Dystopia Before Meet You

Cassiel Ruby
Chapter #3

Chapter 3. Kejadian Dalam Mimpi Itu

Bukan suatu kebetulan ketika kita bertemu dengan orang baru dalam kehidupan. Itulah yang selama ini diyakini oleh Ken. Bisa saja orang baru itu akan menjadi seorang teman, atau bisa juga menjadi seseorang yang membawa pelajaran dalam kehidupan. Sementara itu, untuk menentukan kedua tipe tersebut bukan hal yang sulit baginya.

Ken dari kecil telah diberkati kemampuan untuk bisa membaca pikiran orang lain. Semula bermula ketika dia merayakan ulang tahun kelima. Secara tiba-tiba, dia mampu membaca semua pikiran orang lain. Semuanya terdengar seperti dengungan lebah yang membuat kepalanya sakit.

Seiring berjalannya waktu, dia dengan mudah mulai bisa untuk mengontrol kemampuannya itu. Mana yang ingin dia dengarkan, dan mana yang tidak. Dari sisi positif, dia bisa dengan mudah untuk mengetahui niat buruk orang lain pada dirinya. Sedangkan jika dilihat dari sisi negatifnya, hal itu yang membuatnya tidak memiliki teman, kecuali Eric yang benar-benar tulus tanpa memandang siapa dan bagaimana kehidupan seorang Kenneth Osbert.

Namun, sejak semalam, saat dia bertemu dengan Ivy, pertama kali dalam hidupnya dia tidak bisa membaca pikiran orang lain. Meskipun selama ini Ken terganggu dengan kemampuannya, tapi ketika dia dihadapkan dengan seseorang yang pikirannya tidak bisa ditembus, justru membuatnya semakin terganggu. Lebih tepatnya, dia frustasi.

Pagi ini, saat dia memutuskan untuk jogging—sembari untuk menghafal daerah baru— dia berpapasan dengan Ivy yang turun dari tangga, bersiap juga untuk jogging. Ken pikir, semalam dia terlalu lelah karena tidak bisa membaca pikiran gadis yang terlihat menyedihkan. Well, dari kaca matanya, gadis itu terlihat sangat kesepian. Akan tetapi, saat ini pun dia juga tidak bisa membaca pikirannya.

“Hai, selamat pagi. Kau pasti penghuni lantai atas, ya?” sapa Ken ramah. “Aku Kenneth, kau bisa memanggilku Ken. Sejak semalam aku menempati lantai bawah.”

Ivy menatap penuh selidik pada Ken. Pandangannya menjelajah dari atas ke bawah, sangat terlihat jika gadis itu bukan orang yang mudah percaya dengan orang asing. “Ivory, tapi panggil saja Ivy, permisi.”

Ivy berlalu, meninggalkan Ken yang masih menatap gadis itu dari belakang. Wajah Ken jelas terlihat frustasi. Dia benar-benar tidak bisa membaca pikiran gadis itu. Karena penasaran, Ken sengaja berlari kecil di belakang Ivy. Pria itu masih berusaha untuk menerobos dinding pertahanan pikiran Ivy, tapi hal itu justru membuatnya sakit kepala.

Ken berhenti setelah keduanya memasuki taman. Banyak orang lain yang juga melakukan aktivitas paginya di sana. Jogging, jalan santai bersama anjing mereka, atau sekedar duduk-duduk di bangku taman sambil menikmati kopi pagi. Ken menghela napas panjang, dengan keningnya yang terlihat mengernyit. Dia tidak mengerti dengan suasana ini. Semua orang yang ada di taman ini bisa dia baca pikirannya dengan mudah, kecuali Ivy yang telah berlari jauh dan hampir menghilang dari pandangannya.

“Aku yang aneh, atau dia yang aneh?” gumamnya.

Sore hari, saat Ivy terpaksa harus pergi ke supermarket di ujung jalan, dia kembali melihat Ken yang tiba-tiba muncul dari balik pintu dan menyapanya. Ivy membalas sapaann Ken, tapi dia menjadi sedikit takut pada pria itu karena caranya menatap Ivy terlihat sangat aneh. Bahkan, saat Ivy mengambil satu karton jus jeruk favoritnya di rak, tiba-tiba saja Ken sudah berdiri di belakang rak, menatap Ivy sambil tersenyum.

Sontak, Ivy memekik, membuat beberapa pengunjung menatapnya heran.

“Oh, maaf, apakah aku membuatmu terkejut?” Ken segera mendekat pada Ivy dan meminta maaf beberapa kali.

“Kau mengikutiku?!” tuduh Ivy tanpa ragu.

Ken menautkan alisnya, “Buat apa aku mengikutimu? Apa untungnya?” Tentu saja Ken memang mengikuti Ivy. “Aku sedang berbelanja, seperti yang kau lakukan.”

Ivy menatap kesal pada Ken, lalu pergi tanpa mengatakan apa pun lagi. Benar, tindakan yang paling tepat untuk situasi seperti ini adalah menghindar. Hidupnya sudah terlalu rumit jika harus ditambah dengan perdebatan tidak penting dengan orang asing.

Sementara itu, di belakang Ivy, Ken masih mencoba untuk membaca pikiran Ivy lagi. Wajahnya terlihat sangat serius, sampai orang lain mengira bahwa dirinya memiliki masalah dengan gadis itu. Well, memang benar dia punya masalah. Dia tidak bisa membaca pikiran Ivy, itulah masalahnya.

***

Malam ini, Ivy kembali cemas karena teringat dengan mimpinya semalam. Aroma anyir dari darah yang berlumuran di tangan asing itu masih bisa tercium ketika dia mulai memejamkan mata. Mungkinkah dia akan memimpikan hal yang sama, atau bahkan dia akan berhadapan dengan hal seperti itu?

Semenjak Ivy menyadari bahwa kilasan gambaran yang dia lihat adalah potongan dari kejadian di masa depan, dia mulai meyakini bahwa semua hal yang datang di mimpinya adalah sebuah kilasan dari masa depan yang mungkin saja menjadi peringatan baginya untuk bisa menghindar.

Atau mungkin bisa menghentikannya? Tapi buat apa Ivy harus bersusah payah mengubah takdir yang telah ditetapkan, jika takdirnya sendiri telah berantakan?

Lihat selengkapnya