Hujan. Gelap. Dingin.
Dan suara itu lagi.
“Kakaaaak!”
Lucas berlari, namun ia tidak bisa merasakan kakinya yang seolah tenggelam dalam genangan, lambat laun suaranya menghilang, menjadi bisikan samar ditelan angin. Kemudian seperti sebuah gema ia mendengar suara samar-samar.
“Aku pasti akan mengajakmu, kalau kau berjanji akan menjadi anak baik…”
“Katakan pada Dil…”
Suara itu berputar dalam kepalanya. Melingkar, lalu memudar—meninggalkan nyeri tajam di tengkuk, seperti luka lama yang belum sempat diberi nama.
Sebuah tangan tiba-tiba mencengkeram bahunya dari balik kabut. Berat. Dingin.