Dusta Surga

Risma huljannah
Chapter #2

Takdir malapetaka #2

Beberapa hari setelah surga mengambil dewa pada festival lentera keabadian, surga pun kembali seperti semula. Dewa dewi di surga sibuk dengan urusan mereka masing-masing di kediaman mereka sendiri. Langit di surga selalu cerah seolah melambangkan kemegahan dan petunjuk, tidak ada yang dapat mengubah cuaca di dalam surga bahkan dewa Fengshui pun kecuali surga itu sendiri. Konon, sepuluh ribu tahun yang lalu surga pernah menangis menyebabkan hujan deras dan bencana di alam fana. Bencana tersebut begitu mengerikan, rumor mengatakan kala itu surga tidak bisa lagi mempercayai para dewa dan manusia fana di dunia ini. Surga menangis dan menata ulang pohon takdir yang sekarang memiliki penjaga khusus yaitu tiga penjaga pohon takdir yang beranggotakan kerajaan bulan, kerajaan matahari, dan dewa Fengshui.

Di bawah langit yang cahayanya begitu terik seolah dapat menusuk kulit Yuan Xing kapan saja, Yuan Xing mondar-mandir di dalam taman kediaman kaisar langit dengan rasa bingung yang besar. Ia menggigit ibu jarinya sembari mondar-mandir dengan langkah cepat, kenapa bisa begini? Pertama, pemuda tujuh belas tahun yang di panggil oleh surga merupakan penyembahnya dari timur. Kedua, orang tersebut sekarang kebingungan di dalam kediaman istananya. Ketiga, Yuan Xing di panggil oleh Ye Lingsi menuju kediaman kaisar langit untuk membicarakan hal ini. Ketika pemuda itu naik ke surga, pohon takdir mulai menggoncangkan akarnya. Alias, tidak ada julukan nama baru untuk dewa tersebut karena Yuan Xing juga merupakan dewa yang diangungkan di timur. Dengan adanya dua dewa dari satu wilayah yang sama, hal itu menyebabkan ketidak imbangan takdir yang ditakutkan hal buruk bisa terjadi di masa depan dalam waktu cepat atau lambat.

"Sebelumnya, Nangong Qufei telah memberitahukanku tentang ini. Namun siapa sangka, surga memanggil dewa yang menyebabkan ketidak imbangan takdir itu sendiri." Yuan Xing menambahkan kepada Ye Lingsi yang berada tepat di hadapannya. Kaisar langit juga terlihat sama peningnya, ia menduduki singgasana dan terus saja memijat pelipisnya tanpa melontarkan sepatah kata pun kepada Yuan Xing dan Ye Lingsi. Sementara Ye Lingsi sibuk membolak-balik kertas gulungan hasil riset dewa dewi sastra lain.

Kertas itu begitu tebal jika dibandingkan dengan tangan pemegangnya yang begitu kecil. Ye Lingsi menghela napas lelah juga pasrah, ia mengeluarkan suara serak dengan wajah penat, "Dua dewa dalam satu wilayah ... ini pernah terjadi sepuluh ribu tahun yang lalu. Tepat di mana surga menurunkan bencana dan menata ulang surga yang telah kehilangan keseimbangan takdirnya. Takutnya ...."

"Bunuh dia."

Kaisar langit akhirnya bicara. Namun, kalimat itu begitu kejam dan dingin untuk dicerna mentah-mentah. Ia dan Ye Lingsi menoleh kaget ke arah Bai Anle seolah membeku seribu kata. Yuan Xing tidak percaya kaisar langit bahkan... berbicara frontal seperti ini. Pemuda itu adalah dewa yang dipilih oleh surga, dirinya tentu saja sama bingungnya dengan kita yang mengetahui fakta kenyataan yang akan melanda di masa mendatang. Mungkin saja pemuda tersebut mengira bahwa dirinya sudah mati karena berperang, namun siapa sangka justru malah dinaiki derajatnya sebagai insan kekal yang di mana hal tersebut justru menimbulkan kontroversi luar biasa karena Yuan Xi juga merupakan dewa yang diagungkan di timur. Tapi, apakah hanya ini caranya? Membunuh dewa yang baru saja naik?

Alis Yuan Xing mengerut, penghormatan luar biasa kepada Bai Anle dengan membungkukkan tubuh di hadapannya lalu perlahan Yuan Xing bicara, "Hamba yakin ini bukanlah satu-satunya cara."

"Lalu apa lagi? apa kita harus menunggu surga menangis dan menata ulang surga kembali?" celetuk Bai Anle.

Ye Lingsi ikut menambahkan, "Lebih baik kita beri pemuda itu waktu sebentar. Setelah itu, barulah kita beri tahu dia tentang ini, dan biarkan dia memilih pilihannya sendiri."

"Pilihan apa yang dia harus pilih?" Yuan Xing menoleh ke arah Ye Lingsi, alisnya yang tebal masih mengkerut.

"Mati atau hidup sebagai dewa," jawab Ye Lingsi.

"Bukankah dua dewa dalam satu wilayah itu-"

Ye Lingsi memotong, "Jika dia hidup sebagai dewa, maka kamu yang harus mati."

Sebagai dewa pewaris penjaga pohon takdir dari bulan, sudah ratusan tahun menjadi dewa dengan nama keagungan luar biasa, ditakuti tiga alam karena ilmu ilusi yang dirinya punya, begitu berat hatinya saat mendengar kalimat singkat itu terlontar dari mulut Ye Lingsi sendiri. Dia merupakan dewi sastra nomor satu, tidak ada yang lebih hebat dari ketepatan kalimatnya, hal ini membuat Yuan Xing tidak dapat berpikir jernih lagi. Ia terdiam untuk waktu yang cukup lama dalam kengerian luar biasa. Bukan karena ia takut mati, namun ... bukan seperti ini akhir yang dia mau.

Lihat selengkapnya