Esok paginya, chip upgrade Liminal berhasil diintegrasikan ke Tree of Memory.
Cahaya redup menyusup lewat celah atap kaca, memantulkan siluet cabang ke lantai seperti bayangan akar yang bergerak perlahan. Di ujung lorong, pintu melengkung terbuka otomatis, memperlihatkan ruang pusat: sebuah pohon besar dipenuhi urat-urat cahaya yang tumbuh dari langit-langit menuju pusat kristal bercahaya di tengah ruangan.
Lucas, Elysia, dan Danny berdiri diam sejenak di ambang pintu, nafas mereka seolah terhenti bersama denyut cahaya di dalam.
“Ini kelihatan lebih... hidup dari yang kuingat,” bisik Danny, matanya menyapu cabang cahaya yang bergetar halus, seolah bernapas.
“Karena memang hidup,” sahut Celia, muncul dari belakang bersama Zack. Langkah mereka nyaris tanpa suara di atas panel reflektif.
Celia maju ke batang pusat pohon, menyentuh sebuah lekukan berbentuk lingkaran yang bersinar redup—rune cahaya yang tertanam di permukaan kayu kristal.
“Tempelkan telapak tangan kalian di sini. Sensor Neuraloop akan mengenali sidik neuro kalian,” ucapnya tenang.
Begitu Lucas dan Elysia menyentuhkan tangan mereka, permukaan pohon berdenyut lembut, mengeluarkan suara nyaris tak terdengar. Seolah menyambut sesuatu yang lama ditunggu.
Zack melangkah maju, mengeluarkan tiga perangkat kecil berbentuk koin transparan berpendar biru pucat.
“Ini Synapticon. Tempelkan di kedua pelipis kalian. Ia akan menjembatani sinyal otak dengan sistem pusat Neurelic—chip utama yang menyimpan dan akan memvisualisasi memori kalian nantinya.”
Perangkat itu seolah menyatu begitu menyentuh kulit, seakan tertarik oleh medan magnet tersembunyi. Kilatan biru muncul di tepiannya, lalu mengalir naik, menyelimuti pandangan mereka dengan lapisan semi-transparan berwarna perak.
“Setelah sinkronisasi, kalian bisa memilih memori secara manual, atau aktifkan Auto-Evoke Mode untuk sistem memilih fragmen berdasarkan intensitas emosional—yang terkuat atau yang terlemah,” tambah Zack, menyerahkan remote datar berwarna obsidian dengan simbol optik: V-Selector.
Elysia melangkah lebih dulu. Ia menyentuh Neuraloop dan memejamkan mata.
Dalam hitungan detik, ruang hitam di balik kelopaknya berubah menjadi lautan cahaya. Antarmuka visual mengambang, menampilkan potongan memori dalam bentuk thumbnail: makan malam keluarga, ruang kuliah pertama, lorong gelap Orion, senyum yang pernah datang lalu hilang.
Ia menggeser layar maya itu perlahan. Nafasnya berubah ritme.
“Bagaimana kalau aku ingin menelusuri sesuatu yang lebih jauh? masa kecil misalnya?” tanyanya lirih.
Zack mendekat, menggeser antarmuka di V-Selector.
“Pilih opsi Deep Recall. Tapi hati-hati... fragmen terlalu dalam bisa menimbulkan reaksi fisik jika belum stabil.”
Thumbnail baru bermunculan. Buram, berat, seolah berasal dari dunia yang tak ingin ditemukan. Salah satunya: seorang anak perempuan berbaring di tanah bersalju, noda merah seperti bunga yang mekar dalam diam.
Klik.
Elysia memilih fragment itu dalam satu gerakan halus.
Notifikasi muncul di tablet Zack:
MEMORY NEURO UPLOAD – PROGRESS: 12%
STABILISASI EMOSI: INITIATED
Lucas mengamati dari dekat. Tatapannya tajam.
“Aku rasa... kita bisa kembangkan versi AR dari V-Selector agar lebih intuitif,” gumamnya.
Celia mengangguk. “Dan lebih aman untuk pengguna awam. Aku bantu desain ulang interface-nya.”
“Aku akan diskusikan juga ke Mason,” timpal Zack. “Biar dia buat protokol keamanan tambahan. Kita belum tahu fragmen yang terlalu aktif bisa berefek apa di Liminal nanti.”