Earmuffs

Riski Nasution
Chapter #3

Tiga (Iren)

       Hari Itu adalah pesta akhir tahun. Kami akan menikmati libur panjang sebelum naik ke kelas dua setelah pesta tersebut. Di pesta tersebut, aku berjanji untuk tidak berdansa dengan orang lain. Aku harus mengelak dari wajah-wajah kasihan, karena kini aku tak semenyedihkan itu lagi. Aku harus egois, dan mendapatkan keinginanku.

           Tapi pesta tersebut malah berubah menjadi sebuah majalah lama. Membosankan. Yang ku nikmati di pesta tersebut hanyalah limun dingin buatan panitia. Diriku duduk di sudut pesta, membiarkan orang-orang menikmati pesta tersebut. Pikiranku melayang ke sebuah tempat lain, jauh dari sekolah.

           Sampai Kate menyadarkanku dari lamunan. “Aku nggak minta banyak hal malam ini. Tapi have fun!” Ia mengulurkan tangannya.

           Aku menyambut tangan itu pelan. Tapi Kate menariknya dengan kasar sehingga membuatku tersentak berdiri tegak. Kate menarik tanganku ke lantai dansa. Ia mulai melompat-lompatkan kakinya, menggoyangkan tubuhnya selincah mungking. Sedangkan diriku hanya pelan-pelan menggoyangkan pinggulku.

           Tatapanku terlempar ke kiri dan ke kanan. Setiap orang menatap diriku, aku membuang muka. Ingin diriku berteriak kepada Kate untuk segera membawaku pulang. Tapi Kate memegang tanganku erat, dan mulai menyuruhku untuk bergoyang lebih leluasa. Kate sedang tidak mabuk, tapi dia seperti angin, sangat bebas.

           Aku mulai menggoyangkan tubuhku lebih cepat dan leluasa. Moses ikut bergabung bersama kami membuatku semakin bersemangat. Tanpa ku sadari seseorang menatap diriku dengan tatapan memesona.

           Aku membuang muka dan langsung menghentikan dansa. Aku keluar dari lantai dansa untuk mencari sebuah minuman. Seseorang itu lantas datang mendekat. Ia memberikanku secangkir limun dan soda sebelum aku mengambil yang lain.

           Aku hanya menyebutkan terima kasih dan menolaknya. Kate datang mendekat dan ikut mengambil minuman. “Dia menyukaimu!” ujar Kate.

           Aku mengernyit. “Ih, nggak kenal,” jawabku. Aku meminum limunku dengan dua tegukkan dan membiarkan sisanya tetap berada di dalam cup. Aku melemparkan tawa pada Kate dan ia membalasnya seolah-olah kami tengah bercanda.

           Lelaki itu masih memperhatikanku. Membuatku merasa tidak nyaman karena aku tak pernah diperhatikan seperti itu. Akhirnya aku duduk kembali di sudut pesta, membiarkan Kate dan Moses berdansa sampai mereka kelelahan. Aku tertawa setiap melihat tingkah lucu mereka berdua. Diam-diam aku berharap mereka akan menjadi sepasang kekasih.

           Sebuah musik pelan di putar membuat Kate dan Moses yang kelelahan mulai menghentikan dansa liarnya menjadi dansa pelan.

           “Kamu ingin dansa?” tawar seorang lelaki, tapi malah mengagetkanku. Kupikir ia akan mengajak seorang perempuan yang duduk di sampingku. Tapi ternyata tawaran itu tertuju padaku, karena ku yakin perempuan di sampingku itu termenung.

           Aku menekukkan wajah. “Aku?” tanyaku lagi untuk memastikan. Karena kupikir seorang senior tak akan mengganggu diriku karena aku masuk dalam pengecualian. Ia mengangguk memberi kepastian. Aku yang ragu-ragu tapi akhirnya menjulurkan tanganku membiarkan diriku ditarik ke lantai dansa.

           Ia memegang pinggangku seraya diriku melingkarkan tangan di lehernya. “Aku Arman” ujarnya. Ia menatap mataku dalam membuatku tak kuasa membalas tatapannya. Sehingga aku menatap ke arah lain sekejap sebelum menatap dirinya lagi.

Lihat selengkapnya