah menyuruh yang bersamanya tadi untuk naik ke atas terlebih dahulu.

Mama menengok, "Xavii~" panggilnya manja. Mama kemudian merangkul leher Avi dan mencium pipi putra bungsunya itu.

Avi merasa agak risih diperlakukan seperti itu di depan banyak orang. "Udah ah.. ngapain sih disini?"

"Telepon Maxi sekarang juga dan kalian berdua angkat semua dus itu." ucap mama sambil menunjuk tumpukan belasan dus di belakang mama yang masih terus bertambah.

Avi mengernyit, tetapi dia diam saja. Dia pun mendekati meja resepsionis, "Sambungkan ke ruangan Pak Maxim." pintanya.

Kebingungan, ketiga resepsionis pun saling berpandangan. Mereka tidak berani menyambungkan teleponnya ke CEO perusahaan itu.

Avi yang sepertinya mengerti kebingungan mereka akhirnya berkata, "Udah buruan sambungin terus biar saya yang ngomong. Dia kakak saya lho.."

Salah satu resepsionis mengangguk, menyerahkan salah satu gagang telepon kepada Avi kemudian memencet extention Max.

"Koh, nyonya rumah disini. Buruan turun." bisik Avi sambil memandang mama yang kini duduk di sofa tamu karena pegal. Dia memamerkan senyum terpaksa kepada mama.

 

Setelah menunggu agak lama, Max akhirnya turun ke lobi. Dia melihat mamanya yang sedang memanggil para Office Boy kantor untuk mengangkat dus serta Avi yang terus menggaruk kepala karena sepertinya tumpukannya masih belum selesai juga.

Setelah semua dus diturunkan dari mobil, Pak Slamet undur diri untuk pulang ke rumah. Mama menyerahkan selembar uang merah kepadanya kemudian kembali masuk ke dalam.

"Apa-apaan ini?" tanya Max begitu sampai di lobi. Semua orang serentak menunduk ke arahnya.

"Maxii~" lagi-lagi ucap mama manja. Namun berbeda dengan Avi yang mau saja dicium, Max langsung menepis tangan mama.

"Bawa ini semua ke ruanganmu ya.." ucap mama sambil tersenyum. Mama kemudian menengok ke arah Avi. "Xavi, kamu yang urus sisanya ya sayang."

Mama langsung menggandeng tangan Max dan meminta untuk naik ke atas. Awalnya Max menolak, tapi akhirnya dia luluh. Selama itu Avi masih terus menggaruk kepala, tidak mengerti dengan apa yang sedang dikerjakan oleh mamanya.

 

Gosip langsung menyebar di kalangan karyawan. Mereka mengira mama adalah istri Max, karena wajah mama yang awet muda serta penampilannya yang meyakinkan sebagai istri pengusaha. Selain itu dia juga mampu memaksa Max dan menyuruh-nyuruh Avi kesana-kemari. Karena ini adalah kedatangan pertama seorang istri boss, kantor langsung heboh.

"Sstt.. kalian berdua. Gue denger kabar katanya istri Pak Maxim dateng kesini." ucap Hani setelah kembali dari toilet.

Yumi menengok, dia bingung siapa yang dimaksud oleh Hani?

"Serius? Istri boss kita? Dimana dia?" tanya Trian sambil setengah berdiri.

Lihat selengkapnya