Di pusat Miracle of Technology, ruangan utama yang biasanya penuh dengan kejeniusan dan aura superior ilmuwan elite... hancur total.
Ilmuwan? Panik.
Teknisi? Bingung.
Petugas keamanan? Udah kek bocah yang kena tilang polisi.
Semuanya diem, tegang, nunduk, nunggu badai yang mau meledak.
Dan badai itu adalah Dr. Fushida.
Fushida, sang ilmuwan jenius yang udah ngorbanin puluhan tahun hidupnya buat proyek ini, mengamuk, kata-kata mutiara pun meraung di laboratorium.
Rambut peraknya yang biasanya rapi sekarang udah acak-acakan kek sapu ijuk kena puting beliung.
Matanya melotot, urat di lehernya keluar ampe mirip peta sungai Amazon.
Dia menunjuk kepala petugas keamanan, yang sekarang mukanya udah pias kek kain kafan.
"LO SEMUA UDAH NGABISIN JUTAAN DOLLAR BUAT SISTEM KEAMANAN!"
"PUNYA DRONE SEGINI BANYAK!"
"PUNYA TEKNOLOGI SENSOR CANGGIH YANG BISA LACAK KUPU-KUPU CEBOOK DI AFRIKA!"
"TAPI KOTAK SATU BIJI ILANG GITU AJA?!"
"DAN LO NYURUH GUE TENANG?!?!"
BOOM!
Tangannya ngibasin clipboard ke meja, beberapa ilmuwan di belakangnya reflek nahan napas.
Petugas keamanan? Udah hampir nge-DC dari dunia ini.
Kepala petugas keringetan ampe ngucur ke dalam seragam.
Sementara di belakangnya...
Ilmuwan lain pura-pura serius, tapi sebenernya lagi nyubit-nyubit tangan sendiri, nahan ngakak.
Mereka udah sering liat Fushida ngamuk... TAPI KALI INI LEGENDARIS.
Salah satu ilmuwan gigit bibir ampe pucet, yang lain kepaksa gigit ujung jas lab, ada juga yang nunduk ke meja biar ketawanya gak bocor.
Dan di momen klimaks kemarahan, saat seluruh ruangan mencekam...
TIBA-TIBA...
FUSHIDA KEPELESET.
Entah karena keringetnya sendiri atau karma ilahi, kakinya kena kabel, dan dalam slow-motion dramatis...
DIA JATUH, NGEBANTING LANTAI, CELANA MELOTOT—EH, MELOROT!
SEPARO KOLOR PUTIH TERSINGKAP.
Ruangan: HENING.
Ilmuwan: KETAWA DALAM HATI AMPE MENGGIGIT KABEL LAPTOP.
Teknisi: BISA-BISANYA NGECET MULUT SENDIRI PAKE SPIDOL.
Petugas keamanan: BERZINAH DENGAN EMOSI SENDIRI.
Tapi yang paling epic...
FUSHIDA BERDIRI LAGI DENGAN GAYA COOL.
SEOLAH TIDAK TERJADI APA-APA.
Dia ngebenerin kacamatanya, ngepasin rambut, terus dengan penuh wibawa, NENDANG KAOS KAKI KE ORANG PALING DEKET.
"NGAKAK LO?!"
Orang malang itu auto freeze.
Mata udah basah, bahu geter karena nahan ketawa.
Sialnya, temennya yang di samping juga udah megap-megap merah, nyubit-nyubit tangan sendiri kek orang kerasukan.
Fushida memandang mereka satu per satu, penuh dengan aura pembunuh.
"YAKIN LO PADA NGGAK NGAKAK?!"
"..."
"..."
"ENGGAK PAK!" jawab mereka serempak.
Fushida akhirnya menghembuskan napas panjang.
Masih kesel.
Tapi sekarang, suasana tiba-tiba berubah dingin.
Karena...
Tok. Tok. Tok.
Terdengar langkah kaki berat mendekat.
Setiap injakan sepatu nyebar hawa dingin ke seluruh ruangan.
Asap rokok tipis melayang di udara.
Muncul seorang pria.
Tinggi. Rambutnya tersisir rapi ke belakang, wajahnya penuh karisma.
Matanya sayu—bukan karena lelah, tapi karena auranya santai. Namun di balik ketenangan itu, ada sesuatu yang membuat orang segan.
Ia memegang tongkat hitam di tangannya, mengetuk-ngetukkannya ke lantai dengan ritme pelan.
Semua orang menahan napas.
Bukan karena takut.
Tapi karena pria ini... berbeda.
Ia menatap lurus ke Fushida.
"Fushida."
Suaranya tenang.
Datar.
Udara di ruangan terasa turun beberapa derajat.
Fushida mengangkat wajah, matanya menyipit. Campuran antara kesal dan waspada.
"Apa?"
Pria itu menarik napas perlahan, sebelum mengembuskan asap rokoknya.
Ia mengangkat tongkatnya sedikit, mengetuk meja sekali.
"Kamu terlalu banyak bicara."
Hening.
Para ilmuwan terdiam.
Petugas keamanan tak bergerak.
Bahkan suara komputer terdengar seolah-olah ikut membeku.
Tatapan pria itu semakin tajam.
"Daripada mengamuk tanpa arah, lebih baik kamu temukan solusi."
Fushida mengepal rahang, menahan sesuatu yang nyaris keluar dari mulutnya. Tapi ia tidak membalas.
