Dusta Surga

Risma huljannah
Chapter #1

Lentera dan dewa fana #1

"Lentera kemegahan surgawi begitu megah, akan lebih baik jika kita jalan bersama."

Suara dentingan gong dan petikan guqin mewarnai pesta lentera kemegahan di surga. Umumnya, pesta lentera kemegahan surgawi diselenggarakan pada musim semi. Makhluk-makhluk fana akan menerbangkan lentera sebagai bentuk kasih dan ketaatan mereka kepada dewa atau dewi yang mereka sembah. Namun ujung-ujungnya, hal tersebut akan hanya menjadi bahan celoteh bagi dewa dewi di surga siapa yang sekiranya akan menjadi dewa paling agung tahun ini di dunia fana. Mungkin makhluk berumur pendek tidak akan mengetahui bahwa dewa yang mereka sembah sebetulnya memiliki rasa sombong dan keangkuhan yang tinggi karena kehebatan mereka yang seharusnya bukan menjadi teladan bagi penyembah mereka sendiri.

Dalam alam surgawi, dewa dewi dibagi menjadi dua bagian. Adalah mereka yang telah menjadi dewa dari ketika ia lahir, dan mereka yang ditakdirkan sebagai dewa namun berawalkan manusia. Dewa-dewa dalam kategori kedua inilah yang sering mendapat perlakuan tidak baik dari dewa-dewa kategori pertama. Faktor keangkuhan dan kesombongan inilah terkadang yang membuat Yuan Xing muak akan kehidupannya menjadi dewa di surga.

Di balik itu semua, tentu merupakan kehormatan besar baginya telah dilahirkan sebagai dewa pewaris bulan. Berkelana tanpa rasa takut di tiga alam adalah sesuatu yang mungkin tidak banyak dewa bisa lakukan. Karena kerajaan bulan miliknya merupakan salah satu dari tiga kerajaan penjaga pohon takdir yang di mana penjaga pohon takdir mendapatkan kekuasaan khusus untuk menjaga keseimbangan tiga alam dan berat hukuman bagi mereka yang berani mengacaukan atau berusaha mencelakai tiga kerajaan penjaga pohon takdir.

Tawa riang seakan mengelitikki kedua telinganya saat seorang mulai menepuk pundaknya lembut tapi cukup mengejutkan. Laki-laki itu berkata, "Tidakkah kamu penasaran apakah jenderal Hu Jian akan menjadi dewa paling diagungkan lagi tahun ini?"

Yuan Xing melirik pemuda itu, dengan tangan kanannya yang memegang tanghulu, dirinya menyodorkan itu langsung ke dalam mulut Nangong Qufei tanpa aba-aba, "Terlebih dia adalah pamanmu sendiri, apa kamu tidak takut akan ditikam mati olehnya?"

Kerajaan matahari merupakan salah dari penjaga pohon takdir. Di pimpin oleh Hu Jian, matahari juga merupakan pasukan militer penjaga kaisar langit yang agung dan angkuh. Hu Jian dikenal sebagai dewa mati pedang hidup, julukan itu hanya semata-mata karena setiap di mana Hu Jian melangkah dan berniat untuk membunuh, dia akan meletakkan jiwa sepenuhnya ke dalam pedang miliknya sendiri dan menggunakan pedang tersebut untuk membunuh secepat kilatan cahaya. Tidak hanya itu, jenderal Hu Jian juga merupakan pewaris matahari. Keangkuhan dan keagungan yang dia miliki tidak dipungkiri dari latar dan kebesaran yang ia miliki sendiri.

Nangong Qufei mengunyah tanghulu itu, menepati tubuhnya mendekat kian waktu, "Dia tidak akan membunuhku. Tidak akan berani sampai dia memiliki keturunan."

"Bukankah Jenderal Hu Jian memiliki sumpah?"

"Itu dia poin pentingnya."

Sumpah pengabdian kepada kaisar langit ketika dewa telah mencapai tingkat keagungan tinggi. Di mana sumpah tersebut berisikan pengabdian kepada kasar seumur hidup, tidak akan menikah, dan jaminan hidup di surga. Sejauh ini, abdi surga hanya berisikan dua dewa tua yang menurut Yuan Xing tidak menarik sama sekali. Dewa keseimbangan, Tang Li, dan dewa tanah, Wen Changge. Menurut rumor yang beredar, menjadi abdi kaisar merupakan hal buruk juga baik dalam waktu bersamaan yang di mana begitu cocok dengan fakta bahwa Hu Jian memiliki wanita impiannya, namun karena dihalang sumpah abdi, dirinya tidak bisa menikahi wanita tersebut. Lalu disaat bersamaan pula Hu Jian menjadi dewa paling agung di surga setelah kaisar langit itu sendiri.

Dengan begitu, Nangong Qufei akan menjadi satu-satunya pewaris penjaga pohon takdir dari matahari. Ia tahu bahwa sumpah abdi pamannya tersebut membuat dirinya dapat begitu percaya diri dan angkuh dalam setiap perkataannya tadi.

Lihat selengkapnya