Ken terus menatap pada Ivy, sementara gadis itu menggerutu sambil menyilangkan tangannya dan berdiri di depan Ken yang telah duduk tanpa disuruh.
“Ini sangat aneh.” Ken menyipitkan matanya.
Ivy balas menatap kesal pada Ken. “Benar, ini memang sangat aneh. Ini masih pagi dan kau sudah menggangguku. Kau tidak punya kerjaan, ya?”
Ken semakin menajamkan pandangannya pada Ivy. Kali ini dia yakin sekali kalau apa yang dikatakan Ivy semalam memang hal yang akan terjadi padanya pagi ini.
“Kau melihatku diikuti oleh pencuri waktu itu?”
Raut wajah Ivy berubah. Dia segera menghindar dan masuk ke dalam dapur. Ken menbuntutinya, dia tidak akan melepaskannya dan harus mendapat jawaban yang jelas tentang semua hal yang telah terjadi.
“Ivy, kau bisa melihat masa depan? Aku benar-benar mengalami sesuatu di taman saat jogging tadi. Bukan suatu kebetulan kau bisa memprediksi hal yang aku alami hari ini kalau kau tidak memiliki kemampuan itu. aku berkata benar, kan?”
Ivy masih berusaha untuk terus menghindar. Asumsi Ken memang benar, tapi bagaimana caranya dia menjelaskan hal itu pada Ken. Ivy beranggapan bahwa pria itu pasti akan langsung menganggapnya gila.
“Pergilah, aku harus mulai mempersiapkan skripsiku lagi.” Ivy menarik lengan Ken ke arah pintu. Dia benar-benar tidak ingin membicarakan hal mengenai masa depan dan sejenisnya.
“Kau masih kuliah?”
Ivy menoleh pada Ken dan mengangguk. “Iya, tapi belum masuk lagi karena aku baru saja mengalami kecelakaan mobil dan koma selama sebulan di rumah sakit. Karena itu, tolong jangan ganggu aku karena ada banyak hal yang harus kulakukan.”
Ken seketika langsung tidak bersemangat untuk mencecar Ivy dengan pertanyaannya mengenai kemampuan melihat masa depan. Kali ini dia menjadi merasa cemas pada Ivy. “Apa sekarang sudah baik-baik saja?”
Ivy mengangguk. “Semuanya sudah baik-baik saja sekarang. Setidaknya aku masih diberi kesempatan untuk hidup adalah hal yang harus disyukuri, kan? Walaupun setiap hari ada perasaan ingin saja menyusul orang tuaku yang meninggal karena kecelakaan itu.”
Ivy terdiam, pikirannya kembali teringat pada sosok ayah dan ibunya yang saat ini sangat dia rindukan. “Ah, maafkan aku karena tiba-tiba saja menceritakan hal itu. anggap saja aku tidak pernah mengatakannya. Dan sekarang, pergilah!”
Ken terdorong keluar tanpa sempat merespon ucapan Ivy, sementara pintu telah tertutup tanpa sempat dia halangi lagi. Ken berpikir bahwa Ivy benar-benar telah menyembunyikan fakta mengenai dirinya yang berkaitan dengan kejadian pagi ini.
“Aku tidak akan meyerah untuk mencari tahu. Lihat saja nanti.” Ken berbalik, menyerah pada situasi dan bergegas menuruni tangga untuk kembali pada tempatnya.
Namun ternyata hal itu masih terus menghantui pikiran Ken. Sebagai seseorang yang juga memiliki kemampuan di luar nalar, dia merasa ada sesuatu di diri Ivy yang menarik perhatiannya. Seperti magnet yang menariknya untuk mendekat.