(Kamera agak goyang. Gambar masih blur. Suara napas Krishna kedengeran. Tangannya masuk frame, ngebenerin posisi kamera. Lalu... wajahnya muncul ngedekat banget ke kamera. Senyum percaya diri.)
KRISHNA (senyum miring, nada sok cool):
"Tes... tes... oke. Rekaman jalan. Fokus? Fokus."
(Dia mundur dikit, nyender ke kursi. Tangannya gerak dikit ngebenerin rambut. Lalu...)
KRISHNA:
"Yooo wazap wazap ,Gue Krishna. 17 tahun. Ganteng, karismatik, dan..."
(pause. ekspresi rubah. dia nunjuk ke kamera)
"Ah, siapa sih yang gue bohongin. Gue bahkan gak laku di kantin."
(tawa kering. lalu narik napas panjang.)
"Tapi bodo amat, kalau dunia gak mau muji gue, gue bikin dunia ngakuin gue. Mulai sekarang."
(pause. senyum lebar, kek anak abis bikin rencana chaos.)
"Selamat datang di hidup gue, tempat logika disundul realita."
(Layar meredup. Judul muncul dengan gaya nge-blink:)
E.Y.E.S: FRACTURED DESTINY - Arc 1: Sync of Destiny
"Gue gak minta dilahirin. Tapi katanya sih, hidup harus dinikmati. Oke. Gue nikmatin ..."
"Dari luar, hidup gue mungkin keliatan kek remaja biasa sekolah, nongkrong, sesekali bolos kalo guru udah mulai nyebutin rumus-rumus yang lebih cocok jadi mantra setan. Tapi di balik itu semua, ada... sesuatu. Sesuatu yang bikin gue ngerasa, 'Gokil!!'"
"Bokap-nyokap? Udah lama tiada. Gak tau ke mana. Entah ke surga, atau pindah dimensi. Gue gak punya foto, gak punya suara mereka, cuma potongan mimpi aneh yang kadang mampir pas gue ketiduran di kelas, itu juga gue ngga yakin, ya kali orang tua ngasih jajan lewat mimpi gile lo."
"Gue tumbuh tanpa jawaban. Tanpa petunjuk. Cuma itu doang, Paman pernah bilang kalo mereka berubah jadi angin. 'Makanya tiap lo kentut ciumin, itu mungkin salam rindu dari ayah.' Gitu katanya sambil ngopi. Aki-aki gila. Tapi ya, omongan gila kadang nyimpen kebenaran. Dan jikalo lo gali lagi, bahkan dari kentut pun lo bisa nyium bau masa lalu."
Flashback
Hujan deras mengguyur kota Zyphoria, membasahi jalanan yang mulai dipenuhi genangan. Petir menyambar, kilatnya memantul di kaca gedung.
Di TK Permata Bangsa, suara bel berbunyi nyaring-tanda bahwa waktu belajar telah usai. Anak-anak mulai berbaris dengan tertib, meski beberapa di antaranya tak sabar ingin pulang. Di luar, para orang tua sudah berdiri menunggu, membawa payung besar, siap menjemput buah hati mereka.
"Anak-anak, ayo berbaris rapi, jangan saling dorong, ya?" suara lembut ibu guru mengingatkan.
Para murid menurut dengan wajah ceria, beberapa bahkan saling tertawa kecil karena tak sabar bertemu orang tua mereka.
Di sudut ruangan, seorang bocah lelaki berdiri diam di dekat jendela. Krishna. Ia menempelkan telapak tangannya di kaca yang dipenuhi embun, matanya mencari-cari seseorang di luar sana.
Tapi yang dia lihat... bukan sosok nyata.
Di balik hujan yang turun, ada seorang wanita berdiri. Samar. Tidak jelas. Tapi Krishna kenal dia-lebih dari siapapun. Rambut panjang yang tertiup angin, senyum hangat yang selalu membuatnya merasa aman.
Matanya membelalak, napasnya tersengal. Dingin hujan seakan menusuk tulangnya, tapi lebih dingin lagi perasaan aneh di dadanya. Apakah itu rindu... atau hanya ilusi?
"I... ibu?" suaranya bergetar, hampir tak terdengar.
Hatinya mencelos. Ia tahu itu mustahil. Ibunya sudah tiada. Tapi mengapa... mengapa ia melihatnya begitu jelas?
Tiba-tiba, sebuah tangan kecil menepuk pundaknya.
"Krishna?"
Krishna tersentak. Seketika ia menoleh, jantungnya masih berdegup kencang.
Krishna menoleh, berkedip.
Di depannya, Lira berdiri sambil mainin jemari, wajahnya ragu-ragu.
"Apa?" Krishna nyengir lebar, mencet-cet embun di kaca kayak bocil gabut.
Lira maju dikit, lalu mengulurkan tangannya.
Di telapak tangannya... gantungan kunci bintang.
"Ini..." suara Lira pelan. "Punya kamu, kan?"
Krishna menatap gantungan kunci bintang miliknya, terus senyumnya makin lebar.
"OHHH!!" Dia langsung ambil gantungan itu, ngangkat tinggi-tinggi di udara. "AKU KIRA INI SUDAH HILANG!!"
Lira menghela napas kecil. " Ini jatuh waktu kamu... jadi superhero aneh itu..."
Krishna langsung nyengir jail. "Ih, Lira inget! Kamu ngefans ya sama aku?"
Lira muka merah dikit. "Nggak!!"
Krishna cengar-cengir makin nyebelin. "Iya kan? Iya kan? Iya kan?"
Lira ngelotot, terus melipat tangan. "Enggak! Aku cuma mau balikin!"
Krishna menatapnya lama... lalu tiba-tiba, dia mendekat dikit, matanya menyipit jahil.
"Kamu kan penakut," bisiknya pelan.
Lira membulatkan mata. "EHHH! AKU NGGAK PENAKUT!!"
Krishna langsung ngakak, Ketawa bocil yang nyaring dan bikin kesel
"HAHAHA! BOHONG! KAMU MEMANG PENAKUT!"
Lira mukanya sudah memerah,dia kesel. "IH! AKU NGGAK PENAKUT, TAU!!"
Krishna senyum licik. "Terus kenapa kemarin takut anjing? Chihuahua kan Kecil! Cupuuu~"
Lira mulai merajuk, pipinya semakin merah. "Aku nggak suka anjing! Mereka... mereka suka gonggong!"
Krishna mengepak-ngepakkan tangannya kayak burung. "Hiiii takut gonggong! Lira cupuuuu~"
Lira mukul lengannya pelan. "IH! KRISHNA JAHAT!"
Krishna masih ketawa. Tapi pas dia noleh ke Lira... senyumnya pelan-pelan melembut.
Seketika itu dia menggenggam gantungan bintang itu di tangannya, lalu... ia mengulurkannya lagi ke Lira.