Hari pertama percobaan update sistem di Liminal Sky Room akhirnya dimulai. Lorong menuju ruangan dimana tree of memory tertidur dengan tenang terasa lebih sunyi dibanding biasanya. Cahaya redup menyusup lewat celah atap kaca, menciptakan ilusi dedaunan yang bergetar di lantai
Danny, Lucas, dan Elysia sudah bersiap di dalam The Forest Gallery—seperti tiga sekawan yang akan menjelajah dunia digital yang belum pernah dijamah siapa pun sebelumnya.
Mereka melangkah mendekat. Memasang Synapticon di pelipis masing-masing.
Dalam sekejap, kilatan biru menyalakan antarmuka mereka, melapisi pandangan dengan ilusi mata kedua—mata virtual yang membuka jendela ke dalam jiwa mereka sendiri.
Sinkronisasi dimulai.
Hologram-hologram kecil mulai terbentuk di sekeliling ruangan: fragmen memori dalam bentuk thumbnail melayang perlahan, berputar seperti kelopak yang tertiup angin musim halus.
Danny tertawa pelan.
“Hei, itu... ruang tamu rumahku. Ada bantal lepek kesayangan ibuku yang nggak pernah boleh dibuang.”
Ia menyipitkan mata. “Ini... saat ulang tahunku yang ke dua belas? Hmm, bukan. Sepertinya kenangan saat liburan ke pulau Halcyon Ridge jauh lebih menyenangkan.”
Sementara Danny sibuk memilah kenangan dengan senyum kecil, Elysia sudah tahu persis memori mana yang ingin ia temui kembali. Jarinya bergerak mantap. Lucas, di sisi lain, memilih secara acak—thumbnail pertama yang terbuka di antarmuka miliknya.
Namun saat ia menyentuhnya—
Sistem Error.
Visual di ruangan mulai bergetar. Cahaya atmosfer bergelombang. Simpul cahaya dari Tree of Memory berkedip tak beraturan, seperti saraf yang tersentak impuls asing.
“Zack, kau lihat ini?” suara Celia dari ruang kontrol terdengar tegang.
“Ya. Ini bukan glitch biasa... Ada fragmen yang tidak bisa dikenali metadata-nya...”
Suara Zack kini terdengar melalui interkom.
“Lucas, ada error di memori yang kau pilih. Kami belum tahu penyebabnya. Untuk sementara, bisa kau pilih fragmen lain dulu?”
Lucas diam sebentar, lalu mengangguk. Ia menggulir ulang thumbnail yang tersedia—memilih lagi secara acak. Tapi di benaknya, tersisa bayangan samar dari fragmen sebelumnya. Sesuatu yang bahkan dirinya sendiri tidak ingat pernah alami.
“Kalau kau bingung memilih,” lanjut Zack, “jangan lupa, sistem bisa membaca memori dengan intensitas emosional tertinggi dari jaringan neuramu. Coba tekan tombol fitur Auto-Evoke Mode, ia akan memilihkan untukmu.”
Lucas menurut. Ia menekan tombol kecil itu.
SISTEM NOTIFIKASI:
AUTO-EVOKE MODE ACTIVE
Memori akan dipilih berdasarkan respon emosional tertinggi pengguna.
Sinkronisasi dalam proses...
Progress: 100%
Visualisasi Siap.
Simpul cahaya di tengah ruangan berdenyut... lalu perlahan melepaskan diri.
Tak ada yang bicara saat sesi upload visual berakhir. Ketiganya bersiap untuk memasuki Liminal Sky Room, tubuh mereka sedikit gemetar—seperti bersiap memasuki alam mimpi yang tidak sepenuhnya milik mereka.
Mason berdiri di depan layar, tak berpaling.
“Catat semua anomali dan bugs yang muncul,” ujarnya datar. “Kita butuh log lengkap dari yang tadi. Terutama fragmen yang tidak dikenali.”
Lucas mengangguk pelan, lalu mengusap wajahnya.
Namun saat ia menatap pantulan dirinya di dinding kaca ruangan—ia merasa... ada sesuatu yang menatap balik. Bukan bayangan. Bukan dirinya. Tapi jejak dari sesuatu yang belum seharusnya muncul.
**
Pintu lift otomatis berdesis lembut, lalu terbuka pada lorong pendek yang menuju ke pintu Liminal-Sky Room. Mereka bertiga berdiri diam di depan pintu. Napas Lucas mulai tak teratur.
“Kau baik-baik saja?” tanya Danny khawatir. Ia mengerti apa yang dirasakan Lucas saat ini. Lucas menarik napas panjang, lalu mengangguk mantap.
“Ya,” sahutnya, menatap ke arah Elysia—meyakinkannya untuk segera membuka pintu akses di hadapan mereka.
Elysia membalas dengan anggukan tenang, lalu menoleh pada Celia.
Celia maju, mengulurkan tiga buah lensa kontak AR dari wadah bening kecil.
“Gunakan ini. Visualisasi yang diterjemahkan Synapticon hanya akan stabil kalau sistem mengenali identitas neuro-optik kalian melalui lensa ini,” Satu per satu, mereka menempelkan lensa itu ke mata masing-masing. Saat lensa menyatu, kilatan samar berpendar sejenak di retina mereka—nyaris tak terlihat oleh mata telanjang.
Pintu di depan mereka membuka otomatis dengan suara desis.