Ia tahu siapa yang sedang berbicara dengannya.
Desisan pelan lolos dari bibirnya. "Terserah."
Akhirnya, perintah pun turun.
Petugas bubar mencari E.Y.E.S yang kini hilang ntah dimana.
Ilmuwan mulai tracking sinyal alat itu.
Tapi... data yang muncul?
KOSONG.
E.Y.E.S. seakan lenyap dari dunia ini.
Pria bertongkat itu diam sejenak, menatap layar monitor kosong.
Asap rokoknya mengepul lagi.
Di belakangnya, salah satu ilmuwan menggigit jari, bingung.
"Apa mungkin... ada pihak lain yang campur tangan?"
Tapi siapa?
Di ruangan itu, semua orang sadar satu hal:
Sekarang, benda itu ada di tangan siapa?
Di ruangan itu, hening. Bahkan suara napas pun terasa terlalu keras.
Di layar monitor, hanya ada kegelapan. Kosong.
Pria bertongkat itu menghembuskan asap rokoknya pelan.
Di luar sana, dunia terus berjalan seperti biasa... tanpa menyadari apa yang baru saja terjadi.
Langit biru.
Angin sepoi-sepoi.
Burung-burung berkicau.
Di atap sekolah, Krishna masih tiduran santai lagi berjemur kek ikan peda. Hidup damai.
Sampai tiba-tiba...
Kotak di dalam tasnya hidup kedip-kedip.
ZRRRTTT!!!
Cahaya biru meledak dari permukaannya.
ZAPPPPP!!!
"AAAAARGH!!!"
Dia loncat kek disundut setan.
Baru aja mau napas...
ZRRRTTTT!!
SETROM LAGI.
DOR! DOR! DOR!
Krishna ngegelinding dari genteng, palanya nyangkut di talang air.
"WOIIII BANGSAAAAAT!!!"
Dari lantai dua, Half-bun lagi pegang ember.
"WC penuh..., buang ke atas aja deh."
SPLAAAAASHHH!!!
Air meluncur.
Disaat yang sama Krishna baru aja bangun.
TIGA...
DUA...
SATU...
SPLAAAAAAAAAAAASSSHHHHH!!!!
KRISHNA KEGUYUR AIR PEL.
"..."
ZRRRTTT!!!
SETROM LAGI.
"AAAAAAAARRRGGGHHH!!!"
Kali ini lebih brutal. Tangannya kejang, mulutnya error.
"MAMAAA—ZZZTT—HELP MEEE—"
Ia Kepleset.
JATUH KE LANTAI 2.
GUBRAK!!!
Lira diem.
Masih megang ember kosong.
"..."
Di depannya, Krishna kejang-kejang kek ikan dilempar ke got.
"ZZZZT—AAUUU—INI AKHIR HIDUP GUE—ZZZTTT—"
MATANYA PUTIH.
Half-bun atau lo bisa sebut dia Lira.
Panik.
Doi buru-buru ngejatuhin embernya.
"EH??" Lira melongo.
"Krishna?!"
Tangannya langsung megang bahu Krishna, ngeguncang pelan paggil-panggil namanya.
Tapi bocah itu MASIH KESETRUM.
"ZZZTT—AAUUUU—"
Tiba-tiba...
SETROMANNYA BERHENTI.
SENYAP.
Krishna freeze.
MATANYA PUTIH.
BADANNYA KAKU.
Lira nahan napas.
Bocah ini... KOIT?!
Tapi terus...
Krishna ngedip.
"H-HEH?"
Napasnya ngos-ngosan.
"ANJIR GUE MASIH HIDUP?!?!"
DIA JONGKAT JONGKIT KE BELAKANG.
Lira hampir nangis lega.
Tangannya langsung nimpuk dada Krishna.
"KAMU NGAPAIN, SIH?!?!"
Mukanya merah. Matanya masih penuh panik.
"Krishna, aku kira kamu... aku kira kamu..."
Suaranya nyangkut di tenggorokan. Tangannya ngegenggam rok.
Krishna noleh, masih ngos-ngosan.
"Tadi... tadi gue kek.. KETEMU TUHAN BENTAR."
Lira nahan napas.
BOCAH INI MASIH NGELAWAK?!
Rasanya pengen nampol, tapi tangannya masih lemes.
Karena dalam hatinya...
Dia takut kehilangan bocah absurd ini.
Krishna masih tergeletak, napas berat, baju basah kuyup.
Terus...
ZRRRTT!
KESETRUM LAGI.
"EEEKK—KRRZZT—HAAH?!?!".
"EH—EH—INI APA?!"
Bibirnya ketarik ke kanan-kiri. Matanya muter.
Lira makin panik.
"Krishna! Jangan gitu...aku takut!"
Dia pegang bahu Krishna lebih erat.
Krishna angkat tangannya lemes.
ZRRRTTT!!!
"UUAAAAAARGHH!!!"
DIA MELOMPAT KEK POWER RANGERS ERROR.
Doi ngamuk.
Megang kepalanya, muka masih ngelecet ke kanan-kiri.
Nafasnya ngos-ngosan parah.
Lira makin panik, hampir nangis.
Tangannya kencengin genggaman di seragam Krishna.
"Krishna, aku gak ngerti kok kamu jadi gini, kita harus panggil guru atau siapa kek—"